Menjaga Nilai Luhur Warga Kampung Naga

Di masa globalisasi ini ternyata masih ada kelompok masyarakat yang berani menentukan dan menentukan perilaku untuk hidup berdampingan dengan alam dan menolak masuknya imbas negatif dari luar. Ternyata kita sanggup menentukan perilaku untuk menentukan mempertahankan nilai-nilai luhur yang kita anut
di masa globalisasi dikala ini. Seperti halnya masyarakat di Kampung Naga, sebuah kampung yang sangat populer di Jawa Barat alasannya kearifan lokalnya. Kampung Naga ini terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Kampung Naga merupakan sebuah kampung sopan santun yang masih lestari, di sini masyarakatnya masih memegang sopan santun tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar bila hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Mereka tetap menjaga warisan budaya leluhurnya. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun.

Menjaga Nilai Luhur
Bukan tanpa alasan. Warga di Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat, menentukan untuk tetap hidup dalam kesederhanaan. Tanpa listrik, tanpa lemari pendingin, tanpa hiburan elektronik dari televisi. Di kampung dengan sederet rumah seragam - berbilik bambu dan beratap rumbia - warga kampung naga tidak terusik dengan ramainya aneka macam hiburan televisi.

Tanpa listrik, kampung berangsur senyap sehabis matahari terbenam. Patuh pada petuah leluhur untuk setia pada kesederhanaan, memelihara kerjasama, serta dekat dengan alam, menciptakan warga Kampung Naga memutuskan untuk memilah masuknya imbas dari dunia luar. Dengan pertimbangan ini, banyak hal positif yang masih sanggup dipelihara oleh warga Kampung Naga.
 Di masa globalisasi ini ternyata masih ada kelompok masyarakat yang berani menentukan dan men Menjaga Nilai Luhur Warga Kampung Naga
Hidup tanpa listrik diawali dengan kesadaran untuk beraktivitas mengikuti putaran matahari, demi menjaga kebugaran tubuh. Bekerja semenjak matahari terbit sampai matahari terbenam dirasakan sudah cukup bagi tubuh. Tanpa lemari pendingin makanan, menjamin asupan masakan sehat yang diolah dari materi segar. Tanpa hiburan televisi sepanjang malam, anakanak sanggup berkonsentrasi untuk mengerjakan kiprah sekolahnya.

Mereka menyadari bahwa ada pula imbas dari luar yang baik bagi warga. Untuk itu, setiap pagi bawah umur tidak mengeluh lelah ketika mendaki 500 anak tangga untuk pergi berguru ke sekolah. Sebagian warga juga kerap mengikuti isu di layar televisi yang tersedia di luar kampung ketika ada
kejadian penting dunia yang perlu diketahui.

Dalam kesederhanaannya, warga Kampung Naga cerdas menyadari bahwa ada nilai-nilai luhur yang perlu dipelihara ketika membentengi diri dari imbas luar.

Jawab pertanyaan berikut!
  1. Apakah masyarakat Kampung Naga mencicipi manfaat globalisasi? Berikan contohnya! Masyarakat Kampung Naga mencicipi sedikit manfaat globalisasi. Contohnya dengan adanya televisi di luar perkampungan yang juga dinikmati oleh warga kampung.
  2. Bagaimana masyarakat Kampung Naga menyikapi perkembangan teknologi dan globalisasi? Sikap masyarakat Kampung Naga terhadap perkembangan teknologi dan globalisasi, yaitu mereka menentukan untuk membatasi imbas perkembangan teknologi. Mereka menentukan untuk hidup dengan alam.
  3. Apakah masyarakat Kampung Naga menerapkan perilaku hidup gotong royong? Berikan contoh! Masyarakat Kampung Naga menerapkan perilaku hidup gotong royong.
  4. Nilai-nilai apa yang sanggup dipelajari dari kehidupan masyarakat di Kampung Naga? Nilai-nilai apa yang sanggup dipelajari dari kehidupan masyarakat di Kampung Naga, yaitu mereka menentukan untuk tidak terpengaruh dengan arus globalisasi dan mereka bertanggungjawab dengan pilihannya. Mereka hidup dalam kesederhanaan dan dekat dengan alam, tanpa keluhan.

Ternyata kita sanggup menentukan perilaku untuk menentukan mempertahankan nilai-nilai luhur yang kita anut di masa global dikala ini. Seperti halnya masyarakat di Kampung Naga.  Di masa global ini, keberagaman antar warga masyarakat ialah modal untuk memperkokoh kehidupan bangsa kita.

Kehidupan mereka sanggup berbaur dengan masyarakat modern, beragama Islam, tetapi masih berpengaruh memlihara Adat Istiadat leluhurnya. Seperti aneka macam upacara adat, upacara hari-hari besar Islam contohnya Upacara bulan Mulud atau Alif dengan melakukan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang) Proses ini dimulai dengan mandi di Sungai Ciwulan.

Bentuk bangunan di Kampung Naga sama baik rumah, mesjid, patemon (balai pertemuan) dan lumbung padi. Atapnya terbuat dari daun rumbia, daun kelapa, atau injuk sebagi epilog bumbungan. Dinding rumah dan bangunan lainnya, terbuat dari anyaman bambu (bilik). Sementara itu pintu bangunan terbuat dari serat rotan dan semua bangunan menghadap Utara atau Selatan. Selain itu tumpukan kerikil yang tersusun rapi dengan tata letak dan materi alami merupakan ciri khas gara arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel