Tata Rias Dan Tata Buasana Tari Tradisional
Saturday, November 7, 2020
Edit
Tata rias dan tata busana merupakan unsur yang tidak sanggup dipisahkan untuk penyajian suatu garapan tari. Tata rias dan tata busana harus diperhaikan dengan cermat dan teliti. Dengan tata rias dan tata busana yang sempurna sanggup memperjelas aksara dan sesuai dengan tema yang disajikan. Dalam menentukan desain pakaian dan warna membutuhkan fatwa dan pertimbangan yang matang alasannya yaitu kostum berfungsi untuk memperjelas pemeranan pada tema cerita.
Tata rias merupakan cara untuk mempercantik diri khususnya pada bab muka atau wajah. Tata rias pada seni pertunjukan diharapkan untuk menggambarkan/menentukan tabiat tokoh di atas pentas. Tata rias yaitu seni memakai bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan memperlihatkan dandanan atau perubahan pada para pemain. Sebagai penggambaran tabiat di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain diharapkan adanya tata rias sebagai perjuangan menyusun hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.
Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai aneka macam macam kekhususan yang masing-masing mempunyai keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias yaitu:
Tata Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari di atas panggung. Tata pakaian terdiri dari beberapa bab :
Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, alasannya yaitu warna di alam seni pertunjukan berkaitan dengan aksara seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana yang dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh akhirnya warna dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna sanggup juga digunakan hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja dalam memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna menjadi syarat utama alasannya yaitu begitu dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer, sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.
Warna-warna tersebut di atas sanggup digolongkan menjadi dua bab sesuai dengan demensi, intensitas, terutama bila dikaitkan dengan emosi seseorang yang disebut dengan warna panas dan warna dingin. Warna panas yaitu merah, kuning, dan orange. Warna hirau taacuh terdiri atas hijau, biru, ungu, dan violet.
Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain menjadi perhatian dan materi pertimbangan, alasannya yaitu bekerjasama erat dengan peran, watak, dan aksara para tokohnya. Warna sebagai lambang dan pengaruhnya terhadap aksara dari tokoh (pemain). Penggunaan warna dalam sebuah garapan tari dihubungkan dengan fungsinya sebagi simbol, di samping warna mempunyai imbas emosional yang berpengaruh terhadap setiap orang.
Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak merangsang), terkesan dingin. Warna hijau memberi kesan dingin. Warna kuning dan orange memberi kesan perasaan riang, menarik perhatian. Warna merah memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk berpikir (dinamis). Warna merah Jambu mengandung kekkutan cinta. Warna Ungu memberi kesan ketenangan.
Demikian juga busana yang digunakan secara visual memperlihatkan tokoh tersebut jahat. Tokoh raksasa pada epos Ramayana misalnya, digambarkan dengan riasan wajah yang merah menyala dengan bab lisan penuh taring. Tata busana yang digunakan panjang dan menyeramkan.
Karakter tokoh baik pada epos Ramayana biasanya memakai riasan manis menyerupai riasan pada Pregiwa sebagai istri Gatot Kaca. Tata rias dan
tata busana tampak manis dan bersahaja. Tata rias dan busana juga sanggup memperlihatkan tokoh lucu. Epos Ramayana ditunjukkan pada tata rias dan busana Punakawan yaitu Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng.
Tata rias dan busana pada tari tradisional tidak hanya bersumber pada epos Ramayana tetapi juga tarian lepas yaitu tarian yang tidak bekerjasama dengan kisah Ramayana. Tokoh dan aksara sanggup dijumpai juga pada tari perihal fauna menyerupai Tari Merak. Tata rias pada tari Merak yang digunakan memperlihatkan seekor burung Merak yang indah. Tata busana yang digunakan merupakan perwujudan dengan sayap dan tutup kepala sebagai ciri khas yang memperlihatkan perwujudan burung Merak. Ada juga tata rias dan tata busana tari Kijang dari Jawa Tengah, tari Burung Enggang dari Kalimantan, tari Cendrawasih dari Bali, tari Kukilo dari Jawa Tengah.
Tata rias merupakan cara untuk mempercantik diri khususnya pada bab muka atau wajah. Tata rias pada seni pertunjukan diharapkan untuk menggambarkan/menentukan tabiat tokoh di atas pentas. Tata rias yaitu seni memakai bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan memperlihatkan dandanan atau perubahan pada para pemain. Sebagai penggambaran tabiat di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain diharapkan adanya tata rias sebagai perjuangan menyusun hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.
Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai aneka macam macam kekhususan yang masing-masing mempunyai keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias yaitu:
- Rias aksen, memperlihatkan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan dimainkannya. Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya dibutuhkan aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah.
- Rias jenis, merupakan riasan yang diharapkan untuk memperlihatkan perubahan wajah pemain berjenis kelamin pria memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya.
- Rias bangsa, merupakan riasan yang diharapkan untuk memperlihatkan aksen dan riasan pada pemain yang memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan tugas bangsa Belanda.
- Rias usia, merupakan riasan yang mengubah seorang muda (remaja/pemuda/pemudi) menjadi orang renta usia tujuh puluhan (kakek/nenek).
- Rias tokoh, diharapkan untuk memperlihatkan klarifikasi pada tokoh yang diperankan. Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.
- Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas tabiat yang diperankan pemain. Misalnya memerankan tabiat putri luruh (lembut), putri branyak (lincah), putra alus, putra gagah.
- Rias temporal, riasan menurut waktu dikala pemain melaksanakan peranannya. Misalnya pemain sedang memainkan waktu berdiri tidur, waktu dalam pesta, kedua pola tersebut dibutuhkan riasan yang berbeda.
- Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan daerah pemain. Misalnya rias seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias sehabis lepas dari penjara.
Tata Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari di atas panggung. Tata pakaian terdiri dari beberapa bab :
- Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya. Misalnya, setagen, korset, rok dalam, straples
- Pakaian kaki, pakaian yang dikenakan pada bab kaki. Misalnya binggel, gongseng, kaos kaki, sepatu.
- Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bab badan mulai dari dada hingga pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja, mekak, rompi, kace, rapek, ampok-ampok, simbar dada, selendang, dan seterusnya.
- Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bab kepala. Misalnya aneka macam macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk, gelung konde, gelung keong, gelung bokor, dan sejenisnya).
- Perlengkapan/accessories, yaitu perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian tersebut di atas untuk memperlihatkan imbas dekoratif, pada aksara yang dibawakan. Misalnya tambahan gelang, kalung, ikat pinggang, kamus timang/slepe ceplok, deker (gelang tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.
Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, alasannya yaitu warna di alam seni pertunjukan berkaitan dengan aksara seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana yang dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh akhirnya warna dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna sanggup juga digunakan hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja dalam memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna menjadi syarat utama alasannya yaitu begitu dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer, sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.
- Warna primer yaitu disebut juga warna pokok/warna utama, yang terdiri dari warna merah, kuning, dan biru.. Warna merah yaitu simbol keberanian, agresif/aktif. Pada dramatari tradisional warna tersebut biasanya digunakan oleh raja yang sombong, agresif/aktif. Misalnya: Duryanada, Rahwana, Srikandi. Warna biru mempunyai kesan ketentraman dan mempunyai arti simbolis kesetiaan. Pada drama tradisional warna tresebut digunakan oleh seorang pahlawan atau putri yang setia kepada Negara dan penuh pengabdian. Misalnya; Dewi Sinta, Drupadi. Warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.
- Warna sekunder yaitu warna adonan yaitu hijau, ungu, dan orange.
- Warna intermediet yaitu warna adonan antara warna primer dengan warna dihadapannya. Misalnya warna merah dicampur dengan hijau, biru dengan orange, kuning dengan violet.
- Warna tersier yaitu adonan antara warna primer dengan warna sekunder yaitu warna merah dicampu orange, kuning dengan orange, kuning dengan hijau, hijau dengan biru, biru dengan violet, violet dengan merah.
- Warna kuarter yaitu percampuran antara warna primer dengan warna tersier, dan warna sekunder dengan tersier yang melahirkan 12 warna adonan baru..
- Warna netral yaitu hitam dan putih. Warna hitam memperlihatkan kesan kematangan dan kebijaksanaan. Pada drama tradisional biasa digunakan oleh satria, raja, dan putri yang yang bijaksana. Misalnya Kresna, Puntadewa, Kunti. Sedangkan warna putih memperlihatkan kesan muda, mempunyai arti simbolis kesucian. Di dalam drama tradisional warna tersebut digunakan oleh pendeta yang dianggap suci.
Warna-warna tersebut di atas sanggup digolongkan menjadi dua bab sesuai dengan demensi, intensitas, terutama bila dikaitkan dengan emosi seseorang yang disebut dengan warna panas dan warna dingin. Warna panas yaitu merah, kuning, dan orange. Warna hirau taacuh terdiri atas hijau, biru, ungu, dan violet.
Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain menjadi perhatian dan materi pertimbangan, alasannya yaitu bekerjasama erat dengan peran, watak, dan aksara para tokohnya. Warna sebagai lambang dan pengaruhnya terhadap aksara dari tokoh (pemain). Penggunaan warna dalam sebuah garapan tari dihubungkan dengan fungsinya sebagi simbol, di samping warna mempunyai imbas emosional yang berpengaruh terhadap setiap orang.
Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak merangsang), terkesan dingin. Warna hijau memberi kesan dingin. Warna kuning dan orange memberi kesan perasaan riang, menarik perhatian. Warna merah memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk berpikir (dinamis). Warna merah Jambu mengandung kekkutan cinta. Warna Ungu memberi kesan ketenangan.
Demikian juga busana yang digunakan secara visual memperlihatkan tokoh tersebut jahat. Tokoh raksasa pada epos Ramayana misalnya, digambarkan dengan riasan wajah yang merah menyala dengan bab lisan penuh taring. Tata busana yang digunakan panjang dan menyeramkan.
Karakter tokoh baik pada epos Ramayana biasanya memakai riasan manis menyerupai riasan pada Pregiwa sebagai istri Gatot Kaca. Tata rias dan
tata busana tampak manis dan bersahaja. Tata rias dan busana juga sanggup memperlihatkan tokoh lucu. Epos Ramayana ditunjukkan pada tata rias dan busana Punakawan yaitu Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng.
Tata rias dan busana pada tari tradisional tidak hanya bersumber pada epos Ramayana tetapi juga tarian lepas yaitu tarian yang tidak bekerjasama dengan kisah Ramayana. Tokoh dan aksara sanggup dijumpai juga pada tari perihal fauna menyerupai Tari Merak. Tata rias pada tari Merak yang digunakan memperlihatkan seekor burung Merak yang indah. Tata busana yang digunakan merupakan perwujudan dengan sayap dan tutup kepala sebagai ciri khas yang memperlihatkan perwujudan burung Merak. Ada juga tata rias dan tata busana tari Kijang dari Jawa Tengah, tari Burung Enggang dari Kalimantan, tari Cendrawasih dari Bali, tari Kukilo dari Jawa Tengah.