Nilai Estetis Karya Seni Rupa Tiga Dimensi

Nilai estetis pada sebuah karya seni rupa sanggup bersifat objektif dan subjektif. Nilai estetis bersifat objektif bila memahami keindahan karya seni rupa berada pada wujud karya seni itu sendiri dan tampak secara kasat mata. Dalam pandangan objektif ini, nilai estetis atau keindahan sebuah karya seni rupa tersusun dari komposisi yang baik, perpaduan warna yang sesuai, penempatan objek yang membentuk kesatuan dan sebagainya. Keselarasan dalam menata unsur-unsur visual inilah yang mewujudkan sebuah karya seni rupa.

Berbeda halnya dengan nilai estetis yang bersifat subjektif, keindahan tidak hanya pada unsur-unsur fisik yang ditangkap oleh mata secara visual, tetapi ditentukan oleh selera orang yang melihatnya. Sebagai rujukan ketika melihat sebuah karya seni rupa, beberapa orang mungkin tertarik pada apa yang ditampilkan dalam karya tersebut dan merasa bahagia untuk terus melihatnya bahkan ingin memilikinya,tetapi orang lain justru kurang tertarik pada karya seni tersebut.

Untuk menikmati keindahan seni rupa sanggup dilakukan dengan cara mengamati banyak sekali (reproduksi foto/gambar) karya seni rupa tiga dimensi. Amatilah karya-karya seni rupa tiga dimensi tersebut, lalu bandingkan karya yang satu dengan yang lainnya. Ceritakan masing-masing karya yang kau amati, kemukakan aspek apa yang menarik perhatian kau dan karya mana yang paling kau sukai, berikan alasan mengapa kau menyukai karya tersebut berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur rupa dan objek yang tampak pada karya tersebut. Bandingkan paparan kau dengan paparan sobat yang lain.

A. Seni Patung
Karya patung modern ketika ini mulai berkembang pesat seiring dengan kebutuhan dalam mengarungi perubahan gaya hidup di lingkungan kita. Menurut Mikke Susanto (2011: 296) seni patung yakni sebuah tipe karya tiga dimensi yang bentuknya dibentuk dengan metode subtraktif (mengurangi materi ibarat memotong, menatah) atau aditif (membuat model lebih dulu ibarat mengecor dan mencetak). 

Seni patung pada zaman dahulu di buat untuk kepentingan keagamaan, pada jaman hindu dan budha, patung di buat untuk menghormati ilahi atau orang yang di jadikan teladan. Pada perkembangan selanjutnya patung di buat untuk monument/ peringatan suatu insiden besar pada suatu bangsa, kelompok atau perorangan. Pada jaman kini seni patung sering di ciptakan untuk hiasan penciptanya lebih bebas dan bervariasi dan seni patung itu di ciptakan untuk dinikmati nilai keindahan bentuknya Sebuah karya seni patung sanggup diciptakan sebagai karya seni rupa yang mempunyai keindahan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
  1. Balance yakni keseimbangan bobot masa berdasarkan kepekaan estetika. Keseimbangan (Balance) berdasarkan Mikke Susanto (2011:46) didefinisikan sebagai persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan memberi tekanan pada stabilitas suatu komposisi karya seni. Seorang pematung bekerja dengan mempertimbangkan keseimbangan antara bagian-bagian dari patung dalam menyusun bentuk. Keseimbangan penggalan atas dengan penggalan bawah atau antara penggalan kiri dan kanan dari sebuah patung untuk mendapat bentuk yang mantap.
  2. Karakteristik atau tabiat merupakan perwujudan patung berdasarkan pemanfaatan materi dan tekhnik.Dalam membuat patung seorang seniman sanggup membuat patung dengan banyak sekali teknik bergantung pada materi dan keahlian yang dimilikinya. Teknik-teknik tersebut antara lain teknik mengecor, modelling, dan konstruktif. Salah satu materi yang dipakai untuk membuat patung yakni materi keras. Bahan keras sanggup berupa kayu, kerikil cadas atau andesit, logam, gading, tulang, dan tanduk. 
  3. Bentuk atau dimensi sanggup dirasakan keindahannya ari semua sudut pandang. Bentuk diartikan sebagai bangun, citra , wujud, sistem dalam seni rupa rupa biasanya dikaitkan dengan matra yang ada (Mikke Susanto:54). Selanjutnya (Sidharta: 1987) mengemukakan bahwa dalam seni rupa sering dibedakan antara bentuk relatife dan bentuk absolute. Bentuk relatife yakni bentuk yang bersahabat hubungannya dengan bentuk yang terdapat di alam. Bentuk absolute yakni bentuk yang intinya mencakup lima bentuk dasar, yaitu kubus, bola, piramida, silinder, dan bentuk campuran. Dalam mematung, setiap bentuk sanggup dikembalikan kepada bentuk-bentuk dasar tersebut
  4. Gerak atau ritme patung tidak membosankan. Untuk menghindari kesan kaku dan menjemukan, seorang pematung sanggup membuat ritme dengan menggarap unsur-unsur patung
  5. Proporsi artinya perbandingan ukuran keserasian antara satu penggalan dengan penggalan yang lainnya dalam suatu karya patung. Untuk mendapat proporsi yang baik, seorang pematung biasanya membandingkan ukuran dari bagian-bagian patung. Misalnya, membandingkan ukuran badan dengan kepala, ukuran tangan dengan kaki. Agar karya patung menarik harus dibentuk sesuai dengan proporsi yang sebenarnya. 
  6. Harmoni dan kesatuan antara elemen satu dengan yang lain saling mendukung keindahan patung. Harmoni atau keserasian yakni timbul dengan adanya kesamaan, kesesuaian dan tidak adanya pertentangan. Dalam seni rupa prinsip keselarasan sanggup dibentuk dengan cara menata unsur-unsur yang mungkin sama, sesuai dan tidak ada yang berbeda secara mencolok. Kunci menyusunan atau organisasi elemen seni untuk mencapai kesatuan yakni kontras, pengulangan, irama, titik puncak dan proporsi tidak hanya dengan mempelajari dan memparaktekkan hukum saja, namun kemampuan latihan membuatkan perasaan dan kepekaan artistik selanjutnya sanggup membuatkan dan berpetualang dalam penciptaan karya seni
  7. Aksentruasi atau sentra perhatian. Ada beberapa cara dalam menempatkan aksentuasi, yaitu Pengelompokan, Pengecualian, Arah, dan Kontras. Pengelompokan yaitu dengan mengelompokkan unsur-unsur yang sejenis. Misalnya mengelompokkan unsur yang sewarna, sebentuk dan sebagainya. Pengecualian yaitu dengan cara menghadirkan suatu unsur yang berbeda dari lainnya. Arah yaitu dengan menempatkan pengutamaan sedemikian rupa sehingga unsur yang lain mengarah kepadanya. Kontras yaitu perbedaan yang mencolok dari suatu unsur di antara unsur yang lain. Misalnya menempatkan warna kuning di antara warna-warna teduh.

B. Seni Kriya
Seni Kriya yakni sebuah seni yang dalam membuat karyanya menitik beratkan pada ketrampilan tangan dengan tetap memperhatikan fungsi untuk mengolah materi baku menjadi materi yang mempunyai nilai guna dan juga nilai estestis. Kriya juga lebih sering mengikuti tradisi dari pada inovasi yang sering ditemukan secara individu oleh seorang perupa. Kriya sanggup berbentuk sebuah karya dari tanah, batu, kayu, logam ataupun kain. Seni kriya sendiri lebih pada seni cipta gres dengan karya-karya yang memakai bahan, motif hiasan serta tehnik pembuatan yang diserahkan dengan kehendak pencipta atau pembuatannya.

Sebagai benda pakai, yakni seni kriya yang diciptakan mengutamakan fungsinya, adapun unsur keindahannya hanyalah sebagai pendukung. Sebagai benda hias, yaitu seni kriya yang dibentuk sebagai benda pajangan atau hiasan. Jenis ini lebih menonjolkan aspek keindahan daripada aspek kegunaan atau segi fungsinya. Sebagai benda mainan, yakni seni kriya yang dibentuk untuk dipakai sebagai alat permainan.

Hasil karya kriya diutamakan mengandung nilai keunikan konseptual, tema, imajinatif, emosional dan inderawi (visual, tactile, olfactory). Kriya juga merupakan metoda berkarya sekaligus mendesain produk yang mengutamakan nilai kualitas estetika, fungsional, keunikan, tema, makna dan pesan filosofis. Penciptaan karya seni kriya tidak hanya didasarkan pada aspek fungsionalnya (kebutuhan fisik) saja, tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan terhadap keindahan (kebutuhan emosional).

C. Arsitektur
Seni arsitektur yakni karya seni yang merancang suatu bentuk dari bangunan. Tidak hanya merancang, namun juga membangun suatu bangunan. Dalam arsitektur, estetika yakni sebuah bahasa visual, yang tidak sama dengan beberapa bahasa estetika yang tidak visual, ibarat bahasa itu sendiri. Estetika dalam arsitektur mempunyai banyak sangkut paut dengan segala yang visual ibarat permukaan, volume, massa, elemen garis, dan sebagainya, termasuk banyak sekali order harmoni, ibarat komposisi. Misalnya saja Gedung Bank Indonesia Jogjakarta. Gedung Bank Indonesia dirancang oleh arsitek Hulswitt dan Cuypers dengan menampilkan aura kemegahan arsitektural bergaya eropa.
 Nilai estetis pada sebuah karya seni rupa sanggup bersifat objektif dan subjektif Nilai Estetis Karya Seni Rupa Tiga Dimensi
Bangunan ini bisa dikatakan bernilai estetika yang baik. Karrena selain memenuhi fungsinya bangunan ini mempunyai karekter yang berpengaruh pada jamanya sampai sekarang. Karakter itu terwujud dalam langgam yang dipakai yaitu eropa klasik sebab pada masa itu arsitektur Eropalah yang berkembang dengan pesat. Disamping itu detil goresan pada bangunan bernuansa goresan jawa sehingga terjadilah akulturasi budaya. Bagunan ini begitu komunikatif sehingga orang awam yang melihatnya akan tau ini niscaya bangunan jaman Belanda dan merupakan kantor suatu instansi, hal ini pertanda fungsi yang terwujut dalam bangunan sudah sempurna target atau fungsional dan komunikatif.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel