Menghitung Untung Dan Rugi

Jual beli yaitu acara menjual atau membeli barang dan jasa. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai atau melaksanakan acara jual beli atau perdagangan. Sebagai pola acara jual beli yang terjadi di pasar. Dalam perdagangan terdapat penjual dan pembeli. Jika kita ingin memperoleh barang yang kita inginkan maka kita harus melaksanakan pertukaran untuk mendapatkannya. Misalnya penjual menyerahkan barang kepada pembeli sebagai gantinya pembeli menyerahkan uang sebagai penganti barang kepada penjual.

Seorang pedagang membeli barang dari pabrik untuk dijual lagi dipasar. Harga barang dari pabrik disebut modal atau harga pembelian sedangkan harga dari hasil penjualan barang disebut harga penjualan. Dalam perdagangan sering terjadi dua kemungkinan yaitu pedagan mendapat untung dan rugi. Pedagang dikatakan memperoleh laba jikalau harga jual lebih besar dari harga beli, sedangkan pedagang dikatakan merugi apabila harga jual lebih kecil dari harga beli.

A. Harga pembelian, harga penjualan, untung, dan rugi
Harga Pembelian yaitu harga yang ditetapkan berdasarkan jumlah uang yang diberikan pada ketika membeli suatu barang. Harga pembelian di sebut juga modal. Dalam situasi tertentu harga pembelian (modal) ditambah dengan ongkos atau biaya lainnya.

Harga Penjualan yaitu harga yang ditetapkan berdasarkan jumlah uang yang diterima pada ketika menjual suatu barang. Untung yaitu selisih antara harga pembelian dan harga penjualan, dengan syarat harga penjualan lebih tinggi dari harga pembelian Rugi Adalah selisih harga penjualan dan harga pembelian dengan syarat harga penjualan lebih rendah dari harga pembelian.

1. Untung
Dalam melaksanakan jual beli biasanya pedagang mengharapkan adanya keuntungan. Penjual dikatakan untung jikalau jika harga penjualan lebih besar dibanding dengan harga pembelian.
Untung = harga jual – harga beli

Contoh :
Pak Untung membeli sebidang sawah dengan harga Rp 10.000.000,- kemudian alasannya yaitu ada suatu keperluan pak Untung menjual kembali sawah tersebut dengan harga Rp 11.500.000,-.Ternyata harga penjualan lebih besar dibanding harga pembelian, berarti pak Untung mendapat untung.

Selisih harga penjualan dengan harga pembelian
=Rp 11.500.000,- – Rp 10.000.000,- =Rp 1.500.000,-
Makara pak Untung mendapat untung sebesar Rp 1.500.000,-

2. Rugi
Tidak selamanya pedagang dalam jual beli memperoleh keuntungan, terkadang mereka juga mengalami kerugian. Penjual dikatakan rugi jikalau harga penjualan lebih rendah dibanding harga pembelian.
Rugi = harga beli – harga jual

Contoh :
Rugianto membeli sebuah televisi bekas dengan harga Rp 120.000,- televisi diperbaiki dan menghabiskan biaya Rp 40.000,- kemudian Rugianto menjual televisi itu dan terjual dengan harga Rp 160.000,-

Modal (harga pembelian) = Rp 120.000,- + Rp 40.000,- = Rp 160.000,-
Harga penjualan = Rp 150.000,-
Ternyata harga jual lebih rendah dari pada harga harga pembelian, jadi Rugianto mengalami rugi.
Selisih harga pembelian dan harga penjualan:
=Rp 160.000,- – Rp 150.000,- =RP 10.000,-

3. Harga pembelian dan harga penjualan
Besar laba atau kerugian sanggup dihitung jikalau harga penjualan dan harga pembelian telah diketahui. Besar laba dirumuskan: Untung = harga jual – harga beli Maka sanggup diturunkan dua rumus yaitu:
1. Harga jual = harga beli + Untung
2. Harga beli = harga jual – harga untung

Besar kerugian dirumuskan: Rugi = harga beli – harga jual, Maka sanggup diturunkan rumus:
1. Harga beli = harga jual + Rugi
2. Harga jual = harga beli – Rugi

B. Persentase untung dan rugi
Dalam perdagangan, besar untung atau rugi terhadap harga pembelian biasanya dinyatakan dalam bentuk persen, berikut penjelasannya.
1. Menentukan Persentase Untung atau Rugi
Jual beli yaitu acara menjual atau membeli barang dan jasa Menghitung Untung dan Rugi

Pada persentase untung berarti untung dibanding dengan harga pembelian, dan persentase rugi berarti rugi dibanding harga pembelian.
Persentase Untung = Untungx 100%
Harga Pembelian
Persentase Rugi = Rugix 100%
Harga Pembelian

Contoh:
a). Rugianto sebuah kendaraan beroda empat seharga Rp 50.000.000, alasannya yaitu sudah bosan dengan kendaraan beroda empat tersebut maka kendaraan beroda empat tersebut dijual dengan harga Rp 45.000.000,.Tentukan persentase kerugiannya!

Diketahui :
Harga beli Rp 50.000.000
Harga jual Rp 45.000.000
Rugi = Rp 50.000.000 – Rp 45.000.000 = Rp 5.000.000
Persentase rugi = KerugianRp5.000.000=10%
Harga BeliRp50.000.000

b). Pak Untung membeli gula 10 kg dengan harga per kilo Rp 9.000, kemudian dijual dengan harga Rp 11.000, per kilo. Berapakah besar persentase laba Pak Untung tersebut?

Jawab:
Harga beli : 10 x Rp9.000 = Rp 90.000,
Harga jual : 10 x Rp11.000 = Rp110.000
Untung = Rp110.000 – Rp90.000 = Rp 20.000
Persentase untung =Untung=Rp20.000=22,2%
Harga BeliRp90.000

2. Menentukan harga pembelian atau harga penjualan berdasarkan persentase untung atau rugi

Contoh:
Seorang pedagang membeli ikan seharga Rp 50.000/ekor. Jika pedagang tersebut menghendaki untung 20 % berapa rupiahkah ikan tersebut harus dijual?
Jawab:
Harga beli Rp 50.000
Untung =20x Rp50.00 = Rp10.000
100

Harga jual = harga beli + untung =Rp 50.000 +Rp 10.000 =Rp 60.000
Makara pedagang itu harus menjual dengan harga Rp 60.000
Persentase untung atau rugi selalu dibandingkan terhadap harga pembelian (modal), kecuali ada keterangan lain.
Persentase untung =Untungx 100%
Harga Beli

Persentase rugi =Rugix 100%
Harga Beli

C. Rabat(diskon), bruto, tara, dan neto
1. Rabat
Rabat atau diskon yaitu potongan harga yang diterima berupa pengurangan harga dari daftar harga yang resmi. Cara menghitung rabat atau diskon sanggup dilakukan mengunakan pola soal di bawah ini.

Contoh:
Sebuah toko menunjukkan diskon 15 %, akal membeli sebuah rice cooker dengan harga Rp 420.000. berapakah harga yang harus dibayar budi?

Jawab:
Harga sebelum diskon = Rp 420.000
Potongan harga = 15 % x Rp 420.000 = Rp 63.000
Harga sehabis diskon = Rp 420.000 – Rp 63.000 = Rp 375. 000
Makara akal harus membayar Rp 375.000

Berdasarkan pola diatas sanggup diperoleh rumus:
Harga higienis = harga kotor – Rabat (diskon)
Harga kotor yaitu harga sebelum didiskon
Harga higienis yaitu harga sehabis didiskon

2. Bruto, Tara, dan Neto
Bruto yaitu berat kotor yaitu berat suatu barang beserta dengan tempatnya. Netto yaitu berat higienis yaitu berat suatu barang sehabis dikurangi dengan tempatnya Tara yaitu potongan berat yaitu berat daerah suatu barang. Bruto, netto dan tara yaitu istilah-istilah yang berkaitan dengan berat barang. Bruto yaitu berat kotor suatu barang yaitu berat higienis dan berat kemasan. Netto yaitu berat higienis atau berat tolong-menolong dari suatu barang. Sedangkan tara yaitu potongan berat suatu barang, yaitu berat kemasan.

Contoh :
Dalam sebuah karung yang berisi pupuk tertera goresan pena berat higienis 50 kg sedangkan berat kotor 0,08 kg, maka berat seluruhnya = 50kg + 0,08kg=50,8kg.
Berat karung dan pupuk yaitu 50,8 kg disebut bruto (berat kotor)
Berar karung 0,08 kg disebut disebut tara
Berat pupuk 50 kg disebut berat neto ( berat bersih)

Makara relasi bruto, tara, dan neto adalah:
Neto = Bruto – T ara

Jika diketahui persen tara dan bruto maka untuk mencari tara dipakai rumus:
Tara = Persen Tara x Bruto

Untuk setiap pembelian yang mendapat potongan berat (tara) sanggup dirumuskan:
Harga higienis = neto x harga persatuan berat

Rumus untuk setiap pembelian yang mendapat potongan berat (tara) yaitu sebagai berikut
Harga Bersih = netto x harga per satuan berat
Latihan Soal perihal bruto, netto dan tara
1. Sebuah karung gabah bertuliskan Bruto = 73 kg dan netto = 71, 5 kg. Berapakah taranya?
Jawab:
Tara = Bruto – Netto= 73 kg – 71, 5 kg = 1, 5 kg

2. Seorang pedagang membeli 2 karung gula pasir dengan berat seluruhnya 100 kg dan tara 2%. Berapa yang harus di bayar pedagang, jikalau harga 1 kg gula pasir Rp7.500, 00 per kg.
Jawab:
Tara 2% = 2% x 100 kg = 2 kg
Netto = bruto – tara = 100 kg – 2kg = 98 kg
Makara harga yang harus dibayarkan adalah
= netto x harga persatuan berat = 98 kg x Rp 7.500, 00 = Rp 735.000, 00

D. Bunga tabungan dan pajak

1. Bunga tabungan (Bunga Tunggal)

Jika kita menyimpan uang dibank jumlah uang kita akan bertambah, hal itu terjadi alasannya yaitu kita mendapat bunga dari bank. Jenis bunga tabungan yang akan kita pelajari yaitu bunga tunggal, artinya yang mendapat bunga hanya modalnya saja, sedangkan bunganya tidak akan berbunga lagi. Apabila bunganya turut berbunga maka jenis bunga tersebut disebut bunga majemuk.

Contoh:
Rio menabung dibank sebesar Rp 75.000 dengan bunga 12% per tahun. Hitung jumlah uang rio sehabis enam bulan.

Jawab:
Besar modal (uang tabungan) = Rp 75.000
Bunga 1 tahun 12 %
Bunga final bulan 6 =6x 12% x Rp75.000 = Rp4,500
12

Ditanyakan besar uang pada final bulan keenam.
Makara jumlah uang Rio sehabis disimpan selama enam bulan menjadi :
= Rp 75.000 + Rp 4500 = Rp 79.500
Dari pola tersebut sanggup disimpulkan
Bunga 1 tahun = persen bunga x modal
Bunga n bulan =nx bunga 1 tahun x modal
12

Persen bunga selalu dinyatakan untuk 1 tahun, kecuali jikalau ada keterangan lain pada soal.

2. Pajak
Pajak yaitu statu kewajiban dari masyarakat untuk menterahkan sebagian kekayaannya pada negara berdasarkan peraturan yan di menetapkan oleh negara. Pegawai tetap maupun swasta negeri dikenakan pajak dari penghasilan kena pajak yang disebut pajak penghasilan (PPh). Sedangkan barang atau belanjaan dari pabrik, dealer, grosir, atau toko maka harga barangnya dikenakan pajak yang disebut pajak pertambahan nilai (PPN).

Contoh:
Seorang Guru golongan III (jomblo) memperoleh honor sebulan sebesar Rp 3.025.000 dengan penghasilan tidak kena pajak Rp2.025.000. jikalau besar pajak penghasilan (PPh) yaitu 5 % berapakah honor yang diterima Guru tersebut sebulan ?

Jawab:
Diketahui: Besar penghasilan Rp 3.025.000
Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp2.025.000
Pengahasilan kena pajak = Rp 3.025.000 – Rp2.025.000 = Rp1.000.000

Pajak penghasilan 5 %
Ditanya: honor yang diterima Guru Jomblo tersebut

Jawab:
Besar pajak penghasilan =5x Rp1.000.000 = Rp50.000
100
Makara besar honor yang diterima Guru tersebut yaitu = Rp 3.025.000 – Rp 50.000 = Rp2. 975.000.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Cara menghitung pajak pertambahan nilai yaitu pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran yaitu PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan yaitu PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau menciptakan produknya.

Cara menghitung pajak pertambahan nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Tarif PPN & PPnBM
  • Tarif PPN yaitu 10% (sepuluh persen).
  • Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas: Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud; Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan Ekspor Jasa Kena Pajak.
  • Tarif PPnBM yaitu paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
  • Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong glamor yaitu 0% (nol persen)

Cara menghitung pajak pertambahan nilai
1. PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual  Rp 25.000.000,00. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
Besar pajak penghasilan =10x Rp25.000.000 = Rp2.500.000
100

PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

2. PKP “B” melaksanakan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00. PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
=10x Rp20.000.000= Rp2.000.000
100

PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
=10x Rp15.000.000, = Rp1.500.000
100

Ref :http://www.pajak.go.id/<

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel