Latihan Menulis Struktur Cerita

Penulisan naskah lakon sedikit berbeda dengan penulisan cerpen dan novel. Naskah lakon mengutamakan obrolan atau percakapan antartokoh dalam penuturan cerita. Dari percakapan antartokoh itulah pembaca sanggup menangkap isi cerita. Lakon kadang dibagi menjadi beberapa babak sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa dari kehidupan para tokoh. Setiap babak mengisahkan suatu peristiwa, waktu, dan daerah tertentu. Setiap babak terdapat adegan-adegan yang menggambarkan tabiat dari para tokoh dalam lakon tersebut. Untuk menyusun naskah lakon, yang dibutuhkan mula-mula yakni gagasan. Gagasan atau wangsit dalam menulis lakon, yakni hasil perenungan dan pemikiran.

A. Latihan menulis Lakon
Naskah lakon atau dongeng atau juga biasa disebut dengan skenario yakni unsur pertama yang berperan sebelum hingga ke tangan sutradara dan para pemeran. Naskah lakon bisa berdiri sendiri sebagai bacaan berupa buku dongeng atau karya sastra. Naskah lakon merupakan penuangan dari wangsit dongeng ke dalam alur dongeng dan susunan lakon. Seorang penulis lakon dalam proses berkarya biasanya bertolak dari tema cerita. Tema tersebut disusun menjadi sebuah dongeng yang terdiri dari peristiwa-peristiwa yang mempunyai alur yang jelas, dengan ukuran dan panjang yang diperhitungkan berdasarkan kebutuhan sebuah pertunjukkan. Meskipun sebuah naskah lakon bisa ditulis sekehendak penulis, namun harus tetap memperhitungkan atau berpegang pada asas keutuhan (unity).

Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, intinya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema (dasar pemikiran atau gagasan, wangsit penulis untuk disampaikan kepada penonton), plot (kejadian atau insiden yang saling menkait), seting (latar tempat, suasana, dan waktu cerita), dan tokoh (peran yang terlibat dalam kejadian-kejadian lakon).
 Penulisan naskah lakon sedikit berbeda dengan penulisan cerpen dan novel Latihan Menulis Struktur Cerita
Akan tetapi naskah lakon yang harus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur tersebut pertama kali dirumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima potongan besar yaitu eksposisi atau pemaparan, komplikasi, klimaks, anti titik puncak atau resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima potongan tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik. Struktur lakon yang lebih sederhana terdiri dari pemaparan, konflik, dan penyelesaian.

1. Tema
Tema merupakan gagasan dongeng atau wangsit dongeng yang menjadi dasar atau inti dongeng yang akan ditulis oleh seorang penulis. Ide dongeng bisa darimana saja dan kapanpun sanggup muncul dalam pikiran seorang penulis. Ide dongeng tidak perlu dicari ke mana-mana, lantaran wangsit tersebut bergotong-royong tersebar dimana-mana di sekitar lingkungan kita tinggal. Asalkan bisa menangkap dan mengolah wangsit tersebut menjadi sebuah cerita. Metode atau cara untuk mendapatkan wangsit dongeng yakni dengan mengamati semua hal yang ada di sekitar kita. Proses pengamatan ini akan memunculkan kesadaran dalam diri dan pikiran kita.

Tema juga disebut dengan muatan intelektual dalam sebuah permainan. Andi Asmara (1979 : 65) menyebut tema sebagai premis yaitu rumusan intisari dongeng sebagai landasan ideal dalam memilih arah tujuan cerita. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa tema yakni wangsit dasar, gagasab atau pesan yang ada dalam naskah lakon dan tema ini memilih arah jalannya cerita.

Fani dan Gina sedang menangis, dengan bunyi yang tidak lezat didengar dan dengan komposisi yang sedap dipandang..
Hana:(muncul tertegun, mendekati kedua temannya) Ada apa ini Fani, Gina? mengapa? Katakanlah, saiapa tahu saya bisa membantu. Ayolah Fani, apa yang terjadi? Ayolah Gina, hentikan sebentar tangismu!
Fani dan Gina tidak menggubris Hana. Mereka terus menangis secara memilukan.
Hana:Ya Tuhan! Duka macam apa yang kaubebankan kepada kedua temanku ini? Dan apa yang harus saya lakukan apabila saya tidak tahu sama sekali kasus semacam ini? Fani, Gina sudahlah kita memang perempuan sejati tanpa ada seorangpun yang mearagukan, dan oleh lantaran itu kita mempunyai hak istimewa untuk menangis. Namun apapun persoalanya dihentikan membiarkan sahabat kebingungan, sementara kalian berdua menikmati indahnya tangisan. Ayolah hentikan tangisan kalian. Kalau tidak, ini akan dianggap sebagai penghinaan dan sekaligus mengancam kelangsungan persahabatan kita.

2. Plot
Plot atau alur yakni rangkaian insiden yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakan jalan dongeng melalui perumitan (penggawatan atau komplikasi) ke arah titik puncak dan selesaian. Rikrik El Saptaria (2006 : 47) mengemukakan bahwa plot merupakan rangkaian insiden yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan aturan lantaran akibat. Plot disusun oleh pengarang dengan tujuan untuk mengungkapkan buah pikiran yang secara khas. Pengungkapan ini melalui jalinan insiden yang baik sehingga membuat  dan bisa menggerakan alur dongeng itu sendiri.

Ada sebagian orang yang menyebut plot sebagai kerangka cerita, lantaran terdiri dari peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung dalam cerita. Peristiwa-peristiwa tersebut membuat sebuah rangkaian dan menjalankan gerak dongeng hingga dengan selesai cerita. Peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut terjadi lantaran hubungan lantaran akibat, insiden yang satu merupakan akhir dari insiden yang lain. Kerangka konflik dalam dongeng yang paling sederhana hanya terdiri dari pemaparan, konflik, dan penyelesaian atau awal, tengah, dan akhir. 
  1. Pemaparan atau awal biasanya hanya berisi klarifikasi atau perkenalan peran-peran yang ada dalam dongeng tersebut, lokasi atau daerah insiden peistiwa, waktu insiden itu berlangsung. Bagian awal atau pemaparan terkadang sudah memunculkan kasus yang dihadapi oleh peran-peran yang ada, dan bagaimana mencari cara menuntaskan kasus tersebut.
  2. Bagian tengah atau konflik berisi kejadian-kejadian yang saling terkait dan kasus pokok yang disajikan kepada penonton. Masalah-masalah ini membutuhkan penyelesaian atau tanggapan untuk menyelesaikannya. Peristiwa-peristiwa pada potongan tengah ini seharusnya dibentuk semenarik mungkin sehingga membentuk jalinan insiden yang indah. pada potongan ini juga terjadi rintangan-rintangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh tugas protagonis serta perlawanan yang dilakukan oleh tugas antagonis. Keinginan-keinginan tugas protagonis dihalang-halangi bahkan digagalkan oleh tugas antagonis. Saling menyerang dan menghalangi antar tugas inilah yang menarik pada potongan tengah atau konflik ini.
  3. Bagian selesai dongeng taua epilog berisi wacana penyelesaian cerita, dimana semua pertanyaan-pertanyaan dan kasus menemukan tanggapan dan penyelesaiannya. Pertanyaan-pertanyaan penonton terhadap jalanya dongeng juga terjawab dan penonton diharapkan mendapatkan pelajaran san pencerahan dari dongeng yang disajikan tersebut. Pada potongan selesai tidak perlu disimpulkan atau diinformasikan penyelesaian dongeng itu kepada penonton dan biarkan penonton mendapatkan jawabannya sendiri dan merenungkan apa yang sudah dilihat dan didengar.

3. Latar Cerita Atau Setting
Menuliskan latar dongeng yakni menuliskan citra situasi daerah kejadian, citra daerah insiden dan waktu terjadinya insiden yang akan ditulis menjadi latar cerita. Situasi, daerah dan waktu yang menjadi latar dongeng bisa saja dari hasil imajinasi, tetapi juga bisa merupakan hasil observasi dan eksplorasi dalam kehidupan sehari-hari. Observasi sanggup dilakukan dengan mengamati sebuah lingkungan keseharian yang bisa mendukung hasil rancangan. Hasil pengamatan tersebut kemudian ditulis secara detail sesuai dengan apa yang dilihat, disengar, dirasakan, dan dibaui. Proses observasi ini sekaligus mengeksplorasi tempatnya. Tempat tersebut bisa sepi, ramai, bising, situasi yang sibuk, mencekam, koroe, dan bau. Semua itu hasil eksplorasi dan observasi dicatat dan bisa menjadi materi latar dongeng yang akan ditulis.

Penggambaran dongeng ini akan berbeda-beda setiap orang, lantaran sudut pandang yang dipakai juga berbeda. Selain itu juga sangat dipengaruhi oleh kepekaan jiwa penulis. Misalnya dikala mengamati sebuah taman kota, orang bisa menuliskan segalanya apay yang dilihat, apa yang disengar, dan apa yang dibaui. Tetapi bagi sebagian lain, bisa saja menuliskan apa yang dirasakan, dan itu akan mempengaruhi hasil pengamatannya. Untuk mempersiapkan latar dongeng perlu dituliskan dan dideskripsikan sebanyak mungkin hasil pengamatan dan eksplorasi dari beberapa tempat. Jangan hanya menuliskan suasana dan daerah tersebut dalam satu kata lantaran akan memunculkan tafsir yang berbeda.

Asdiarti:Maka kita gelisah, lantaran bergotong-royong kita tidak pernah mengerti nasib kita yang akan datang.
Yanti:Dan persoalannya yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan yang kita terima di sekolah kini ini.
Asdiarti:Kau mau? (mengeluarkan sebatang r*kok)
Yanti:(menerima dan meletakannya di atas meja)
Asdiarti:Ambilah, simpanlah di tasmu. Jangan hingga kelihatan guru kita.

4. Tokoh Cerita
Peran yakni makhluk hidup yang mempunyai hidup dan kehidupan dalam dunia lakon hasil dari imajinasi seorang penulis. Peran tersebut harus hidup, dalam artian mempunyai dimensi kehidupan atau mempunyai karakter. Karakter tersebut bisa saja jahat, baik, bodoh, jenius, kaya, miskin, dan lain-lain. Tugas seorang penulis lakon yakni mendeskripsikan secara ringkas peran-peran tersebut. Karena tugas tersebut hidup, contohnya nama, umur, jenis kelamin, bentuk fisik, jabatan dan sisi kejiwaannya. Hal penting sebagai citra awal bagi seorang calonpemeran dikala hendak memainkan tugas tersebut.

Untuk mencari citra tugas yang hendak ditulis, seorang penulis lakon bisa melaksanakan observasi, baik dari kehidupan keseharian atau yang ada dilingkungan sekitarnya., maupun dari kenangan yang pernah dialaminya. Lakukan observasi dan tulis secara detail tugas tersebut. Susun semua tugas tersebut dalam satu susunan tugas yang akan mengisi kehidupan dunia lakon. Detail yang harus dideskripsikan ialah bagaimana tokoh mengenakan pakaian, bersamaan dengan itu juga bagaimana profil kepribadian tokoh dengan mengacu kepada sejarah singkat kehidupannya.

Langkah selanjutnya yakni meletakkan tugas yang telah ditulis dan dideskripsikan tersebut ke dalam latar dongeng yang telah dibuat. Peran dituliskan secara sederhana dengan acara yang spesifik, contohnya seorang bapak sebagai guru yang dibenci siswanya. Penjelasan lebih detail bisa dimasukkan dalam obrolan yang akan diucapkan oleh peran-peran yang ada dalam lakon tersebut.

Buatlah tugas tersebut menjadi hidup, dengan membuatnya berbicara atau bereaksi. Membuat tugas bicara dilakukan dengan mempertemukan dua tugas atau lebih dalam satu suasana dan kasus yang telah dirancang. Buatlah konflik antar tugas dan konflik itu bisa sangat sederhana dan bisa juga sangat rumit. Konflik sederhana bisa terjadi lantaran adanya kesalahpahaman yang berakhir dengan kerumitan dan penyelesaian. Peran bisa hidup lantaran penulis membuat rintangan-rintangan terhadap impian tugas tersebut. Dengan adanya rintangan, tugas tersebut akan membuat dan mencari strategi yang dirasakan aktual atau bisa dilakukan, juga akan membuat obrolan yang wajar.

Lurah:Saya mesti tetap memikirkannya, Pak Jagabaya. Sebagai seorang lurah, saya tidak akan berdiam diri menghadapi kasus ini.
Jagabaya:Tapi, maaf Pak Lurah, saya merasa tindakan Pak Lurah dalam menghadapi kasus ini kurang tegas. Maaf, Pak Lurah kurang cak-cek, kurang cepat.
Lurah:Memang saya sadari saya kurang tegas dalam hal ini. Ini saya sadari betul, Pak Jagabaya. Tapi tindakan saya yang kurang sempurna ini sebetulnya bukan berarti apa-apa. Terus terang dalam menghadapi kasus ini saya tidak mau grasa-grusu.
Jagabaya:Memang tidak perlu grasa-grusu, Pak Lurah. Tapi, tidak grasa-grusu bukan berarti pula membisu saja dan hanya plompang-plompong menunggu berita. Pak Lurah kan tinggal memperlihatkan perintah atau izin kepada saya untuk mengadakan ronda malam setiap malam.

