Diplomasi Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Sunday, August 30, 2020
Edit
Sebagai negara yang gres merdeka Indonesia banyak menghadapi duduk kasus di banyak sekali sektor. Kedatangan kembali Belanda mewarnai perjalanan Indonesia di awal proklamasi. Kontak fisik yang banyak mengakibatkan korban di kedua belah pihak menciptakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut campur tangan terhadap duduk kasus Indonesia-Belanda. Perjuangan diplomasi dilakukan dengan impian segera tercapai kesepakatan antara dua pihak. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan juga dilakukan di meja negosiasi atau usaha diplomasi.
PBB berperan besar dalam upaya mencari penyelesaian pertikaian antara Indonesia dan Belanda. Ketika Belanda melancarkan AgresiMiliter I tahun 1947, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk dikirim ke Indonesia. Tanggal 1Agustus 1947 DK PBB mengeluarkan resolusi semoga Belanda dan Indonesia menghentikan tembak menembak.
Pada tanggal 17 Agustus 1947, pihak Indonesia dan Belanda sepakat mengadakan gencatan. Pada tanggal 25 Agustus seruan Amerika Serikat semoga dikirim Komisi Tiga Negara (KTN) diterima oleh PBB. Komisi Tiga negara segera dibuat dengan anggotanya sebagai berikut.
Pada tanggal 26 Oktober 1947 anggota Komisi Tiga Negara tiba di Jakarta. Mereka yaitu :
Tugas-tugas KomisiTiga Negara yaitu sebagai berikut :
Komisi Tiga Negara hasilnya sanggup mempertemukan kembali Indonesia dan Belanda dalam meja Perundingan Renville. Perjanjian Renville mengakibatkan wilayah RI makin sempit. Dalam hal ini Jawa tinggal setengahnya, sedangkan Sumatera tinggal empat per limanya.
Resolusi Dewan Keamanan PBB
Karena tindakannya melancarkan aksi militer II, Belanda banyak mendapatkan kecaman di PBB alasannya melanggar isi Perundingan Renville. Pada tanggal 28 Januari 1948, DK PBB kembali mengeluarkan resolusi yang isinya sebagai berikut :
Konferensi Asia di New Delhi
Tindakan Belanda melancarkan aksi ke Yogyakarta juga mengundang reaksi keras dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Reaksi keras itu diwujudkan dalam penyelenggaraan Konferensi Asia di New Delhi. Konferensi ini diprakarsai oleh PM India Pandit Jawaharlal Nehru dan PM Burma U Aung San. Konferensi Asia di New Delhi berlangsung antara tanggal 20 s.d 25 Januari 1949. Keputusan penting wacana Indonesia yang dihasilkan yaitu sebagai berikut :
Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan Hooge Veluwe dilaksanakan antara tanggal 14 s.d 21 April 1946 di Hooge Veluwe, Belanda. Perundingan Hooge Veluwe ini gagal, alasannya delegasi Belanda tidak berpijak pada kesepakatan tanggal 27 Maret 1946 yang telah disetujui bersama oleh Sjahrir-Van Mook.
Perundingan Linggajati
Kegagalan Perundingan Hooge Veluwe menciptakan mediator Clark Keer digantikan oleh Lord Killearn. Lord Killearn hasilnya berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda kembali dalam suatu negosiasi di Linggarjati tanggal 10 Nov 1946, RI diwakili Sutan Syahrir, Belanda oleh Schermerhorn, & penengah Lord Killearn (Inggris). Perundingan Linggarjati menghasilkan pokok-pokok kesepakatan sebagai berikut :
Perundingan Renville
KTN berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja negosiasi pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak USS Renville. Wakil RI Amir Syarifuddin; Wakil Belanda: R. Abdulkadir Wijoyoatmodjo. Hasil negosiasi antara lain sebagai berikut.
Secara umum hasil tersebut sangat merugikan RI. Pada tanggal 18 Des 1948 Belanda merasa tidak terikat Renville lagi, sehingga besoknya melaksanakan Agresi Militer II dengan menyerbu & menduduki Yogyakarta. Pada ketika itu, para tokoh nasional : Soekarno, M.Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, & AK. Pringodigdo diasingkan Belanda ke tempat yang berbeda semoga terisolasi serta tak sanggup saling kontak.
Perlawanan di luar kota dipimpin Jenderal Soedirman. Pada ketika itu ada insiden populer Serangan Umum Satu Maret 1949 yang berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam dipimpin Letkol. Soeharto utk memperlihatkan bahwa Tentara Nasional Indonesia masih ada, keberhasilan tersebut didukung alasannya tunjangan Sultan Hamengkubuwono IX.
Perundingan Roem Royen
PBB membentuk UNCI (United Nations Comisssion for Indonesia) atau Komisi untuk Indonesia (Diketuai : Merle Cochran-AS) yang bertujuan mempertemukan Indonesia (Diwakili : Muh.Roem) & Belanda (diwakili : Dr.van Royen) dimulai 17 April 1949. Pada 7 Mei 1949 tercapai persetujuan dengan nama : Roem-Royen Statements.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
KMB Merupakan puncak usaha Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan yang terus diusik Belanda. Setelah berhasil menuntaskan masalahnya sendiri melalui konferensi Inter-Indonesia, bangsa Indonesia telah siap menghadapi KMK. MB berlangsung tanggal 23 Agustus hingga dengan tanggal 2 November 1949 di Den Haag Belanda.
Republik Indonesia dipimpin oleh Drs.Moh. Hatta, sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh Mr. Van Maarseveen sedang UNCI diwakili oleh Chritchley. Setelah berlarut-larut tercapai persetujuan sebagai berikut.
Tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Serikat. Penyerahan dan sekaligus legalisasi kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu:
PBB berperan besar dalam upaya mencari penyelesaian pertikaian antara Indonesia dan Belanda. Ketika Belanda melancarkan AgresiMiliter I tahun 1947, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk dikirim ke Indonesia. Tanggal 1Agustus 1947 DK PBB mengeluarkan resolusi semoga Belanda dan Indonesia menghentikan tembak menembak.
Pada tanggal 17 Agustus 1947, pihak Indonesia dan Belanda sepakat mengadakan gencatan. Pada tanggal 25 Agustus seruan Amerika Serikat semoga dikirim Komisi Tiga Negara (KTN) diterima oleh PBB. Komisi Tiga negara segera dibuat dengan anggotanya sebagai berikut.
- Belgia, atas tunjukkan Belanda.
- Australia, atas tunjukkan Indonesia,
- Amerika Serikat, atas tunjukkan Belgia dan Australia.
Pada tanggal 26 Oktober 1947 anggota Komisi Tiga Negara tiba di Jakarta. Mereka yaitu :
- Frank Graham dari Amerika Serikat,
- Richard Kirby dari Australia, dan
- Paul van Zeeland dari Belgia.
Tugas-tugas KomisiTiga Negara yaitu sebagai berikut :
- Mengawasi secara pribadi penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi PBB.
- Memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh Tentara nasional Indonesia.
Komisi Tiga Negara hasilnya sanggup mempertemukan kembali Indonesia dan Belanda dalam meja Perundingan Renville. Perjanjian Renville mengakibatkan wilayah RI makin sempit. Dalam hal ini Jawa tinggal setengahnya, sedangkan Sumatera tinggal empat per limanya.
Resolusi Dewan Keamanan PBB
Karena tindakannya melancarkan aksi militer II, Belanda banyak mendapatkan kecaman di PBB alasannya melanggar isi Perundingan Renville. Pada tanggal 28 Januari 1948, DK PBB kembali mengeluarkan resolusi yang isinya sebagai berikut :
- Penghentian semua operasi militer oleh Belanda dan penghentian acara gerilya oleh Republik, kedua pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.
- Pembebasan dengan segera dengan tidak bersyarat semua tahanan politik di dalam, tempat Republik oleh Belanda semenjak tanggal 19 Desember 1949.
- Belanda harus memberi kesempatan kepada pemimpin-pemimpin RI untuk kembali ke Yogyakarta.
- Perundingan-perundingan akan dilaksanakan dalam waktu secepatnya-cepatnya.
- Komisi Tiga negara diganti namanya menjadi Komisi PBB untuk Indonesia atau UNCI (United Nations Commission for Indonesia).
- Melancarkan perundingan-perundingan untukmegurus pengembalian kekuasaan kepada pemerintah republik.
- Mengajukan usul-usul yang sanggup mempercepat terjadinya penyelesaian.
Konferensi Asia di New Delhi
Tindakan Belanda melancarkan aksi ke Yogyakarta juga mengundang reaksi keras dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Reaksi keras itu diwujudkan dalam penyelenggaraan Konferensi Asia di New Delhi. Konferensi ini diprakarsai oleh PM India Pandit Jawaharlal Nehru dan PM Burma U Aung San. Konferensi Asia di New Delhi berlangsung antara tanggal 20 s.d 25 Januari 1949. Keputusan penting wacana Indonesia yang dihasilkan yaitu sebagai berikut :
- Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta.
- Pembentukan pemerintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan duduk kasus politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1950.
- Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia.
- Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan Hooge Veluwe dilaksanakan antara tanggal 14 s.d 21 April 1946 di Hooge Veluwe, Belanda. Perundingan Hooge Veluwe ini gagal, alasannya delegasi Belanda tidak berpijak pada kesepakatan tanggal 27 Maret 1946 yang telah disetujui bersama oleh Sjahrir-Van Mook.
- Tanggal 2 Mei 1946, Dr. H.J Van Mook kembali mengusulkan Indonesia akan dijadikan Negara Commonwealth & duduk kasus dalam negeri diurus Indonesia, tapi urusan luar negeri diurus pemerintah Belanda.
- RI punya proposal balasan, RI berkuasa atas Jawa, Madura, Sumatera ditambah dengan daerahdaerah yang dikuasai oleh tentara Inggris dan Belanda.
Perundingan Linggajati
Kegagalan Perundingan Hooge Veluwe menciptakan mediator Clark Keer digantikan oleh Lord Killearn. Lord Killearn hasilnya berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda kembali dalam suatu negosiasi di Linggarjati tanggal 10 Nov 1946, RI diwakili Sutan Syahrir, Belanda oleh Schermerhorn, & penengah Lord Killearn (Inggris). Perundingan Linggarjati menghasilkan pokok-pokok kesepakatan sebagai berikut :
- Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia yang mencakup Jawa, Sumatera dan Madura.
- Republik Indonesia dan Belanda akan berhubungan membentuk Republik Indonesia Serikat.
- Republik Indonesia Serikat dan Belanda bersatu dalam Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perundingan Renville
KTN berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja negosiasi pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak USS Renville. Wakil RI Amir Syarifuddin; Wakil Belanda: R. Abdulkadir Wijoyoatmodjo. Hasil negosiasi antara lain sebagai berikut.
- Belanda akan tetap berkuasa di Indonesia hingga ketika penyerahan kedaulatan kepada RIS.
- Kedudukan RIS sejajar dengan Belanda.
- RI merupakan bab dari RIS
- Pasukan RI harus ditarik dari tempat pendudukan yang berhasil direbutnya dari tangan Belanda.
- RI harus mengakui tempat yang berhasil diduduki Belanda semenjak aksi militer pertama Belanda.
Secara umum hasil tersebut sangat merugikan RI. Pada tanggal 18 Des 1948 Belanda merasa tidak terikat Renville lagi, sehingga besoknya melaksanakan Agresi Militer II dengan menyerbu & menduduki Yogyakarta. Pada ketika itu, para tokoh nasional : Soekarno, M.Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, & AK. Pringodigdo diasingkan Belanda ke tempat yang berbeda semoga terisolasi serta tak sanggup saling kontak.
Perlawanan di luar kota dipimpin Jenderal Soedirman. Pada ketika itu ada insiden populer Serangan Umum Satu Maret 1949 yang berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam dipimpin Letkol. Soeharto utk memperlihatkan bahwa Tentara Nasional Indonesia masih ada, keberhasilan tersebut didukung alasannya tunjangan Sultan Hamengkubuwono IX.
Perundingan Roem Royen
PBB membentuk UNCI (United Nations Comisssion for Indonesia) atau Komisi untuk Indonesia (Diketuai : Merle Cochran-AS) yang bertujuan mempertemukan Indonesia (Diwakili : Muh.Roem) & Belanda (diwakili : Dr.van Royen) dimulai 17 April 1949. Pada 7 Mei 1949 tercapai persetujuan dengan nama : Roem-Royen Statements.
- Tentara Indonesia akan menghentikan semua acara gerilya
- Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
- Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
- Tentara Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
KMB Merupakan puncak usaha Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan yang terus diusik Belanda. Setelah berhasil menuntaskan masalahnya sendiri melalui konferensi Inter-Indonesia, bangsa Indonesia telah siap menghadapi KMK. MB berlangsung tanggal 23 Agustus hingga dengan tanggal 2 November 1949 di Den Haag Belanda.
Republik Indonesia dipimpin oleh Drs.Moh. Hatta, sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh Mr. Van Maarseveen sedang UNCI diwakili oleh Chritchley. Setelah berlarut-larut tercapai persetujuan sebagai berikut.
- Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat.
- Akan dibentuknya Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda dan berhubungan atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
- RIS mengembalikan hak milik Belanda, memperlihatkan hak konsesi dan izin-izin gres untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
- RIS harus membayar hutang-hutang Belanda yang diperbuat semenjak 1942.
- Tentara Kerajaan Belanda akan segera ditarik mundur dari Indonesia, sedangkan tentara Hindia Belanda (KNIL), sanggup diterima sebagai APRIS.
- Status Irian Barat akan dibicarakan satu tahun kemudian..
Tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Serikat. Penyerahan dan sekaligus legalisasi kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu:
- Di negeri Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J.M. Sassen menyerahkan kedaulatan kepada ketua delegasi Indonesia (RIS) Dr. Moh. Hatta.
- Di Jakarta, Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink menyerahkan kedaulatan kepada wakil pemerintahRIS, Sri SultanHamengkubuwono IX.