Pautan Dan Pindah Silang

Peristiwa inheritansi baik pada hewan, tumbuhan, maupun insan akan mengikuti pola-pola hereditas. Hereditas (Latin: heres atau jago waris) yakni pewarisan sifat yang mengikuti pola-pola tertentu. Beberapa pola insiden hereditas yakni pautan dan pindah silang. Gen berpautan merupakan gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama. Adapun pindah silang merupakan proses pertukaran segmen dari kromatid-kromatid dari sepasang kromosom homolog. Hal ini terjadi dalam proses pembelahan meiosis.

1. Pautan
Pautan yakni insiden gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama tidak sanggup memisahkan diri secara bebas ketika pembelahan meiosis. Bagian kromosom yang berperan dalam insiden pewarisan sifat keturunan yakni gen. Satu kromosom sanggup mengandung ratusan bahkan ribuan gen. Kondisi di mana dalam satu kromosom yang sama terdapat dua atau lebih gen inilah yang disebut tautan atau berangkai (linkage). Peristiwa ini pertama kali ditemukan oleh spesialis Genetika dan Embriologi dari Amerika, yakni Thomas Hunt Morgan pada tahun 1910.

Morgan menemukan keganjilan pada penelitian mengenai pewarisan sifat yang diturunkan pada lalat buah (Drosophila melanogaster). Lalat buah dipilih sebagai objek penelitiannya lantaran gampang dan cepat berkembang biak, jumlah kromosomnya hanya 4 pasang (8 kromosom) sehingga kromosomnya
gampang diamati dan dihitung, serta gampang dibedakan antara lalat jantan dan betina. Perbandingan fenotipe dan genotipe yang ditemukannya ternyata berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Mendel maupun perbandingan ibarat penyimpangan-penyimpangan aturan Mendel lainnya.
 yakni pewarisan sifat yang mengikuti pola Pautan dan Pindah Silang
Dalam percobaannya Morgan mengawinkan Drosophila betina dengan warna badan kelabu (B), sayap
panjang (V) dengan jantan warna badan hitam (b), sayap pendek (v). Dari persilangan itu, Morgan menerima persilangan F1 yang berwarna badan kelabu dan bersayap panjang. Jika pada F1 individu jantan ditestcross dengan induk resesif maka keturunannya hanya terdiri atas 2 kelas, yakni kelabu-panjang dan hitam-pendek dengan rasio fenotipe 1:1.

Jika b dan v atau B dan V merupakan alel yang terdapat pada pasangan kromosom yang berbeda, perhatikan persilangan di bawah ini!
Persilangan: Gen dan alel yang terletak pada pasangan kromosom yang berbeda
P Fenotipe:kelabu panjangXhitam pendek
Genotipe:BBVVbbvv
Gamet:BVbv
Kelabu Panjang Heterozigot
BbVv
F1 Ditestcross dengan induk resesif

BbVvXbbvv
Menghasilkan :
Gamet BVBvbVbv
bv BbVv
kelabu-bersayap panjang
Bbvv
kelabu-bersayap pendek
bbVv
hitam-bersayap panjang
bbvv
hitam-bersayap pendek

Jadi, seharusnya persilangan tersebut menghasilkan rasio fenotipe 1:1:1:1. Hal ini disebabkan kromosom yang mengandung alel B atau b dan alel V atau v yang pergi ke kutub atas atau bawah pada meiosis sama besar. Oleh lantaran itu, rasio macam gamet, baik kombinasi parental maupun rekombinannya sama. Tetapi, hal itu tidak terlihat pada hasil inovasi Morgan alasannya yakni BV dan bv tertaut dalam satu kromosom, sehingga ketika meiosis dihasilkan 2 variasi gamet BV dan bv. Turunan pertama atau F1 bergenotipe BbVv, berwarna kelabu-sayap panjang, terlihat ibarat pada persilangan
berikut ini.

Persilangan: Gen dan alel yang terletak pada pasangan kromosom yang berbeda
P Fenotipe:kelabu panjangXhitam pendek
Genotipe:BBVVbbvv
Gamet:BVbv
Kelabu Panjang
BbVv
F1 Ditestcross dengan induk resesif
F1 BbVvXbbvv
Menghasilkan :
Gamet BV--bv
bv BbVv
kelabu-bersayap panjang
--bbvv
hitam-bersayap pendek

Rasio fenotipe hasil testcross ialah kelabu-sayap panjang : hitam-sayap pendek 1:1. Ini berarti macam gamet rekombinan tidak muncul, alasannya yakni b bertaut V, b bertaut v, sehingga gamet yang dihasilkan F1 hanya BV dengan bv. Karena rasio gamet BV dengan bv 1:1 maka rasio fenotipe hasil testcross. Bbvv : bbvv = lalat buah kelabu-sayap panjang : hitam-sayap pendek = 1:1. Penemuan Morgan ini menunjukkan bahwa gen BV dan bv bukan terletak pada kromosom berbeda, tetapi pada kromosom yang sama, artinya bertaut.

