Daftar Nama Kerajaan Di Pulau Sumatera

Sumatera yaitu pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia. Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa. Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi dan bhūmi mālayu untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari kala ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.

Asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, ia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta kala ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas hingga sekarang.

Pulau Sumatera mempunyai sejarah panjang wacana berdirinya kerajaan-kerajaan atau kesultanan di pulau tersebut. Berikut ini beberapa kerajaan atau kesultanan yang pernah dan masih ada di pulau SUmatera.

Kesultanan Aceh (1496–1903) M
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya yaitu Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507.

Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh membuatkan contoh dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, mempunyai sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin kekerabatan diplomatik dengan negara lain.

Kerajaan Aru/Haru (Abad 13 - 16) M
Kerajaan Aru atau Haru merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama kerajaan ini disebutkan dalam Pararaton (1336). Dalam laporannya, Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Aru yang bisa melaksanakan pengontrolan kemudian lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.

Kerajaan Aru telah terwujud pada kala ke-13, sebagaimana beberapa utusannya telah hingga ke Tiongkok, yaitu pertama di tahun 1282 dan 1290 pada zaman pemerintahan Kubilai Khan. ada kala ke-14, sebagaimana disebutkan dalam Negara Kertagama karangan Prapanca bahwa Harw (Aru) kemudian menjadi daerah vasal (bawahan) Kerajaan Majapahit, termasuk juga Rokan, Kampar, Siak, Tamiang, Perlak, Pasai, Kandis dan Madahaling.

Aru berhasil dikuasai Aceh dan Sultan Abdullah ditempatkan sebagai Wakil Kerajaan Aceh di Aru. Ratu Aru melarikan diri ke Melaka untuk meminta proteksi kepada Gubernur Portugis, Pero de Faria. Dengan bukti-bukti itu secara tertulis, terang Kerajaan Aru memang pernah wujud di Pantai Timur Sumatera paling tidak semenjak kala ke 13 hingga awal kala ke-16

Kesultanan Barus (Abad 1524-1668) M
Pada kala ke-14, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuk perdagangan di Pulau Sumatera. Tahun 1524, Kawasan Barus juga dikuasai oleh Raja-raja dari dua dinasti, yaitu Barus Hulu dan Barus Hilir. Barus Hulu yaitu Dinasti Pardosi yang berasal dari Toba, sedang Barus Hilir yaitu Dinasti Hatorusan yang berasal dari Tarusan, Minangkabau, keturunan Raja Pagarruyung. Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Posisi kesultanan ini kemudian menjadi vassal Aceh hingga tahun 1668.

Sejak kehadiran VOC pada tahun 1668, kedua raja ini mempunyai perilaku yang berbeda. Raja di Hulu menolak kehadiran VOC dan mengangkat setia kepada sultan Aceh, sedangkan Raja di Hilir menerimanya dan menentang monopoli Aceh di Barus. Pada kala ke-19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia-Belanda dan menjadi cuilan propinsi Sumatra's Weskust yang berpusat di Padang.

Kesultanan Deli (1632–1946)
Kesultanan Deli yaitu sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah berjulukan Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik sehabis berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.

Kerajaan Dharmasraya (1183–1347) M
Dharmasraya yaitu nama ibu kota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera. Nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya sehabis serangan Rajendra Chola I (raja Chola dari Koromandel) pada tahun 1025.

Kesultanan Samudera Pasai (1267–1521) M
Samudera Pasai, yaitu kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai kesannya runtuh sehabis serangan Portugal pada tahun 1521.

Kerajaan Pagaruyung (1347–1825) M
Pagaruyung yaitu kerajaan yang pernah berdiri di Sumatera, daerahnya terdapat di dalam provinsi Sumatera Barat sekarang. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri, sehabis ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak Belanda yang mengakibatkan daerah Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.

Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta santunan kepada Belanda untuk bekerja sama dalam melawan Kaum Padri.Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda. Kemudian sehabis Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum Padri, pada tahun 1824 Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.

Kerajaan Inderapura (1347–1792) M
Kerajaan Inderapura merupakan sebuah kerajaan yang berada di wilayah kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat sekarang, berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini pernah menjadi bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Walau pada praktiknya kerajaan ini berdiri sendiri serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya.Inderapura kesannya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura alasannya yaitu pertengkaran komandannya dengan Sultan Inderapura, kemudian Sultan Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824).

Kesultanan Palembang Darussalam (1550–1823) M
Berdirinya Kerajaan Palembang merupakan dampak atas penaklukan Kerajaan Sriwijaya oleh Majapahit pada tahun 1375 Masehi. Selepas penaklukan, ternyata Majapahit tidak sanggup mengontrol wilayah Sriwijaya dengan baik yang berakibat terjadinya dominasi oleh para saudagar dari Tiongkok di wilayah yang kini dikenal dengan nama Palembang itu. Kesultanan Palembang Darussalam yaitu suatu kerajaan Islam di Indonesia yang berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera Selatan sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan menjadi kerajaan Islam oleh Sri Susuhunan Abdurrahman, dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823.

Kesultanan Siak Sri Inderapura (1723–1945) M
Kesultanan Siak Sri Inderapura yaitu sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung. Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.

Kesultanan Pelalawan (1725–1946) M
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan yang kini terletak di Kabupaten Pelalawan, yaitu satu dari beberapa kerajaan yang pernah berkuasa di Bumi Melayu yang turut serta kuat dalam mewarisi budaya Melayu dan Islam di Riau. Diawali sekitar tahun 1725 M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang menyerang rakyat Tanjung Negeri semenjak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya (1686 - 1691 M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan Tanjung Negeri menjadi Kerajaan Pelalawan.

Kerajaan Sriwijaya (600-an–1100-an) M
Sriwijaya yaitu adalah salah satu kemaharajaan maritim yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi imbas di Nusantara. Kemaharajaan Sriwijaya telah ada semenjak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Kemunduran imbas Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.
Sumatera yaitu pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia Daftar Nama Kerajaan Di Pulau Sumatera

Kerajaan Inderagiri (1347–1945) M
Kerajaan Inderagiri merupakan sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri yang berada pada Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Sebelumnya kerajaan ini merupakan bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung dan sekaligus sebagai daerah pelabuhan. Kemudian kerajaan ini diperebutkan oleh Kesultanan Jambi, Kesultanan Siak, dan Kesultanan Aceh.

Sampai tahun 1515, menurut catatan perjalanan Tomé Pires dalam Suma Oriental daerah Indragiri masih disebutkan sebagai daerah pelabuhan raja Minangkabau, namun kerajaan ini diberi kebebasan mengatur urusan dalam dan luar negerinya sendiri. Wilayah kerajaan ini dilalui oleh Batang Kuantan (atau disebut juga Sungai Indragiri pada daerah hilirnya).

Kesultanan Jambi (1616-1906) M
Kesultanan Jambi yaitu kerajaan Islam yang berkedudukan di provinsi Jambi sekarang. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batang Hari. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. Pada 1616.

Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera sehabis Aceh dan pada 1670. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, sehabis perang dengan Johor dan konflik internal. Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, mengalah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Kesultanan Langkat (1568–1946) M
Kesultanan Langkat merupakan kerajaan yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sekarang. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo yang berjulukan Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal Kesultanan Langkat moderen.

Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada tahun 1946. Pada ketika itu banyak keluarga Kesultanan Langkat yang terbunuh, termasuk Tengku Amir Hamzah, penyair Angkatan Pujangga Baru dan pangeran Kesultanan Langkat.

Kesultanan Serdang (1723–1946) M
Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli sehabis sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Serdang ditaklukkan tentara Hindia Belanda pada tahun 1865. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani tahun 1907, Serdang mengakui kedaulatan Belanda, dan tidak berhak melaksanakan kekerabatan luar negeri dengan negara lain. Dalam insiden revolusi sosial di Sumatera Timur tahun 1946, Sultan Serdang ketika itu menyerahkan kekuasaannya pada pegawapemerintah Republik.

Kesultanan Asahan (1630–1946) M
Kesultanan Asahan yaitu sebuah kesultanan yang berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang kini menjadi Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kesultanan ini ditundukkan Belanda pada tahun 1865. Kesultanan Asahan melebur ke dalam negara Republik Indonesia pada tahun 1946. Raja Abdul Jalil, Sultan pertama Asahan merupakan putra Sultan Iskandar Muda. Asahan menjadi bawahan Kesultanan Aceh hingga awal kala ke-19.

Kesultanan Lingga (1824–1911) M
Kesultanan Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Lingga, Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah meliputi Kepulauan Riau dan Johor.Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah merupakan sultan pertama kerajaan ini. Kemudian pada tahun 3 Februari 1911, kesultanan ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda.

Kesultanan Peureulak (840–1292) M
Kesultanan Peureulak yaitu kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur. Sultan pertama Perlak yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan terakhir Perlak yaitu sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.

Kerajaan Tulang Bawang (Abad 4-6) M
Kerajaan Tulangbawang yaitu salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta wacana kerajaan ini. Sebab, ketika Kerajaan Sriwijaya berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.

Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan kala ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah berjulukan Fa-Hien (337-422), ketika melaksanakan
pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan berjulukan To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Sumatera.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel