Unsur-Unsur Dongeng Karya Sastra
Wednesday, September 9, 2020
Edit
Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa. Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam karya sastra tersebut yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, ibarat tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan sentra pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
A. Unsur Intrinsik
1. Tema dan Amanat
Tema yakni sesuatu yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang yang ditampilkan dalam karangannya. Amanat yakni pesan/kesan yang sanggup memperlihatkan pelengkap pengetahuan, pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memperlihatkan penghiburan, kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, tapi biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Beberapa tokoh dalam karya sastra antara lain sebagai berikut.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh.
Pelaku dalam dongeng sanggup berupa insan , binatang, atau benda-benda mati yang diinsankan. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan di antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap insiden lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap insiden yang akan terjadi.
3. Alur
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian insiden yang mempunyai hubungan lantaran akhir sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bundar dan utuh. Alur terdiri atas beberapa kepingan :
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar yakni alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita.
Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal hingga selesai cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal hingga selesai cerita. Alur tidak lurus bisa memakai gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.
4. Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu daerah atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar tempat, waktu dan suasana.
B. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik yakni unsur yang membangun karya sastra dari luar. Unsur ekstrinsik karya sastra antara lain sebagai berikut
Legenda Gunung Batu Habu
Dahulu kala hiduplah seorang ibu miskin bersama putranya. Suami ibu itu telah meninggal dunia. Nama ibu itu Nini Kudampai, sedangkan nama putranya Angui. Mereka tidak mempunyai keluarga akrab sehingga tidak ada yang membantu meringankan beban anak beranak itu. Walaupun demikian, Nini Kudampai tidak pernah mengeluh. Ia bekerja sekuat tenaga untuk menghidupi anaknya.
Suatu hari Angui bermain di halaman rumah. Saudagar Keling melintasi rumah Angui. Sang saudagar sangat tertarik dengan ketampanan Angui. Ia berpikir bahwa Angui akan mendatangkan keberuntungan.
Walaupun telah merelakan kepergian anaknya, Nini Kudampai tidak sanggup menyembunyikan rasa harunya ketika akan berpisah. Kesedihan dan keharuan kian bertambah ketika Angui meminta biar ketiga binatang sobat bermainnya selama ini dipelihara sebaik-baiknya oleh ibunya.
Saudagar Keling pulang ke negerinya dan tiba dengan selamat bersama Angui. Angui diasuh dan dipeliharanya, tak ubahnya memelihara anak kandung. Angui hidup bermanja-manja lantaran keinginannya selalu dikabulkan orang bau tanah asuhnya. Kemanjaan itu berakibat buruk kepadanya. Ia lupa diri dan menjadi anak nakal, pemalas, serta pemboros.
Saudagar Keling merasa tidak bisa lagi menjadi orang bau tanah ajar Angui. Saudagar Keling itu tidak mau mengasuhnya lagi. Angui amat meratapi kelakuannya selama ini. Apa dayanya lantaran sesal kemudian tiada guna. Ia hidup luntang-lantung tiada arah. Kesempatan baik telah disia-siakannya.
“Aku harus menjadi insan yang berhasil,” katanya. Ia menanggalkan perilaku malasnya dan mau bekerja membanting tulang. Ia tidak merasa aib melaksanakan pekerjaan apa pun, asal pekerjaan itu halal.
Beberapa tahun kemudian, berkat kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, ia menjadi seorang saudagar kaya. Meskipun sudah kaya, Angui sering terkenang kampung halamannya. Ia amat rindu kepada ibunya, Nini Kudampai. Ia juga teringat pada babi putih, anjing putih, dan ayam putih, ketiga sobat bermain yang disayanginya.
Berita kembalinya Angui dan istrinya, putri Raja Keling, dengan naik kapal segera tersiar ke seluruh penjuru. Nini Kudampai pun mendengar dengan penuh rasa syukur dan sukacita. Apalagi kapal putranya itu konon merapat dan bersandar tidak berapa jauh dari kediamannya.
Nini Kudampai pun berseru melihat Angui berdiri berdampingan dengan istrinya di atas kapal, “Anakku!”
Sebenarnya, Angui mengenali ibunya dan ketiga binatang piaraannya. Akan tetapi, ia aib mengakuinya di hadapan istrinya lantaran penampilan ibunya sangat kumal. Jauh berbeda dengan ia dan istrinya. Ia memalingkan muka dan memberi perintah kepada anak buahnya, “Usir wanita buruk itu!”
Ibu yang malang itu segera pulang ke rumah. Tiba di rumah, Nini Kudampai memohon kepada Yang Mahakuasa. Belum pecah riak di bibir, begitu selesai Nini kudampai memberikan permohonan kepada Tuhan, angin puting-beliung pun mengganas. Petir dan halilintar menggelegar membelah bumi. Gelombang menggulung kapal bersama Angui dan istri serta anak buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdampar di antara Tambarangan dan Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berkembang menjadi batu.
Itulah kini yang dikenal sebagai Gunung Batu Hapu, yang telah dibenahi pemerintah menjadi objek pariwisata. Setiap saat, terutama hari libur, daerah itu banyak dikunjungi orang.(Sumber: dongeng.org)
Unsur-unsur Cerita :
Ceritakan kembali legenda di atas !
Seorang janda berjulukan Nini Kudampai mempunyai seorang putra berjulukan Angui. Suatu hari Saudagar keling melintas di depan rumah mereka, saudagar tersebut tertarik akan ketampanan Angui dan membawa Angui. Angui diasuh dan dipeliharanya, Angui menjadi lupa diri dan menjadi anak nakal, pemalas, serta pemboros. Saudagar Keling merasa tidak bisa lagi menjadi orang bau tanah ajar Angui. Saudagar Keling itu tidak mau mengasuhnya lagi. Anguipun hidup lontang-lantung tiada arah.
Angui menanggalkan perilaku malasnya dan mau bekerja membanting tulang. Beberapa tahun kemudian, berkat kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, ia menjadi seorang saudagar kaya. Meskipun sudah kaya, Angui sering terkenang kampung halamannya. Nini Kudampai pun mendengar kepulangan Angui dengan penuh rasa syukur dan sukacita. Namun yang terjadi Angui mengusir ibunya lantaran merasa malu. Merasa tidak diakui oleh anaknya Nini Kudampai memohon kepada Yang Mahakuasa supaya didatangkan angin puting-beliung yang mengganas. Tak berapa usang angin puting-beliung menggulung kapa Angui berserta anak buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdampar di antara Tambarangan dan Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berkembang menjadi batu.
Pesan moral apa yang bisa kau ambil dari legenda tadi?
A. Unsur Intrinsik
1. Tema dan Amanat
Tema yakni sesuatu yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang yang ditampilkan dalam karangannya. Amanat yakni pesan/kesan yang sanggup memperlihatkan pelengkap pengetahuan, pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memperlihatkan penghiburan, kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, tapi biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Beberapa tokoh dalam karya sastra antara lain sebagai berikut.
- Pelaku utama yakni pelaku yang memegang peranan utama dalam dongeng dan selalu hadir/muncul pada setiap satuan kejadian.
- Pelaku pembantu yakni pelaku yang berfungsi membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai pendekar mungkin juga sebagai penentang pelaku utama.
- Pelaku protagonis yakni pelaku yang memegang tabiat tertentu yang membawa inspirasi kebenaran.(jujur,setia,baik hati dll)
- Pelaku antagonis yakni pelaku yang berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll)
- Pelaku tritagonis yakni pelaku yang dalam dongeng sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa disebut dengan tokoh penengah.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh.
- Analitik yakni pengarang pribadi menceritakan tabiat tokoh.
- Dramatik yakni pengarang melukiskan tabiat tokoh dengan tidak langsung. Bisa melalui daerah tinggal,lingkungan,percakapan/dialog antartokoh, perbuatan, fisik dan tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.
