Perkembangan Politik Dan Ekonomi Presiden B.J Habibie

BJ Habibie merupakan Presiden Indonesia ketiga yang menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Dasar aturan pengangkatan Habibie ialah menurut TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang berisi “jika Presiden berhalangan, maka Wapres ditetapkan menjadi Presiden”. Beliau menjadi presiden sejak 21 Mei 1998 hingga dengan 20 Oktober 1999. Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru.

Ketika Habibie menjadi Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis mata uang yang didorong oleh hutang luar negeri yang luar biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah. Ditambah dengan kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan, larinya modal, dan hancurnya produksi serta distribusi barang-barang menimbulkan upaya pemulihan menjadi sangat sulit, hal tersebut mengakibatkan tingkat inflasi yang tinggi.

Tugas yang diemban oleh Presiden B.J Habibie ialah memimpin pemerintahan transisi untuk menyiapkan dan melaksanakan kegiatan reformasi yang menyeluruh dan mendasar, serta sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Dalam pemerintahannya B.J. Habibie berusaha untuk melaksanakan pembaharuan-pembaharuan dalam beberapa bidang demi untuk membuat kehidupan masyarakat yang sejahtera dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
 BJ Habibie merupakan Presiden Indonesia ketiga yang Perkembangan Politik dan Ekonomi Presiden B.J Habibie
A  Bidang Ekonomi
Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya sehabis dilantik sebagai Presiden, pukul.19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan pribadi melalui RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut sanggup dikatakan merupakan visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab tuntutan Reformasi secara cepat dan tepat.Untuk menuntaskan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Merekapitulasi perbankan.
  2. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
  3. Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akhir krisis.
  4. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah Rp.10.000,-.
  5. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
  6. Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
  7. Membentuk forum pemantau dan penyelesaian problem utang luar negeri.
  8. Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 wacana Larangan Praktik. Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat.
  9. Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen.

B   Bidang Politik
Di bidang politik antara lain dengan memperbarui banyak sekali perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada PEMILU sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Beberapa kebijakan selama kepemimpinan presiden BJ Habibie antara lain sebagai berikut.
  1. Membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36 Menteri, yaitu 4 Menteri Negara dengan kiprah sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, dan 12 Menteri Negara yang memimpin kiprah tertentu.
  2. Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik yang gres sebanyak 45 parpol.
  3. Membebaskan narapidana politik ibarat Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.
  4. Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
  5. Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi tempat serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, dibutuhkan akan meminimalkan bahaya disintegrasi bangsa. Otonomi tempat ditetapkan melalui Ketetapan MPR No XV/MPR/1998.
  6. Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu, (1)  UU No. 2 tahun 1999 wacana Partai Politik (2)  UU No. 3 tahun 1999 wacana Pemilu (3)  UU No. 4 tahun 1999 wacana Susduk DPR/MPR
  7. Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan tanggapan dari tuntutan reformasi yaitu, (1)  Tap No. VIII/MPR/1998 wacana Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 wacana Referendum. (2)  Tap No. XVIII/MPR/1998 wacana Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 wacana Pancasila Sebagai Asas Tunggal. (3) Tap No. XII/MPR/1998 wacana Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 wacana Presiden Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan. (4)  Tap No. XIII/MPR/1998 wacana Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wapres Maksimal Hanya Dua Kali Periode.
  8. Pelaksanaan Pemilu 1999, boleh dikatakan sebagai salah satu hasil terpenting lainnya yang dicapai Habibie pada masa kepresidenannya. Pemilu 1999 ialah penyelenggaraan pemilu multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik).
  9. Referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menuntaskan permasalahan Timor-Timur. Indonesia harus menghadapi kenyataan bahwa untuk memulihkan gambaran Indonesia, tidak mempunyai pilihan lain kecuali berupaya menuntaskan problem Timor-Timur dengan cara-cara yang sanggup diterima oleh masyarakat internasional. Rakyat Timor-Timur melaksanakan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 yang hasilnya rakyat Timor Timur menentukan memisahkan diri.

C. Bidang Hukum
Untuk melaksanakan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J. Habibie yaitu,
  1. Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran tabiat aturan Orde Baru, baik berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
  2. Melahirkan 69 Undang-undang.
  3. Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.
  4. Organisasi kepolisian telah dikembangkan keberadaannya sehingga terpisah dari organisasi Tentara Nasional Indonesia.

Pada 14 Oktober 1999, Presiden B.J. Habibie memberikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR. Dari sebelas fraksi yang memberikan pemandangan umumnya, hanya empat fraksi yang secara tegas menolak, sedangkan enam fraksi lainnya masih belum menentukan putusannya. Setelah mendengar tanggapan Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi-fraksi, MPR dalam sidangnya tanggal 20 Oktober 1999, dini hari jadinya menolak pertanggungjawaban Presiden Habibie melalui proses voting. Presiden Habibie memperlihatkan perilaku kenegarawanannya dengan menyatakan bahwa beliau lapang dada mendapatkan keputusan MPR yang menolak laporan pertanggung jawabannya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel