Tradisi Suran Di Kabupaten Banyumas
Wednesday, October 14, 2020
Edit
Masyarakat Banyumas dan Masyarkat Jawa pada umumnya mempunyai tradisi yang sudah mengakar adalah tradisi Suran yang biasa diadakan pada bulan Sura, bulan pertama pada kalender Jawa. Sura artinya berani, siapa yang berani hidup berarti berani mati. Siapa saja yang hidup di alam dunia harus mau merawat alam semoga lestari semua kekayaan alam yang ada di bumi. Sura berarti juga kosong, berdasarkan tabiat Jawa insan hidup berasal dari kosong dan nanti akan kembali kosong (tidak ada) lagi. Semus itu digambarkan dalam bulan Sura dan Besar yang sama-sama mempunyai arti kosong (tidak ada).
Masyarakat Banyumas yang intinya mempunyai tradisi bercocok tanam hingga dengan ketika ini masih memakai hitungan menyerupai ini. Selama setahun ada 12 bulan dimulai dari bulan Sura atau disebut juga dengan Warana yang berate kosong, Sapar (Wadana) yang berarti awal, Mulud (Wijangga) yang berarti berbicara, Rabimulakir ((Wiyana) yang berarti membuka, Jumadilawal (Widada) yang berarti pintu, Jumadilakir (Widarpa) yang berarti rahasia, Rajab (Wilapa) yang berarti awal, Sadran (Wahana) yang berarti jadi, Puasa (Wanana) yang berarti tengah, Sawal (Wurana) yang berarti wujud, Apit (Wujana) yang berarti busana, dan Besar (Wujala) yang berarti kosong (tidak ada)
Dengan dua arti di atas tadi bagi orang Jawa, termasuk masyarakat Banyumas, bulan Sura mempunyai makna yang dalam. Malam tanggal satu Sura biasanya masyarakat Jawa mwngadakan rialat/tirakat sesuai dengan kemampuanya sendiri-sendiri. Ada yang begadang semalam suntuk, ada yang ngasrep, ngrowot, tirakayt dan lain-lain. Ada yang berjalan mengelilingi desa, ada juga yang bertapa brata menutup Sembilan hawa, khusuk semedi meyembah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selama bulan Sura banyak orang yang mengadakan bermacam ritual untuk diri sendiri, masyarakat, hingga dengan lestarinya alam semesta. Bagi mereka yang mengadakan ritual untuk dirinya sendiri masyarakat Banyumas biasanya melaksanakan tirakat, juga ada yang mengadakan ruwat sukerta lan ruwat sengkala. Tujuannya membuang energi negatif yang berada dalam tubuh semoga hidup sanggup sehat, selamat, dan lancar rejekinya.
Ritual yang dilaksanakan untuk keselamatan bersama berupa membersihkan makam, dilanjutkan dengan takiran adalah makan bersama dengan ganjal makan conthong(daun pisang yang dibentuk) Biasanya makan bersama ini di perempatan jalan. Ritual yang berafiliasi dengan kelestarian alam semesta adalah ruwat bumi, dengan pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Murwakala.
Masyarakat Banyumas percaya bahwa alam dan isinya harus diruwat semoga flora tumbuh subur dan memperlihatkan rejeki, terhindar dari tragedi dan goda, menyerupai banjir, gunung meletus, tanah longsor, dan lain-lain.
Karena hal-hal tersebut di atas bulan Sura dianggap sebagai bulan keramat. Kekeramatan bulan Sura bukan dari bulannya tapi dari itikad insan yang ingin mendekatkan dirinya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan alam seisinya. Masyarakat Banyumas percaya bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa yang membuat alam semesta ini.
Masyarakat Jawa mempunyai dua buah kitab yang tidak akan simpulan dibaca selama hidup manusia, adalah Kitab Jagad Gumelar dan Kitab Jagad Gumulung. Kitab Jagad Gumelar merupakan wujud alam dan seisinya yang harus dibaca, dipelajari, dan dipahami sebagai wujud anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Mengapa setiap hari matahari terbit, mengapa ada kemarau panjang, mengapa ada gempa, gerhana ?. Semua itu harus dicari maknanya oleh manusia. Begitu juga suara tokek, burung dhandhangelak, prenjak atau kodok yang merupakan pengingat bagi kehidupan manusia. Itu semua merupakan wacana dari Kitab Jagad Gumelar yang akan bermakna kalau insan mau dan bisa dalam membaca.
Di dalam Jagad gumulung insan sanggup mempelajari keadaan tubuh sendiri, ada jantung, paru-paru, hati, otak, mata, telinga, dan seterusnya. Semua harus dipahami tidak hanya sebagai organ tubuh manusia. Di situlah daerah jiwa yang harus dibaca sebagai sumber hidup kita. Setiap insan juga mempunyai saudara muda dan saudara tua, yang biasanya dinamakan kakang kawah dan adhi ari-ari. Manusia juga mempunyai empat saudara adalah air (Dura), api (Sembada), tanah (Duga), dan angin (Prayuga) dan dilengkapi yang kelima adalah jiwa yang suci.
Kita juga sering mencicipi kedhuten, mimpi, indera pendengaran berdengung dan lain sebagainya, semua harus dicari maknanya sebagai tanda dari Yang Maha Kuasa untuk insan di masa yang akan datang. Kalau kita bisa membaca menandakan tersebut, orang yang akan meninggal dunia kurang dari seratus hari saja sudah ada menandakan dalam tubuh kita. Hal tersebut menandakan bahwa Jagad Gumulung merupakan menandakan yang harus dicari maknanya.
Pengetahuan wacana Jagad Gumelar dan Jagad Gumlung biasanya semakin dalam dipelajari oleh masyarakat Banyumas dalam bulan Sura. Masyarakat semakin mendekat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan keinginan bisa merawat kedua jagad tersebut. Supaya bisa hidup selamat di dunia kedua jagad tersebut harus dirawat dengan baik. Jagad Gumelar merupakan sikap fisik sedangkan jagad gumulung merupakan sikap bathin. Dalam hal ini bulan Sura menjadi waktu yang pas untuk mewujdkan alam pikir, alam bathin.
Masyarakat Banyumas yang intinya mempunyai tradisi bercocok tanam hingga dengan ketika ini masih memakai hitungan menyerupai ini. Selama setahun ada 12 bulan dimulai dari bulan Sura atau disebut juga dengan Warana yang berate kosong, Sapar (Wadana) yang berarti awal, Mulud (Wijangga) yang berarti berbicara, Rabimulakir ((Wiyana) yang berarti membuka, Jumadilawal (Widada) yang berarti pintu, Jumadilakir (Widarpa) yang berarti rahasia, Rajab (Wilapa) yang berarti awal, Sadran (Wahana) yang berarti jadi, Puasa (Wanana) yang berarti tengah, Sawal (Wurana) yang berarti wujud, Apit (Wujana) yang berarti busana, dan Besar (Wujala) yang berarti kosong (tidak ada)
Dengan dua arti di atas tadi bagi orang Jawa, termasuk masyarakat Banyumas, bulan Sura mempunyai makna yang dalam. Malam tanggal satu Sura biasanya masyarakat Jawa mwngadakan rialat/tirakat sesuai dengan kemampuanya sendiri-sendiri. Ada yang begadang semalam suntuk, ada yang ngasrep, ngrowot, tirakayt dan lain-lain. Ada yang berjalan mengelilingi desa, ada juga yang bertapa brata menutup Sembilan hawa, khusuk semedi meyembah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selama bulan Sura banyak orang yang mengadakan bermacam ritual untuk diri sendiri, masyarakat, hingga dengan lestarinya alam semesta. Bagi mereka yang mengadakan ritual untuk dirinya sendiri masyarakat Banyumas biasanya melaksanakan tirakat, juga ada yang mengadakan ruwat sukerta lan ruwat sengkala. Tujuannya membuang energi negatif yang berada dalam tubuh semoga hidup sanggup sehat, selamat, dan lancar rejekinya.
Ritual yang dilaksanakan untuk keselamatan bersama berupa membersihkan makam, dilanjutkan dengan takiran adalah makan bersama dengan ganjal makan conthong(daun pisang yang dibentuk) Biasanya makan bersama ini di perempatan jalan. Ritual yang berafiliasi dengan kelestarian alam semesta adalah ruwat bumi, dengan pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Murwakala.
Masyarakat Banyumas percaya bahwa alam dan isinya harus diruwat semoga flora tumbuh subur dan memperlihatkan rejeki, terhindar dari tragedi dan goda, menyerupai banjir, gunung meletus, tanah longsor, dan lain-lain.
Karena hal-hal tersebut di atas bulan Sura dianggap sebagai bulan keramat. Kekeramatan bulan Sura bukan dari bulannya tapi dari itikad insan yang ingin mendekatkan dirinya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan alam seisinya. Masyarakat Banyumas percaya bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa yang membuat alam semesta ini.
Masyarakat Jawa mempunyai dua buah kitab yang tidak akan simpulan dibaca selama hidup manusia, adalah Kitab Jagad Gumelar dan Kitab Jagad Gumulung. Kitab Jagad Gumelar merupakan wujud alam dan seisinya yang harus dibaca, dipelajari, dan dipahami sebagai wujud anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Mengapa setiap hari matahari terbit, mengapa ada kemarau panjang, mengapa ada gempa, gerhana ?. Semua itu harus dicari maknanya oleh manusia. Begitu juga suara tokek, burung dhandhangelak, prenjak atau kodok yang merupakan pengingat bagi kehidupan manusia. Itu semua merupakan wacana dari Kitab Jagad Gumelar yang akan bermakna kalau insan mau dan bisa dalam membaca.
Di dalam Jagad gumulung insan sanggup mempelajari keadaan tubuh sendiri, ada jantung, paru-paru, hati, otak, mata, telinga, dan seterusnya. Semua harus dipahami tidak hanya sebagai organ tubuh manusia. Di situlah daerah jiwa yang harus dibaca sebagai sumber hidup kita. Setiap insan juga mempunyai saudara muda dan saudara tua, yang biasanya dinamakan kakang kawah dan adhi ari-ari. Manusia juga mempunyai empat saudara adalah air (Dura), api (Sembada), tanah (Duga), dan angin (Prayuga) dan dilengkapi yang kelima adalah jiwa yang suci.
Kita juga sering mencicipi kedhuten, mimpi, indera pendengaran berdengung dan lain sebagainya, semua harus dicari maknanya sebagai tanda dari Yang Maha Kuasa untuk insan di masa yang akan datang. Kalau kita bisa membaca menandakan tersebut, orang yang akan meninggal dunia kurang dari seratus hari saja sudah ada menandakan dalam tubuh kita. Hal tersebut menandakan bahwa Jagad Gumulung merupakan menandakan yang harus dicari maknanya.
Pengetahuan wacana Jagad Gumelar dan Jagad Gumlung biasanya semakin dalam dipelajari oleh masyarakat Banyumas dalam bulan Sura. Masyarakat semakin mendekat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan keinginan bisa merawat kedua jagad tersebut. Supaya bisa hidup selamat di dunia kedua jagad tersebut harus dirawat dengan baik. Jagad Gumelar merupakan sikap fisik sedangkan jagad gumulung merupakan sikap bathin. Dalam hal ini bulan Sura menjadi waktu yang pas untuk mewujdkan alam pikir, alam bathin.