B. Latihan menulis Cerita
Untuk sanggup menulis naskah drama yang baik dan menarik, dibutuhkan latihan dan pemahaman wacana unsur-unsur yang sanggup membangun sebuah naskah drama.

a. Pemaparan
Pemaparan berisi wacana keterangan-keterangan tokoh, masalah, tempat, waktu atau pengantar situasi awal lakon. Pada potongan pemaparan ini juga mulai ditampilkan potongan yang mengarah pada perwujudan tema. Bagian-bagian tersebut dibungkus sedemikian rupa sehingga tidak nampak dengan jelas, tetapi penonton atau pembaca sudah bisa memperkirakan arah dan keseluruhan insiden dalam lakon. Dalam penyusunan pemaparan ini sebaiknya sudah mengandung konflik atau yang mengarah pada konflik yang terjadi tetapi masih dalam keseimbangan lakon.

Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas waktu pagi hari. Tampak di sana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.Pengenalan latar pentas
Seorang cowok pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Anton namanya. Ia yakni pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Rini, sekretaris redaksi duduk di kursuPengenalan para tokoh
Waktu itu hari Minggu, Anton tampak kusut, wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia buru-buru ke sekolah lantaran mendengar gosip dari Wilar, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding mereka dibredel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Trisno mengejek pak Kusno, guru karate.Pengungkapan masalah

b. Penggawatan
Pada potongan penggawatan ini dituliskan kasus dalam potongan pemaparan yang sudah diganggu adanya bibit-bibit permasalahan dan kepentingan. Bibit kasus ini akhir dari pemikiran-pemikiran tugas atau agresi tugas terhadap keinginannya. Untuk pertama kalinya tugas antagonis bertemu dengan tugas protagonis membangun konflik, akhir kontradiksi antar tugas tersebut. Konflik ini dibangun dan dijalin dalam insiden yang semakin gawat hingga mencapai klimaks. Kaprikornus potongan penggawatan ini bergotong-royong badan paling penting dari lakon, lantaran jikalau potongan penggawatan ini lemah, maka lakon secara keseluruhan akan terasa lemah.

Anton:Tapi masih ada satu bahaya.
Rini:Bahaya apaan ?
Kardi:Nasib karikaturis kita itu?
Anton:Bisa jadi ia akan celaka.

c. Klimaks
Selama ini ada pemikiran yang sedikit keliru, bahwa titik puncak yakni pucak dari ketegangan lakon. Padahal titik puncak yakni titik paling ujung dari perselisihan antara tugas antagonis dan tugas protagonis. Ketika pada titik ini, konflik sudah tidak bisa dibentuk rumit lagi dan konflik tersebut harus diakhiri. Dengan berakhirnya konflik maka akan ada pihak yang dikalahkan atau dihancurkan, pihak mana yang dikalahkan tergantung dari konsep dan visi seorang penulis lakon.
Trisno:Aku bilang, wangsit itu....
Anton:Ide Anton?
Trisno:Ide Albertus Sutrisno sang pelukis ! Dengar?
Rini:Tapi kaubilang sudah ada persetujuan dari Pimpinan Redaksi?
Trisno:Aku bilang bahwa tanpa sepengetahuan anton, saya pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar?
Kardi:Edaaaan, Pahlawan tenan iki.
Anton:Kenapa kamu bilang begitu, Manghina aku, Tris? Aku yang suruh kamu melukis itu. Aku penanggungjawabnya. Akulah yang mesti digantung....bukan kau!

d. Peleraian
Bagian peleraian berisi wacana alternatif-alternatif tanggapan dari permasalahan hingga terjadinya konflik antara tugas protagonis dan tugas antagonis. Bentuk alternatif tanggapan ini dihentikan diwujudkan secara nyata atau terbaca dengan mudah. Kalau alternatif tanggapan ini dibentuk secara nyata dan tiba-tiba, maka akan melemahkan titik puncak yang telah dibentuk menjadi tidak berarti. Peleraian ini harus disusun dengan cermat dan tidak mengurangi ketercekaman yang terjadi pada klimaks, tetapi lama-kelamaan semakin menurun.

e. Penyelesaian
Penyelesaian berisi wacana jawaban-jawaban yang menjadi permasalahan antara tugas protagonis dengan tugas antagonis. Fungsi peleraian yakni mengembalikan keadaan ibarat pada awal dongeng lakon, lantaran segala kasus sudah terjawab. Penyelesaian juga merupakan potongan selesai dari dongeng lakon.
Anton:Kau ketemu ia pagi ini?
Wilar:Dia mau!
Anton:Mau ?
Rini:Mau?
Wilar:Jelas. Malah ia bilang begini. Aku wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggungjawab atas perbuatan kalian terhadap Pak Kusno. Tapi kalian dihentikan bertindak sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke Bapak Kepala Sekolah. Aku akan menjelaskan bahwa Pak Kusno memang kurang beres. Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri-sendiri, main corat-coret, atau membikin onar, kalian akan saya laporkan ke polisi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel