Upaya Dan Alat Pengendalian Sosial
Monday, March 16, 2020
Edit
Penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sanggup merusak tatanan kehidupan yang ada. Perilaku yang menyimpang merupakan salah satu penyebab memudarnya ikatan solidaritas kelompok. Masyarakat memandang perlu dilakukan pengendalian sosial biar penyimpangan sosial sanggup ditekan. Pengendalian sosial merupakan upaya-upaya yang dilakukan baik oleh individu atau kelompok untuk mengawasi, menahan, mengekang, dan mencegah sikap insan dari segala bentuk penyimpangan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Sifat pengendalian sosial dibedakan menjadi pengendalian preventif, pengendalian represif, dan pengendalian gabungan. Pengendalian sosial dilakukan dengan memakai beberapa cara antara lain pengendalian sosial melalui sosialisasi, pengendalian sosial melalui tekanan sosial, dan pengendalian sosial melalui kekuatan. Perhatiakn penjelasannya ibarat di bawah ini.
1. Cara Pengendalian Sosial
Supaya tercipta ketertiban sosial, masyarakat perlu menyikapi banyak sekali sikap menyimpang di masyarakat. Upaya untuk mengembalikan kondisi masyarakat itu sanggup dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. Pengendalian Sosial melalui Sosialisasi
Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat dalam kelompok. Anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama sehingga mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi sikap seseorang dalam sebuah kelompok. Melalui sosialisasi, seseorang menginternalisasikan (menghayati) norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakatnya.
Perilaku orang dikendalikan dengan mensosialisasikan tugas yang sesuai dengan yang diharapkan.
Hal tersebut dilakukan melalui penciptaan kebiasaan dan rasa senang. Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat. Para anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama. Oleh alasannya ialah itu, mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi sikap seseorang dalam sebuah kelompok. Bilamana semua anggota masyarakat mempunyai pengalaman sosialisasi yang sama, maka mereka secara sukarela dan tanpa berpikir panjang akan berperilaku sama.
b. Pengendalian Sosial melalui Tekanan Sosial
Lapiere (1954) melihat pengendalian sosial terutama sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Ia menyampaikan bahwa kelompok akan sangat kuat bila anggotanya sedikit dan akrab, bila kita ingin tetap berada dalam kelompok itu untuk jangka waktu lama, dan kita sering bekerjasama dengan para anggota kelompok tersebut. Pengendalian kelompok dibedakan sebagai berikut.
Pada masyarakat yang mempunyai penduduk dalam jumlah yang besar dan kebudayaan yang lebih kompleks dibutuhkan pemerintahan formal, peraturan hukum, dan pelaksanaan hukuman. Apabila seseorang tidak mau menaati peraturan, maka kelompok akan mencoba memaksanya untuk taat pada peraturan tersebut. Agar warga masyarakat berperilaku sesuai dengan norma sosial, Koentjaraningrat juga menyarankan beberapa cara yang sanggup ditempuh.
Pengendalian sosial ialah banyak sekali cara yang dipakai masyarakat untuk menertibkan
anggotanya yang membangkang. Masyarakat membutuhkan banyak sekali alat pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.
Sifat pengendalian sosial dibedakan menjadi pengendalian preventif, pengendalian represif, dan pengendalian gabungan. Pengendalian sosial dilakukan dengan memakai beberapa cara antara lain pengendalian sosial melalui sosialisasi, pengendalian sosial melalui tekanan sosial, dan pengendalian sosial melalui kekuatan. Perhatiakn penjelasannya ibarat di bawah ini.
1. Cara Pengendalian Sosial
Supaya tercipta ketertiban sosial, masyarakat perlu menyikapi banyak sekali sikap menyimpang di masyarakat. Upaya untuk mengembalikan kondisi masyarakat itu sanggup dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. Pengendalian Sosial melalui Sosialisasi
Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat dalam kelompok. Anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama sehingga mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi sikap seseorang dalam sebuah kelompok. Melalui sosialisasi, seseorang menginternalisasikan (menghayati) norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakatnya.
Perilaku orang dikendalikan dengan mensosialisasikan tugas yang sesuai dengan yang diharapkan.
Hal tersebut dilakukan melalui penciptaan kebiasaan dan rasa senang. Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat. Para anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama. Oleh alasannya ialah itu, mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi sikap seseorang dalam sebuah kelompok. Bilamana semua anggota masyarakat mempunyai pengalaman sosialisasi yang sama, maka mereka secara sukarela dan tanpa berpikir panjang akan berperilaku sama.
b. Pengendalian Sosial melalui Tekanan Sosial
Lapiere (1954) melihat pengendalian sosial terutama sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Ia menyampaikan bahwa kelompok akan sangat kuat bila anggotanya sedikit dan akrab, bila kita ingin tetap berada dalam kelompok itu untuk jangka waktu lama, dan kita sering bekerjasama dengan para anggota kelompok tersebut. Pengendalian kelompok dibedakan sebagai berikut.
- Pengendalian Kelompok yang Informal Primer. Pengendalian dalam kelompok primer terjadi secara informal, spontan, dan tanpa direncanakan. Para anggota kelompok bereaksi terhadap sikap sesamanya. Manusia normal di mana saja memerlukan dan berupaya memperoleh ratifikasi dari orang lain, terutama dari orang-orang yang termasuk dalam kelompok primer. Kelompok primer menawarkan keintiman manusiawi. Tuntutan kebutuhan akan penerimaan dan ratifikasi semacam itu menciptakan kelompok primer berperanan sebagai forum pengendalian yang sangat hebat.
- Pengendalian Kelompok Sekunder Kelompok sekunder pada umumnya lebih besar, lebih impersonal, dan mempunyai tujuan yang khusus. Pengendalian formal merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh kelompok sekunder, contohnya peraturan resmi dan tata cara yang distandardisasi; propaganda; relasi masyarakat; rekayasa masyarakat; kenaikan golongan atau pangkat; pertolongan gelar, imbalan, dan hadiah; serta penjatuhan hukuman dan hukuman formal.
Pada masyarakat yang mempunyai penduduk dalam jumlah yang besar dan kebudayaan yang lebih kompleks dibutuhkan pemerintahan formal, peraturan hukum, dan pelaksanaan hukuman. Apabila seseorang tidak mau menaati peraturan, maka kelompok akan mencoba memaksanya untuk taat pada peraturan tersebut. Agar warga masyarakat berperilaku sesuai dengan norma sosial, Koentjaraningrat juga menyarankan beberapa cara yang sanggup ditempuh.
- Pertama, dengan mempertebal keyakinan para warga masyarakat akan kebaikan adat-istiadat yang ada. Jika warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan rela warga akan mematuhi aturan itu
- Kedua, dengan memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa taat. Pemberian ganjaran melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Selanjutnya, individu akan termotivasi untuk mengulangi tindakan tersebut.
- Ketiga, membuatkan rasa aib dalam jiwa masyarakat yang menyeleweng dari adat-istiadat. Individu yang menyimpang dari aturan dieksekusi biar jera dan tidak mengulanginya kembali.
- Keempat, membuatkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat-istiadat dengan banyak sekali bahaya dan kekuasaan. Rasa takut timbul dari pengalaman individu sesudah dikenai sanksi, atau dari pengamatan terhadap penerapan hukuman atas orang lain. Rasa takut itu mencegah individu untuk melaksanakan pelanggaran aturan.
Pengendalian sosial ialah banyak sekali cara yang dipakai masyarakat untuk menertibkan
anggotanya yang membangkang. Masyarakat membutuhkan banyak sekali alat pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.
- Cemoohan atau Ejekan diberikan kepada individu atau kelompok yang melaksanakan penyimpangan. Adakalanya cemoohan justru merupakan hukuman yang sangat berat bagi si pelaku penyimpangan dan lebih menyakitkan dibandingkan dengan hukuman fisik.
- Desas-Desus atau Gosip sanggup menjadikan rasa aib bagi yang digosipkan alasannya ialah informasi yang benar justru sering mengena, artinya orang yang digosipkan menjadi sadar atas perbuatan menyimpangnya
- Pendidikan, baik yang dilakukan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat merupakan salah satu cara pengendalian sosial yang telah melembaga di masyarakat. Melalui pendidikan, warga masyarakat dibimbing untuk mematuhi nilai dan norma masyarakat.
- Ostrasisme ialah tindakan membiarkan seseorang hidup dan bekerja dalam kelompok itu, tetapi tidak seorang pun berbicara dengannya, bahkan ditegur pun tidak. Orang yang mendapatkan perlakuan ostrasisme keberadaannya dalam masyarakat dianggap tidak ada sehingga yang bersangkutan sadar dan kembali mematuhi nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku.
- Fraudulens atau beking merupakan bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan impian lawan tidak berani menghadapinya.
- Teguran merupakan cara pengendalian sosial melalui perkataan atau goresan pena secara langsung. Teguran dilakukan biar pelaku sikap menyimpang segera menyadari kekeliruannya dan memperbaiki dirinya.
- Agama menawarkan aliran kepada para pemeluknya ihwal perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang dihentikan untuk dilakukan sehingga agama merupakan alat pengendalian sosial yang sangat handal. Pelaku penyimpangan akan terbebani oleh perasaan berdosa, dan dosa itu hanya akan terampunkan dengan cara bertobat.
- Intimidasi ialah cara pengendalian sosial yang dilakukan dengan paksaan, biasanya dengan cara mengancam atau menakut-nakuti.
- Kekerasan fisik yang dipakai untuk mengendalikan sikap seseorang antara lain memukul, menampar, dan melukai.
- Hukum merupakan alat pengendalian sosial yang secara faktual menawarkan hukuman terhadap pelaku penyimpangan. Adanya aturan aturan yang terperinci dengan hukuman yang tegas, sanggup mengendalikan setiap anggota masyarakat terhadap pelanggaran nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.