- Campuran yakni adonan analitik dan dramatik.
Pelaku dalam dongeng sanggup berupa insan , binatang, atau benda-benda mati yang diinsankan. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan di antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap insiden lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap insiden yang akan terjadi.
3. Alur
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian insiden yang mempunyai hubungan lantaran akhir sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bundar dan utuh. Alur terdiri atas beberapa kepingan :
- Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
- Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
- Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
- Puncak, yaitu ketika puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
- Leraian, yaitu ketika insiden konflik semakin reda dan perkembanganalur mulai terungkap.
- Akhir, yaitu seluruh insiden atau konflik telah terselesaikan.
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar yakni alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita.
Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal hingga selesai cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal hingga selesai cerita. Alur tidak lurus bisa memakai gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.
4. Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu daerah atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar tempat, waktu dan suasana.
- Latar daerah yakni latar dimana pelaku berada atau dongeng terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll)
- Latar waktu yakni kapan dongeng itu terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll)
- Latar suasana yakni dalam keadaan dimana dongeng terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll). (sumber : alfianjaelani.blogspot.com).
B. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik yakni unsur yang membangun karya sastra dari luar. Unsur ekstrinsik karya sastra antara lain sebagai berikut
- Latar belakang penciptaan yakni kapan karya sastra tersebut diciptakan
- Kondisi masyarakat pada ketika karya sastra diciptakan yakni keadaan masyarakat baik itu ekonomi, sosial, budaya,politik pada ketika karya sastra diciptakan
- Pandangan hidup pengarang/Latar belakang pengarang
Legenda Gunung Batu Habu
Dahulu kala hiduplah seorang ibu miskin bersama putranya. Suami ibu itu telah meninggal dunia. Nama ibu itu Nini Kudampai, sedangkan nama putranya Angui. Mereka tidak mempunyai keluarga akrab sehingga tidak ada yang membantu meringankan beban anak beranak itu. Walaupun demikian, Nini Kudampai tidak pernah mengeluh. Ia bekerja sekuat tenaga untuk menghidupi anaknya.
Suatu hari Angui bermain di halaman rumah. Saudagar Keling melintasi rumah Angui. Sang saudagar sangat tertarik dengan ketampanan Angui. Ia berpikir bahwa Angui akan mendatangkan keberuntungan.
Walaupun telah merelakan kepergian anaknya, Nini Kudampai tidak sanggup menyembunyikan rasa harunya ketika akan berpisah. Kesedihan dan keharuan kian bertambah ketika Angui meminta biar ketiga binatang sobat bermainnya selama ini dipelihara sebaik-baiknya oleh ibunya.
Saudagar Keling pulang ke negerinya dan tiba dengan selamat bersama Angui. Angui diasuh dan dipeliharanya, tak ubahnya memelihara anak kandung. Angui hidup bermanja-manja lantaran keinginannya selalu dikabulkan orang bau tanah asuhnya. Kemanjaan itu berakibat buruk kepadanya. Ia lupa diri dan menjadi anak nakal, pemalas, serta pemboros.
Saudagar Keling merasa tidak bisa lagi menjadi orang bau tanah ajar Angui. Saudagar Keling itu tidak mau mengasuhnya lagi. Angui amat meratapi kelakuannya selama ini. Apa dayanya lantaran sesal kemudian tiada guna. Ia hidup luntang-lantung tiada arah. Kesempatan baik telah disia-siakannya.
“Aku harus menjadi insan yang berhasil,” katanya. Ia menanggalkan perilaku malasnya dan mau bekerja membanting tulang. Ia tidak merasa aib melaksanakan pekerjaan apa pun, asal pekerjaan itu halal.
Beberapa tahun kemudian, berkat kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, ia menjadi seorang saudagar kaya. Meskipun sudah kaya, Angui sering terkenang kampung halamannya. Ia amat rindu kepada ibunya, Nini Kudampai. Ia juga teringat pada babi putih, anjing putih, dan ayam putih, ketiga sobat bermain yang disayanginya.
Berita kembalinya Angui dan istrinya, putri Raja Keling, dengan naik kapal segera tersiar ke seluruh penjuru. Nini Kudampai pun mendengar dengan penuh rasa syukur dan sukacita. Apalagi kapal putranya itu konon merapat dan bersandar tidak berapa jauh dari kediamannya.
Nini Kudampai pun berseru melihat Angui berdiri berdampingan dengan istrinya di atas kapal, “Anakku!”
Sebenarnya, Angui mengenali ibunya dan ketiga binatang piaraannya. Akan tetapi, ia aib mengakuinya di hadapan istrinya lantaran penampilan ibunya sangat kumal. Jauh berbeda dengan ia dan istrinya. Ia memalingkan muka dan memberi perintah kepada anak buahnya, “Usir wanita buruk itu!”
Ibu yang malang itu segera pulang ke rumah. Tiba di rumah, Nini Kudampai memohon kepada Yang Mahakuasa. Belum pecah riak di bibir, begitu selesai Nini kudampai memberikan permohonan kepada Tuhan, angin puting-beliung pun mengganas. Petir dan halilintar menggelegar membelah bumi. Gelombang menggulung kapal bersama Angui dan istri serta anak buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdampar di antara Tambarangan dan Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berkembang menjadi batu.
Itulah kini yang dikenal sebagai Gunung Batu Hapu, yang telah dibenahi pemerintah menjadi objek pariwisata. Setiap saat, terutama hari libur, daerah itu banyak dikunjungi orang.(Sumber: dongeng.org)
Unsur-unsur Cerita :
- Judul : Legenda Gunung Batu Habu
- Tema : Anak yang telah mendurhakai orang tua
- Amanat : Kita dihentikan mendurhakai orang tua.
- Tokoh : Angui, Nini Kudampai, dan Saudagar Keling
- Perwatakan : Angui (nakal, pemalas, pemboros), Nini Kudampai (sabar, penyayang), Saudagar keling (penyayang)
- Alur : Alur Lurus
- Latar daerah : Pelabuhan
Ceritakan kembali legenda di atas !
Seorang janda berjulukan Nini Kudampai mempunyai seorang putra berjulukan Angui. Suatu hari Saudagar keling melintas di depan rumah mereka, saudagar tersebut tertarik akan ketampanan Angui dan membawa Angui. Angui diasuh dan dipeliharanya, Angui menjadi lupa diri dan menjadi anak nakal, pemalas, serta pemboros. Saudagar Keling merasa tidak bisa lagi menjadi orang bau tanah ajar Angui. Saudagar Keling itu tidak mau mengasuhnya lagi. Anguipun hidup lontang-lantung tiada arah.
Angui menanggalkan perilaku malasnya dan mau bekerja membanting tulang. Beberapa tahun kemudian, berkat kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, ia menjadi seorang saudagar kaya. Meskipun sudah kaya, Angui sering terkenang kampung halamannya. Nini Kudampai pun mendengar kepulangan Angui dengan penuh rasa syukur dan sukacita. Namun yang terjadi Angui mengusir ibunya lantaran merasa malu. Merasa tidak diakui oleh anaknya Nini Kudampai memohon kepada Yang Mahakuasa supaya didatangkan angin puting-beliung yang mengganas. Tak berapa usang angin puting-beliung menggulung kapa Angui berserta anak buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdampar di antara Tambarangan dan Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berkembang menjadi batu.
Pesan moral apa yang bisa kau ambil dari legenda tadi?
Janganlah menyakiti hati ibumu lantaran dia telah susah payah membesarkan kita dari kandungan selama 9 bulan kemudian mengasuh kita hingga besar tanpa pernah mengeluh. Dia selalu melimpahkan kasih sayang dan do`a yang tiada henti-hentinya untuk keberhasilan kita. Kesempatan tidak akan tiba kedua kali, berbaktilah kita kepada orang bau tanah selagi kesempatan itu ada di depan mata kita