Tradisi Merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw

Maulid Nabi Muhammad SAW ialah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh sehabis Nabi Muhammad SAW wafat. Tujuan dari peringatan ini ialah verbal kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Cara merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW berbeda di setiap daerah.

Masyarakat Muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan menyerupai pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa, bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan program Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten. Tiap-tiap tempat mempunyai cara yang berbeda dalam merayakan Maulid Nabi, berikut ini beberapa tradisi memperingati Maulid Nabi yang ada di Indonesia.

1. Bungo Lado
Masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat, mempunyai kebiasaan unik dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. Mereka melaksanakan kegiatan yang disebut dengan bungo lado. Bungo lado merupan pohon hias berdaunkan uang, atau disebut dengan pohon uang. Biasanya uang kertas dari banyak sekali macam nominal ditempel pada ranting-ranting yang dipercantik dengan kertas hias.

Tradisi bungo lado menjadi kesempatan bagi warga juga perantau untuk menyumbang pembangunan rumah ibadah di tempat itu. Karenanya, masyarakat dari beberapa desa akan membawa bungo lado. Peringatan maulid tersebut digelar secara bergantian di beberapa kecamatan.

2. Muludhen
Di Madura program ini dikatakan “Muludhen”. Yang mana dalam program itu biasanya diisi dengan pembacaan barzanji dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan ihwal akhlaq Sang Nabi pada masanya untuk dijadikan sebagai suri tauladan demi kehidupan ketika ini.

Pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, masyarakat akan berduyun-duyun tiba ke masjid untuk merayakan Maulid Agung. Maulid Agung ialah tanggal pas kelahiran Nabi. Di luar Maulid Agung ini, orang masih merayakannya di rumah mereka masing-masing. Tentu tidak semua, hanya mereka yang mempunyai kemampuan dan kemauan.

Saat Maulid Agung, para wanita biasanya tiba ke masjid atau mushalla dengan menyunggi talam yang di atasnya berisi tumpeng. Di sekeliling tumpeng tersebut dipenuhi bermacam-macam buah yang ditusuk dengan lidi dan dilekatkan kepada tumpeng.

3. Ngalungsur Pusaka di Garut
Di Garut, terdapat upacara Ngalungsur yaitu proses upacara ritual dimana barang-barang pusaka peninggalan Sunan Rohmat (Sunan Godog/Kian Santang) setiap setahun sekali dibersihkan atau dicuci dengan air bunga-bunga dan digosok dengan minyak kedaluwarsa supaya tidak berkarat, di fokuskan di desa Lebak Agung, Karangpawitan. Di Banten kegiatan di fokuskan di Masjid Agung Banten. ditempat lain diantaranya tempat-tempat ziarah makam para wali.

Upacara yang dilakukan oleh juru kunci yang merupakan bukti bahwa mereka masih melestarikan dan melaksanakan tradisi leluhurnya juga mensosialisasikan keberadaan benda-benda pusaka peninggalan Sunan Rohmat Suci. Pusaka tersebut merupakan simbol usaha dan sikap Sunan Rohmat Suci semasa hidupnya dalam memperjuangkan agama Islam. Benda-benda pusaka tersebut dicuci dengan disaksikan oleh akseptor upacara

4. Kirab Ampyang di Kudus
Warga di Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah, juga mempunyai tradisi tersendiri. Mereka melaksanakan kirab Ampyang di depan Masjid Wali. Pada awalnya kegiatan ini merupakan media penyiaran agama Islam di wilayah tersebut. Tradisi itu dilakukan oleh Ratu Kalinyamat dan suaminya Sultan Hadirin.

Tradisinya dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan ampyang atau nasi dan krupuk yang diarak keliling Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat. Masing-masing peserta, menampilkan sejumlah kesenian, menyerupai visualisasi tokoh-tokoh yang berjasa pada ketika berdirinya Desa Loram Kulon serta visualisasi sejarah pendirian Masjid Wali At Taqwa.

Setelah hingga di Masjid Wali, tandu yang berisi nasi bungkus serta hasil bumi yang sebelumnya diarak keliling desa didoakan oleh ulama setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat untuk mendapat berkah.

5. Keresen di Mojokerto
Tradisi yang tidak kalah unik ialah tradisi Keresen, yaitu merebut banyak sekali hasil bumi dan pakaian yang digantung pada pohon keres. Tradisi ini dilakukan oleh sejumlah warga di Dusun Mengelo, Mojokerto, Jawa Timur. Berbagai hadiah tersebut melambangkan bahwa semua pohon di muka bumi sedang berbuah menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw.

Tradisi Keresan ini digelar setiap tahun untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pohon Keres berbuah lebat oleh aneka hasil bumi sebagai simbol kelahiran Muhammad membawa berkah bagi umat Islam di seluruh dunia. Tradisi keresen sebagai rasa syukur atas lahirnya Nabi Muhammad yang memperlihatkan petunjuk ke jalan yang benar, yakni berupa pedoman Agama Islam.

6. Pajang Jimat di Cirebon
Panjang Jimat Tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon. Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau maulid Nabi kerap di istimewakan. Tujuannya, tidak lain untuk mengenang dan selalu meneladani nabi Muhammad SAW. Upacara dihadiri ribuan masyarakat yang berdatangan dari banyak sekali daerah. Mereka, sengaja tiba ke tiga keraton hanya untuk menyaksikan proses upacara. Peringatan maulid nabi juga turut digelar di makan Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Dimakam tersebut juga, turut dipadati oleh ribuan orang yang sengaja ingin menghabiskan waktu malam Maulid Nabi.

Upacara panjang jimat merupakan puncak program peringatan maulid Nabi di tiga keraton. Di keraton Kanoman, upacara digelar sekira pukul 21.00 WIB yang ditandai dengan sembilan kali suara lonceng Gajah Mungkur yang berada di gerbang depan keraton. Suara lonceng tersebut merupakan tanda dibukanya upacara panjang jimat.

Di Keraton Kanoman, prosesi Panjang Jimat juga diisi dengan arak-arakan kirab yang membawa banyak sekali benda pusaka milik keraton dari Bangsal Prabayaksa menuju Masjid Agung Kanoman. Prosesi itu dipimpin oleh Pangeran Patih Keraton Kanoman.

Grebeg Mulud di Yogyakarta
Pada zaman kesultanan Mataram perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata “Gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, menyerupai nasi gunungan dan sebagainya. Puncak peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati dengan penyelenggaraan upacara Grebeg Maulud yang diselenggarakan pada tanggal 12 Maulud.
Maulid Nabi Muhammad SAW  ialah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW Tradisi Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

Puncak dari upacara ini ialah iringan gunungan yang dibawa ke Masdjid Agung. Setelah di Masjid diselenggarakan doa dan upacara persembahan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagian gunungan dibagi-bagikan pada masyarakat umum dengan jalan diperebutkan. Bagian-bagian dari gunungan ini umumnya dianggap akan memperkuat tekad dan mempunyai daya tuah terutama bagi kaum petani, mereka menanamnya di lahan persawahan mereka, untuk memperkuat doanya biar lahannya menjadi subur dan terhindar dari banyak sekali hama perusak tanaman.

Maulid Nabi di Indonesia dirayakan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal dalam penanggalan Hijriyah atau kalender Islam. Di beberapa tempat Perayaan Maulid Nabi di Indonesia dilakukan dengan cara menggelar program keagamaan menyerupai menyelenggarakan pengajian, lomba Adzan, kompetisi membaca Al-Qur’an, ceramah agama, serta pertunjukan Qasidah. Acara Maulidan tersebut biasanya diselenggarakan di masjid ataupun tempat luas yang bersahabat dengan lingkungan rumah oleh kelompok-kelompok masyarakat di banyak sekali wilayah di Indonesia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel