Keunikan Masyarakat Badui
Tuesday, September 15, 2020
Edit
Badui merupakan nama dari sebuah suku yang berada di provinsi banten, badui ialah salah satu suku yang masih menjaga dekat nilai dan norma serta tradisi atau susila istiadat masyarakatnya. Suku badui termasuk salah satu suku yang terisolir yang ada di Indonesia, masyarakat badui sengaja mengasingkan diri, mereka hidup sanggup berdiri diatas kaki sendiri dengan tidak mengharapkan santunan dari orang luar, mereka mengasingkan diri dan menutup diri dengan tujuan menghindar dari imbas budaya luar yang akan masuk untuk menjaga keaslian budaya mereka.
Suku badui sangat menjaga kelestarian alam yang mereka tempati, mereka selalu menjaga dan merawat alam supaya sanggup terus dikelola dengan baik, sehingga sanggup menunjukkan hasil panen yang cukup dan melimpah untuk menghidupi kebutuhan hidup mereka, mereka tidak ingin merusak kelestarian alam yang ada, mereka hidup selaras dengan alam sekitarnya. Ditengah-tengah gempuran modernitas dan globalisasi ketika ini, suku badui berusaha untuk menjaga nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya.
Ada hal yang menarik dari masyarakat Badui yang tinggal di Provinsi Banten, yaitu pandangan terhadap alam semesta. Masyarakat Badui khususnya Badui Dalam sangat menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam.
Masyarakat Badui sangat menjaga air biar selalu jernih dan higienis sehingga sanggup digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Saat mandi atau bersih-bersih, dihentikan ada materi kimia yang digunakan oleh masyarakat Badui termasuk pengunjung. Hal itu untuk menjaga air biar tetap higienis dan jernih. Aliran sungai yang melintasi perkampungan tanah susila suku Badui amat jernih, tidak ada sampah.
Tidak menyerupai rumah pada umumnya, masyarakat Badui tidak menggali tanah untuk fondasi. Batu hanya diletakkan di atas tanah. Jika kontur tanah tidak rata, maka bukan tanah yang menyesuaikan sehingga diratakan, melainkan kerikil dan tiang kayu yang menyesuaikan. Bahan bangunan rumah masyarakat Badui merupakan materi yang sanggup dan gampang diurai oleh tanah. Bahan tersebut diantaranya dinding bilik bambu, atap dari ijuk dan daun pohon kelapa dan rangka rumah dari kayu alam yaitu kayu jati, kayu pohon kelapa, dan kayu albasia.
Apabila masyarakat Badui yang akan memakai kayu, kayu yang akan digunakan ialah kayu-kayu yang telah kering dan tua. kayu bakar tersebut diperoleh dari pohon yang sudah dimakan rayap atau batang pohon dan ranting yang jatuh terserak. Masyarakat Badui tidak menebang pohon untuk kayu bakar.
Masyarakat Badui menyimpan hasil panen padi huma di sebuah leuit (lumbung padi). Leuit dibangun di pinggiran tiap kampung. Setiap keluarga mempunyai leuit. Leuit ialah wujud pemahaman masyarakat Badui perihal ketahanan pangan. Kondisi adanya leuit menciptakan masyarakat Badui tidak kekurangan materi pangan.
Dalam hal interaksi, (hubungan kemasyarakatan) Suku Badui Luar mendapatkan masyarakat luar untuk berinteraksi. Begitupula pada Suku Badui Dalam. Namun demikian Suku Badui Dalam menolak segala sesuatu yang bekerjasama dengan teknologi, budaya, dan interaksi dari masyarakat di luar Suku Badui Dalam.
Keunikan yang ada pada tiap tempat sanggup juga menggambarkan kekerabatan insan dengan manusia, insan dengan alam, atau insan dengan budaya.
Suku badui sangat menjaga kelestarian alam yang mereka tempati, mereka selalu menjaga dan merawat alam supaya sanggup terus dikelola dengan baik, sehingga sanggup menunjukkan hasil panen yang cukup dan melimpah untuk menghidupi kebutuhan hidup mereka, mereka tidak ingin merusak kelestarian alam yang ada, mereka hidup selaras dengan alam sekitarnya. Ditengah-tengah gempuran modernitas dan globalisasi ketika ini, suku badui berusaha untuk menjaga nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya.
Ada hal yang menarik dari masyarakat Badui yang tinggal di Provinsi Banten, yaitu pandangan terhadap alam semesta. Masyarakat Badui khususnya Badui Dalam sangat menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam.
Masyarakat Badui sangat menjaga air biar selalu jernih dan higienis sehingga sanggup digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Saat mandi atau bersih-bersih, dihentikan ada materi kimia yang digunakan oleh masyarakat Badui termasuk pengunjung. Hal itu untuk menjaga air biar tetap higienis dan jernih. Aliran sungai yang melintasi perkampungan tanah susila suku Badui amat jernih, tidak ada sampah.
Tidak menyerupai rumah pada umumnya, masyarakat Badui tidak menggali tanah untuk fondasi. Batu hanya diletakkan di atas tanah. Jika kontur tanah tidak rata, maka bukan tanah yang menyesuaikan sehingga diratakan, melainkan kerikil dan tiang kayu yang menyesuaikan. Bahan bangunan rumah masyarakat Badui merupakan materi yang sanggup dan gampang diurai oleh tanah. Bahan tersebut diantaranya dinding bilik bambu, atap dari ijuk dan daun pohon kelapa dan rangka rumah dari kayu alam yaitu kayu jati, kayu pohon kelapa, dan kayu albasia.
Apabila masyarakat Badui yang akan memakai kayu, kayu yang akan digunakan ialah kayu-kayu yang telah kering dan tua. kayu bakar tersebut diperoleh dari pohon yang sudah dimakan rayap atau batang pohon dan ranting yang jatuh terserak. Masyarakat Badui tidak menebang pohon untuk kayu bakar.
Masyarakat Badui menyimpan hasil panen padi huma di sebuah leuit (lumbung padi). Leuit dibangun di pinggiran tiap kampung. Setiap keluarga mempunyai leuit. Leuit ialah wujud pemahaman masyarakat Badui perihal ketahanan pangan. Kondisi adanya leuit menciptakan masyarakat Badui tidak kekurangan materi pangan.
Dalam hal interaksi, (hubungan kemasyarakatan) Suku Badui Luar mendapatkan masyarakat luar untuk berinteraksi. Begitupula pada Suku Badui Dalam. Namun demikian Suku Badui Dalam menolak segala sesuatu yang bekerjasama dengan teknologi, budaya, dan interaksi dari masyarakat di luar Suku Badui Dalam.
Keunikan yang ada pada tiap tempat sanggup juga menggambarkan kekerabatan insan dengan manusia, insan dengan alam, atau insan dengan budaya.
Masyarakat Badui sangat menjaga air biar selalu bersih, tidak ada materi kimia yang digunakan oleh masyarakat Badui. Mereka tidak menggali tanah, ketika membangun rumah apabila tanah tidak rata maka kerikil dan tiang kayu yang menyesuaikan dengan tanah. Mereka memanfaatkan materi yang gampang diurai oleh tanah. Untuk memperoleh kayu bakar mereka tidak menebang pohon tetapi memanfaatkan pohon yang sudah mati. Mereka menyimpan cadangan masakan di leuit, sebagai bentuk ketahanan pangan. Hubungan kemasyarakatan masyarakat Badui dalam menolak segala sesuati yang bekerjasama dengan teknologi.