2. Pindah Silang.
Peristiwa pindah silang selain ditemukan oleh Morgan, juga dilaporkan oleh G. N. Collins dan J. H. Kemton pada tahun 1911. Pada insiden meiosis, kromatid yang berdekatan dari kromosom homolog tidak selalu berjajar berpasangan dan beraturan, tetapi kadang kala saling melilit satu dengan lainnya. Hal ini menjadikan sering terjadi sebagian gen-gen suatu kromatid tertukar dengan gen-gen kromatid homolognya. Peristiwa ini disebut dengan pindah saling atau crossing over.

Pada gambar di bawah menunjukkan terjadinya pembelahan meiosis. Sel-sel yang mengadakan pembelahan bergenotipe AaBb. Gen A bertaut dengan gen B, sedangkan gen a bertaut dengan gen b. Apabila tidak terjadi insiden pindah silang maka sel-sel anakan yang terbentuk akan memiliki susunan gen AB dan ab dengan rasio 50%:50% atau 1:1 yang semuanya terdiri atas kombinasi parental (KP). Tetapi, apabila sebagian sel yang membelah mengalami pindah silang maka di samping kombinasi parental, akan terbentuk pula rekombinan atau kombinasi gres (RK) yang frekuensinya masing-masing ditentukan oleh frekuensi sel yang mengalami pindah silang.

Selama meiosis, pindah silang sanggup terjadi antara gen-gen dalam kromosom yang sama. Jumlah pindah silang yang terjadi tergantung pada jarak antara gen-gen itu, ibarat tampak pada gambar.
 yakni pewarisan sifat yang mengikuti pola Pautan dan Pindah Silang
Pada gambar di atas terlihat bahwa sel yang mengalami pindah silang sebanyak 20% dari jumlah sel yang membelah. Hal ini berarti 80% sel lainnya tidak mengalami pindah silang, sehingga kombinasi sel gamet yang dihasilkan sanggup dihitung sebagai berikut.
Keterangan:
  1. Untuk kelompok sel yang tidak mengalami pindah silang yaitu sebanyak 80%. Setiap sel yang membelah dalam kelompok ini akan menghasilkan 4 sel gres yang haploid. Sel gres ini terdiri atas 2 macam kombinasi, yaitu AB dan ab, dengan rasio 50% AB : 50% ab. Makara frekuensi gamet AB=50% x 80%=40% dan frekuensi gamet ab=50% x 80%=40%.
  2. Untuk kelompok sel yang mengalami pindah silang, yaitu sebanyak 20%, setiap selnya menghasilkan 4 sel gamet gres dengan kombinasi AB, Ab,aB terbentuk lantaran adanya insiden pindah silang.

Berdasarkan hal tersebut maka frekuensi masing-masing kombinasi yakni sebagai berikut:
AB = 25% x 20% = 5% ;
Ab = 25% x 20% = 5%
aB = 25% x 20% = 5% ;
ab = 25% x 20% = 5%
Apabila insiden a dan b digabungkan, maka akan dihasilkan macam dan frekuensi kombinasi sebagai berikut:
  1. AB = 40% + 5% = 45% ; Ab = 40% + 5% = 45%
  2. AB dan ab yang merupakan kombinasi parental (KP), frekuensinya 90%. Ab = 5% ; aB = 5%
  3. Ab dan aB yang merupakan kombinasi gres atau rekombinan (RK), frekuensinya 5%.
Apabila dalam insiden tautan tidak terjadi pindah silang, maka semua susunan gen pada sel gametnya merupakan kombinasi parental, tetapi apabila dalam insiden ini terjadi pindah silang maka susunan gen pada sel gametnya terdiri atas 2 jenis yakni kombinasi parental dan dihasilkan F1 ada 4 macam, yaitu AB, ab, Ab, dan aB. AB dan ab merupakan kombinasi parental, sedangkan Ab dan aB merupakan rekombinan.

Pada insiden pindah silang ini frekuensi kombinasi parental (KP) lebih dari 50% dan frekuensi rekombinan (RK) kurang dari 50%. Kombinasi gres atau rekombinan yang terbentuk pada insiden pindah silang frekuensinya selalu lebih kecil daripada kombinasi parental (RK<KP).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel