Jenis Jenis Teater Tradisional Nusantara
Friday, December 4, 2020
Edit
Teater tradisional merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang dilakukan secara turun temurun. Pada pertunjukan teater tradisional jarang menggunakan naskah secara tertulis. Pada pemain telah hapal dengan obrolan yang akan dilakukan di atas panggung. Mereka melaksanakan lokan pertunjukan dari tahun ke tahun sebagai belahan dari kehidupan. Salah satu ciri dari teater tradisional ialah proses kreatifnya didukung oleh system kebersamaan, tidak ada penonjolan individu sebagai pencipta “karya”, yang lahir dan muncul ialah bahwa karya tersebut dilakukan bersama, semua dikerjakan bersama.
Teater tradisonal Indonesia pada umumnya tidak menggunakan naskah cerita, naskah yang ada hanya garis besar cerita. Kelebihan teater tradisional ialah menunjukkan keleluasaan bagi pemain untuk menyebarkan permainan sebebasnya sesuai dengan kemampuan improvisasinya, dan menuntut pemain untuk hapal dongeng di luar kepala. Sedangkan kelemahannya ialah dongeng tidak terkontrol baik waktu maupun batasan obrolan tiap peran. Tanpa adanya naskah, karya seni yang merupakan ekspresi dan ide seniman tidak sanggup terdokumentasikan.
A. Bentuk-Bentuk Teater Tradisonal Indonesia
1. Wayang Orang
Wayang orang atau wayang wong (bahasa Jawa) ialah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam dongeng wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731. Wayang orang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Wayang orang merupakan bentuk kesenian tradisional yang multimedia alasannya aneka macam media seni menjadi belahan dari pertunjukan wayang Orang. Contohnya seni sastra (naskah/cerita), musik (gamelan/tembang), drama (akting dan dialog), tari (gerakan/ tarian), serta rupa (property/busana/rias). Gamelan untuk pertunjukan ditabuh oleh nayaga dan tembang dinyanyikan oleh sinden.
Cerita yang dimainkan didasarkan pada kisah Mahabrata dan Ramayana yang mengandung pesan moral, dan sudah menyatu dalam jiwa masyarakat setempat. Tata panggungnya yang unik dan eksotis menciptakan penonton serasa terbawa kembali ke zaman dahulu. Para pemain menggunakan pakaian sama mirip hiasan-hiasan yang digunakan pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau berdiri muka mereka mirip wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/dihias mukanya dengan pelengkap gambar atau lukisan.
2. Ketoprak
Ketoprak ialah teater rakyat yang berkembang di tempat Jawa Tengah, Yogyakarta dan sekitarnya. Bentuk pertunjukan Ketoprak mirip dengan wayang orang. Keunikannya juga terletak pada penggunaan layar belakang dengan aneka macam gambar sebagai setting, juga penggunaan properti mirip kelengkapan rumah mirip kursi, meja dan perabotan biasa hadir di pentas. Lakon yang dibawakan merupakan dongeng rakyat, dongeng keseharian dan kisah kepahlawanan. Unsur dagelan atau humor masih ada, namun gerakan/ tariannya lebih sederhana dan waktu petunjukannya lebih singkat.
Tema dongeng dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari dongeng legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil dongeng dari luar negeri. Tetapi tema dongeng tidak pernah diambil dari repertoar dongeng epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang. Beberapa pola lakon dalam ketoprak antara lain : Ki Ageng Mangir, Ande - Ande Lumut, Aryo Penangsang, Joko Tarup, Joko Tingkir, Cindelaras Adu, Joko Kendil, Lesmono Gandrung, dan Siti Jenar Tanding.
3. Ludruk
Ludruk merupakan teater rakyat yang berkembang di tempat Jawa Timur dan sekitarnya. Pertunjukan ludruk hampir sama dengan teater ketoprak dari Jawa Tengah, tetapi yang menjadi keunikan teater Ludruk tradisional yang orisinil ialah semua pemainnya pria, artinya tugas perempuan pun dimainkan oleh pria. Ludruk diawali dengan tarian yang ditarikan sambil bernyanyi dan disebut tari Ngremo. Kemudian dilanjutkan dengan dongeng yang diselingi dagelan.
Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil dongeng wacana kehidupan rakyat sehari-hari, dongeng perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan menciptakan penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, menciptakan beliau gampang diserap oleh kalangan aneka macam kalangan.
4. Lenong Betawi
Lenong ialah bentuk teater rakyat yang paling terkenal diwilayah Betawi. Teater ini sudah menggunakan unsur panggung, dekor dan properti yaitu berupa satu meja dan dua kursi. Lama pertunjukan sanggup dilaksanakan sekitar 3 jam.
Berdasarkan isi ceritanya Lenong sanggup digolongkan menjadi Lenong Dines dan Lenong Preman.
Struktur Pertunjukan Lenong
5. Teater Dul Muluk
Teater Dul Muluk ialah teater tradisional yang berkembang di tempat Sumatra selatan dan sekitarnya. Bentuk dan ciri pementasan Dul Muluk selalu diiringi dengan musik yang khas seperti; Biola, gendang melayu, terompet dll. Permainan akting dilakukan dengan improvisasi. Materi pokok dongeng diambil dari hikayat Abdul Muluk. Musik, tari dan lawakan merupakan belahan yang menyatu dalam pertunjukan. Bahasa yang di gunakan ialah Bahasa Melayu. Seluruh pemain laki-laki, tugas perempuan pun dimainkan laki-laki.
Teater Abdul Muluk pertama kali terinspirasi dari seorang pedagang keturunan arab yang berjulukan Wan Bakar. Dia tiba ke Palembang pada kurun ke-20 kemudian menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di negeri Berbari. Sejak itu Wan Bakar sering diundang untuk membacakan kisah-kisah wacana Abdul Muluk pada aneka macam perhelatan, mirip program perkawinan, khitanan atau syukuran dikala pertama mencukur rambut bayi.
Bersama murid-muridnya, antara lain Kamaludin dan Pasirah Nuhasan, Wan Bakar kemudian memasukkan unsur musik gambus dan terbangan (sejenis musik rebana) sebagai pengiring. Bentuk pertunjukan pun diperkaya.
6. Randai
Randai ialah salah satu teater tradisional yang berkembang di tempat Sumatra Barat. Bentuk pertunjukan Randai, merupakan perpaduan gerakan Tarian pola silat minangkabau dan dongeng yang bersumber dari tradisi Bakaba. Lagu gurindam dan penyampaian liris kaba diiringi alat musik rabab, saluang dan kecapi khas Sumatra Barat.
Randai mengadopsi gaya penokohan dan obrolan dalam sandiwara-sandiwara, mirip kelompok Dardanela. Randai dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil memberikan dongeng dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri ialah sebagai seni pertunjukan hiburan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Cerita yang dibawakan, mirip dongeng Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan dongeng rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat yang biasanya diadakan pada dikala pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.
7. Mamanda
Teater Tradisional Mamanda berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat, Japin, tapi rombongan Bangsawan ini menerima tempat tersendiri di masyarakat. Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti “Paman yang terhormat”.
Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda hingga kini tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi artistiknya. Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi korelasi yang terjalin antara pemain dengan penonton. Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur dongeng kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan ialah tokoh baku mirip Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
Tokoh-tokoh di atas wajib ada dalam setiap pementasan. Agar tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering pula ditambah dengan tokoh-tokoh lain mirip Raja dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh pelengkap lain guna memperkaya cerita. Dialog Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur dongeng Mamanda masih tetap dikedepankan. Disini Mamanda sanggup dimainkan dengan naskah yang utuh atau inti ceritanya saja.
8. Mak Yong
Teater tradisional makyong berasal dari pulau Mantang, salah satu pulau di tempat Riau. Pada mulanya tontonan makyong berupa tarian dan nyanyian, tapi pada perkembangannya kemudian dimainkan cerita-cerita rakyat, legenda-legenda dan cerita-cerita kerajaan. Mak Yong juga digemari oleh para darah biru dan para sultan, sehingga sering dipertontonkan di istana-istana.
Pertunjukan Mak Yong dibawakan kelompok penari dan pemusik profesional yang menggabungkan aneka macam unsur upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental, dan naskah yang sederhana. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam dongeng contohnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik mirip rebab, gendang, dan tetawak.
Tontonan Mak Yong diawali dengan upacara yang dipimpin oleh seorang panjak (pawang) biar semua yang terlibat dalam persembahan diberi keselamatan. Unsur humor, tari, nyanyi dan musik mendominasi tontonan. Tidak mirip tontonan teater tradisional yang lain, dimana umumnya dimainkan oleh laki-laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru perempuan. Kalau pemain laki-laki muncul, mereka selalu menggunakan topeng, sementara pemain perempuan tidak menggunakan topeng. Cerita lakon yang dimainkan berasal dari sastra verbal berupa dongeng dan legenda yang sudah dikenal oleh masyarakat.
9. Kondobuleng
Kondobuleng merupakan teater tradisional yang berasal dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal dari kata kondo (bangau) dan buleng (putih). Kondobuleng berarti bangau putih. Tontonan Kondobuleng ini memiliki makna simbolis. Sebagaimana teater tradisional umumnya, tontonan Kondobuleng juga dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik, wacana insan dan burung bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, lawakan yang dipadukan dengan gerak stilisasi.
Pada awalnya ujuan memainkan Kondobuleng ialah untuk mengajak masyarakat untuk melaksanakan perlawanan kepada Belanda (penjajah) tanpa harus dicurigai oleh pemerintah yang berkuasa ketika itu. Maka di ciptakanlah simbol-sibol dalam pertunjukan antara lain ialah kondobuleng (bangau putih) dan juga tokoh Tuang (orang Belanda). Kesenian ini dipentaskan di istana raja dan di kampung-kampung. Rombongan kesenian kondobuleng keluar masuk kampung memenuhi undangan masyarakat yang melaksanakan hajatan tanpa menerima kendala dari pemerintahan kolonial. Karena rombongan kesenian ini telah menerima kartu/surat izin.
Bagian unik dari tontonan ini ialah tidak adanya batas antara huruf dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku, tapi pada adegan yang sama mereka ialah bahtera yang sedang mengarungi samudera. Tapi pada dikala itu pula mereka ialah juga penumpangnya.
10. Arja
Arja ialah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Di antara yang banyak itu, salah satunya ialah Arja. Arja juga merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan. Penekanan pada nontonan Arja ialah tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak pemain wanita, alasannya penekanannya pada tari.
Nama Arja diduga berasal dari kata Reja (bahasa Sanskerta) yang berarti "keindahan". Gamelan yang biasa digunakan mengiringi Arja disebut "Gaguntangan" yang bersuara lirih dan merdu sehingga sanggup menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari. Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820-an, pada masa pemerintahan Raja Klungkung, I Dewa Agung Sakti. Menjelang berakhirnya kurun 20 lahirlah Arja Muani, dimana semua pemainnya pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat, terutama alasannya menghadirkan komedi segar.
Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh, yaitu; yang bertolak dari dongeng Gambuh. Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari Ramayana dan Mahabharata. Tokoh- tokoh yang muncul dalam Arja ialah Melung (Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja Putri, Limbur atau Prameswari, mantri dan lain sebagainya.
Teater tradisonal Indonesia pada umumnya tidak menggunakan naskah cerita, naskah yang ada hanya garis besar cerita. Kelebihan teater tradisional ialah menunjukkan keleluasaan bagi pemain untuk menyebarkan permainan sebebasnya sesuai dengan kemampuan improvisasinya, dan menuntut pemain untuk hapal dongeng di luar kepala. Sedangkan kelemahannya ialah dongeng tidak terkontrol baik waktu maupun batasan obrolan tiap peran. Tanpa adanya naskah, karya seni yang merupakan ekspresi dan ide seniman tidak sanggup terdokumentasikan.
A. Bentuk-Bentuk Teater Tradisonal Indonesia
1. Wayang Orang
Wayang orang atau wayang wong (bahasa Jawa) ialah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam dongeng wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731. Wayang orang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Wayang orang merupakan bentuk kesenian tradisional yang multimedia alasannya aneka macam media seni menjadi belahan dari pertunjukan wayang Orang. Contohnya seni sastra (naskah/cerita), musik (gamelan/tembang), drama (akting dan dialog), tari (gerakan/ tarian), serta rupa (property/busana/rias). Gamelan untuk pertunjukan ditabuh oleh nayaga dan tembang dinyanyikan oleh sinden.
Cerita yang dimainkan didasarkan pada kisah Mahabrata dan Ramayana yang mengandung pesan moral, dan sudah menyatu dalam jiwa masyarakat setempat. Tata panggungnya yang unik dan eksotis menciptakan penonton serasa terbawa kembali ke zaman dahulu. Para pemain menggunakan pakaian sama mirip hiasan-hiasan yang digunakan pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau berdiri muka mereka mirip wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/dihias mukanya dengan pelengkap gambar atau lukisan.
2. Ketoprak
Ketoprak ialah teater rakyat yang berkembang di tempat Jawa Tengah, Yogyakarta dan sekitarnya. Bentuk pertunjukan Ketoprak mirip dengan wayang orang. Keunikannya juga terletak pada penggunaan layar belakang dengan aneka macam gambar sebagai setting, juga penggunaan properti mirip kelengkapan rumah mirip kursi, meja dan perabotan biasa hadir di pentas. Lakon yang dibawakan merupakan dongeng rakyat, dongeng keseharian dan kisah kepahlawanan. Unsur dagelan atau humor masih ada, namun gerakan/ tariannya lebih sederhana dan waktu petunjukannya lebih singkat.
Tema dongeng dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari dongeng legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil dongeng dari luar negeri. Tetapi tema dongeng tidak pernah diambil dari repertoar dongeng epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang. Beberapa pola lakon dalam ketoprak antara lain : Ki Ageng Mangir, Ande - Ande Lumut, Aryo Penangsang, Joko Tarup, Joko Tingkir, Cindelaras Adu, Joko Kendil, Lesmono Gandrung, dan Siti Jenar Tanding.
3. Ludruk
Ludruk merupakan teater rakyat yang berkembang di tempat Jawa Timur dan sekitarnya. Pertunjukan ludruk hampir sama dengan teater ketoprak dari Jawa Tengah, tetapi yang menjadi keunikan teater Ludruk tradisional yang orisinil ialah semua pemainnya pria, artinya tugas perempuan pun dimainkan oleh pria. Ludruk diawali dengan tarian yang ditarikan sambil bernyanyi dan disebut tari Ngremo. Kemudian dilanjutkan dengan dongeng yang diselingi dagelan.
Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil dongeng wacana kehidupan rakyat sehari-hari, dongeng perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan menciptakan penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, menciptakan beliau gampang diserap oleh kalangan aneka macam kalangan.
4. Lenong Betawi
Lenong ialah bentuk teater rakyat yang paling terkenal diwilayah Betawi. Teater ini sudah menggunakan unsur panggung, dekor dan properti yaitu berupa satu meja dan dua kursi. Lama pertunjukan sanggup dilaksanakan sekitar 3 jam.
Berdasarkan isi ceritanya Lenong sanggup digolongkan menjadi Lenong Dines dan Lenong Preman.
- Lenong Dines yaitu lenong yang mempergunakan obrolan dalam bahasa melayu Tinggi dan dongeng yang dibawakan ialah cerita-cerita hikayat lama, latar belakang dongeng berlangsung di istana - istana dengan tokoh- tokoh mirip Raja, Pangeran, Puteri Jin-jin dan lain-lain.
- Lenong Preman yaitu lenong yang mempergunakan obrolan bahasa betawi sehari-hari juga dongeng yang dekat dengan duduk kasus kehidupan rakyat mirip kehidupan dilingkungan masyarakat kampung, rumah tangga, dll. Unsur humor dan lawakan sangat dominan.
Struktur Pertunjukan Lenong
- Pembukaan. Suatu pertunjukan lenong betawi dibuka dengan lagulagu instrumentalia. irama gambang kromong pada pembukaan berfungsi sebagi pemberitahuan bahwa ditempat tersebut ada pertunjakan lenong.
- Hiburan. Hiburan, sehabis instrumentalia dirasa cukup maka pertunjukan dilanjukan dengan hiburan yang diisi dengan pembukaan dan cerita, merupakan pertunjukan nyanyi. Penyanyi membawakan lagu-lagu pop betawi dan dangdut. Pada dikala ini penyanyi meminta saweran dari penonton.
- Lakon dan cerita.. Setelah selesai program hiburan barulah meningkat pada cerita. Cerita yang dipentaskan ditentukan oleh sutradara sekaligus biasanya merangkap pimpinan rombongan. Pementasan dibagi dalam beberapa babak, berdasarkan istilah setempat dinamakan drip.
5. Teater Dul Muluk
Teater Dul Muluk ialah teater tradisional yang berkembang di tempat Sumatra selatan dan sekitarnya. Bentuk dan ciri pementasan Dul Muluk selalu diiringi dengan musik yang khas seperti; Biola, gendang melayu, terompet dll. Permainan akting dilakukan dengan improvisasi. Materi pokok dongeng diambil dari hikayat Abdul Muluk. Musik, tari dan lawakan merupakan belahan yang menyatu dalam pertunjukan. Bahasa yang di gunakan ialah Bahasa Melayu. Seluruh pemain laki-laki, tugas perempuan pun dimainkan laki-laki.
Teater Abdul Muluk pertama kali terinspirasi dari seorang pedagang keturunan arab yang berjulukan Wan Bakar. Dia tiba ke Palembang pada kurun ke-20 kemudian menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di negeri Berbari. Sejak itu Wan Bakar sering diundang untuk membacakan kisah-kisah wacana Abdul Muluk pada aneka macam perhelatan, mirip program perkawinan, khitanan atau syukuran dikala pertama mencukur rambut bayi.
Bersama murid-muridnya, antara lain Kamaludin dan Pasirah Nuhasan, Wan Bakar kemudian memasukkan unsur musik gambus dan terbangan (sejenis musik rebana) sebagai pengiring. Bentuk pertunjukan pun diperkaya.
6. Randai
Randai ialah salah satu teater tradisional yang berkembang di tempat Sumatra Barat. Bentuk pertunjukan Randai, merupakan perpaduan gerakan Tarian pola silat minangkabau dan dongeng yang bersumber dari tradisi Bakaba. Lagu gurindam dan penyampaian liris kaba diiringi alat musik rabab, saluang dan kecapi khas Sumatra Barat.
Randai mengadopsi gaya penokohan dan obrolan dalam sandiwara-sandiwara, mirip kelompok Dardanela. Randai dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil memberikan dongeng dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri ialah sebagai seni pertunjukan hiburan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Cerita yang dibawakan, mirip dongeng Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan dongeng rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat yang biasanya diadakan pada dikala pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.
7. Mamanda
Teater Tradisional Mamanda berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat, Japin, tapi rombongan Bangsawan ini menerima tempat tersendiri di masyarakat. Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti “Paman yang terhormat”.
Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda hingga kini tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi artistiknya. Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi korelasi yang terjalin antara pemain dengan penonton. Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur dongeng kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan ialah tokoh baku mirip Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
Tokoh-tokoh di atas wajib ada dalam setiap pementasan. Agar tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering pula ditambah dengan tokoh-tokoh lain mirip Raja dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh pelengkap lain guna memperkaya cerita. Dialog Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur dongeng Mamanda masih tetap dikedepankan. Disini Mamanda sanggup dimainkan dengan naskah yang utuh atau inti ceritanya saja.
8. Mak Yong
Teater tradisional makyong berasal dari pulau Mantang, salah satu pulau di tempat Riau. Pada mulanya tontonan makyong berupa tarian dan nyanyian, tapi pada perkembangannya kemudian dimainkan cerita-cerita rakyat, legenda-legenda dan cerita-cerita kerajaan. Mak Yong juga digemari oleh para darah biru dan para sultan, sehingga sering dipertontonkan di istana-istana.
Pertunjukan Mak Yong dibawakan kelompok penari dan pemusik profesional yang menggabungkan aneka macam unsur upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental, dan naskah yang sederhana. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam dongeng contohnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik mirip rebab, gendang, dan tetawak.
Tontonan Mak Yong diawali dengan upacara yang dipimpin oleh seorang panjak (pawang) biar semua yang terlibat dalam persembahan diberi keselamatan. Unsur humor, tari, nyanyi dan musik mendominasi tontonan. Tidak mirip tontonan teater tradisional yang lain, dimana umumnya dimainkan oleh laki-laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru perempuan. Kalau pemain laki-laki muncul, mereka selalu menggunakan topeng, sementara pemain perempuan tidak menggunakan topeng. Cerita lakon yang dimainkan berasal dari sastra verbal berupa dongeng dan legenda yang sudah dikenal oleh masyarakat.
9. Kondobuleng
Kondobuleng merupakan teater tradisional yang berasal dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal dari kata kondo (bangau) dan buleng (putih). Kondobuleng berarti bangau putih. Tontonan Kondobuleng ini memiliki makna simbolis. Sebagaimana teater tradisional umumnya, tontonan Kondobuleng juga dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik, wacana insan dan burung bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, lawakan yang dipadukan dengan gerak stilisasi.
Pada awalnya ujuan memainkan Kondobuleng ialah untuk mengajak masyarakat untuk melaksanakan perlawanan kepada Belanda (penjajah) tanpa harus dicurigai oleh pemerintah yang berkuasa ketika itu. Maka di ciptakanlah simbol-sibol dalam pertunjukan antara lain ialah kondobuleng (bangau putih) dan juga tokoh Tuang (orang Belanda). Kesenian ini dipentaskan di istana raja dan di kampung-kampung. Rombongan kesenian kondobuleng keluar masuk kampung memenuhi undangan masyarakat yang melaksanakan hajatan tanpa menerima kendala dari pemerintahan kolonial. Karena rombongan kesenian ini telah menerima kartu/surat izin.
Bagian unik dari tontonan ini ialah tidak adanya batas antara huruf dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku, tapi pada adegan yang sama mereka ialah bahtera yang sedang mengarungi samudera. Tapi pada dikala itu pula mereka ialah juga penumpangnya.
10. Arja
Arja ialah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Di antara yang banyak itu, salah satunya ialah Arja. Arja juga merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan. Penekanan pada nontonan Arja ialah tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak pemain wanita, alasannya penekanannya pada tari.
Nama Arja diduga berasal dari kata Reja (bahasa Sanskerta) yang berarti "keindahan". Gamelan yang biasa digunakan mengiringi Arja disebut "Gaguntangan" yang bersuara lirih dan merdu sehingga sanggup menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari. Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820-an, pada masa pemerintahan Raja Klungkung, I Dewa Agung Sakti. Menjelang berakhirnya kurun 20 lahirlah Arja Muani, dimana semua pemainnya pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat, terutama alasannya menghadirkan komedi segar.
Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh, yaitu; yang bertolak dari dongeng Gambuh. Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari Ramayana dan Mahabharata. Tokoh- tokoh yang muncul dalam Arja ialah Melung (Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja Putri, Limbur atau Prameswari, mantri dan lain sebagainya.