Upacara Penanaman Tembuni Suku Banjar
Thursday, January 7, 2021
Edit
Suku Banjar yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kepercayaan bahwa kehidupan insan selalu diiringi dengan masa-masa kritis. Masa kritis yakni masa yang penuh ancaman dan bahaya. Masa-masa tersebut merupakan masa peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat hidup yang lainnya saat insan masih berupa janin hingga meninggal dunia. Oleh alasannya itu dibutuhkan suatu perjuangan untuk menciptakan kondisi tersebut menjadi netral supaya kehidupan sanggup berjalan dengan selamat.
Salah satu perjuangan yang sanggup dilakukan yakni dengan mengadakan upacara bundar hidup, ibarat upacara perkawinan, upacara kelahiran, dan upacara kematian. Rangkaian upacara tabiat suku Banjar ini menerima dampak dari agama Islam. Hal ini sanggup terlihat pada upacara kelahiran, yaitu ayah si bayi akan mengumandangkan azan di indera pendengaran sang bayi, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, dan lain-lain.
Upacara penanaman tembuni merupakan upacara yang bekerjasama dengan kelahiran anak di suku Banjar. Sama halnya dengan di jawa tembuni (jawa = ari-ari, plasenta) dipercaya merupakan saudara kembar dari sang bayi. Ketika mengadakan upacara tabiat kelahiran bayi dibutuhkan beberapa perlengkapan sebagai berikut :
Bayi yang gres lahir pusarnya akan dipotong memakai sembilu yang tajam. Tembuni yang telah dipotong akan dibungkus memakai upiah pinang dan diberi sedikit garam kemudian dimasukkan kedalam kapit. Kapit ditutup memakai daun pisang yang telah diasapi. Kapit tersebut selanjutnya akan ditanam di tanah atau dihanyutkan di sungai.
Dalam masyarakat Banjar terdapat kepercayaan bahwa tembuni yang ditanam di bawah pohon besar, kelak bayi yang bersangkutan akan menjadi orang besar, jikalau ditanam di bawah flora bunga-bungaan diharapkan namanya akan harum ibarat bunga tersebut. Tembuni yang dihanyutkan di sungai , diharapkan kelak anak tersebut akan menjadi seorang pelaut. Tembuni yang diikatkan pada sebatang pohon mempunyai maksud supaya sesudah remaja bayi tersebut tidak akan merantau ke luar tempat melaikan akan tetap berada di kampung halamannya.
Penanaman tembuni bergantung dari cita-cita orangtua terhadap anaknya di kemudian hari. Tidak ada hukum yang mengharuskan tembuni ditanamkan atau dibuang di suatu tempat ibarat halnya di tempat Jawa. Bahkan, sebagian ada sebagian warga yang menyisakan sedikit tembuni dan menyimpannya dalam suatu wadah yang sama, hal ini dimaksudkan supaya kelak sesudah remaja anak-anaknya sanggup hidup rukun dan damai.
Setelah tembuni selesai dipotong, bayi dibersihkan dengan beberapa lapis kain sarung atau kain batik. Bayi diletakkan di atas talam yang telah dilapisi kain sarung atau kain batik. Kemudian sang ayah memperdengarkan azan dan iqamat di bersahabat indera pendengaran sang bayi. Hal ini dimaksudkan supaya bunyi yang pertama didengan oleh yang bayi yakni kalimat Allah sehingga anak tersebut menjadi bertqwa. Selain itu bibir bayi diolesi dengan gula, kurma, dan garam. Hal ini diharapkan sang bayi kelak saat remaja akan bertutur bagus dan semua perkataannya diperhatikan dan diikuti oleh orang lain.
Setelah upacara tersebut selesai, program dilanjutkan dengan program berparas bidan yang dipimpin oleh seorang dukun beranak atau bidan. Dukun beranak tersebut membacakan doa-doa untuk sang bayi dan badan bayi ditaburi dengan tepung tawar. Hal ini mempunyai maksud supaya sang bayi selalu didampingi oleh saudaranya (tembuni) dan terhindar dari gangguan roh-roh jahat. Upacara berparas bidan diakhiri dengan program makan bersama, sebagai ucapan terima kasih dukun beranak diberi sesarah ibarat yang telah disebutkan.
Rangkaian upacara selanjutnya yakni dukungan nama sang bayi atau sering disebut dengan istilah tasmiah. Upacara ini dilaksanakan sesudah bayi berumur seminggu, susunan program dalam tasmiah antara lain : pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an (Surat Ali Imron), dukungan nama oleh Mu'alim atau penghulu, dan barzanji. Setelah program tersebut selesai, warga yang menhadiri upacara ini diminta memperlihatkan tepung tawar pada badan sang bayi dengan baburih-likat termasuk mu'alim dan penghulu. Selesai program tasmiah mengambarkan selesainya upacara kelahiran di masyarakat banjar.
Salah satu perjuangan yang sanggup dilakukan yakni dengan mengadakan upacara bundar hidup, ibarat upacara perkawinan, upacara kelahiran, dan upacara kematian. Rangkaian upacara tabiat suku Banjar ini menerima dampak dari agama Islam. Hal ini sanggup terlihat pada upacara kelahiran, yaitu ayah si bayi akan mengumandangkan azan di indera pendengaran sang bayi, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, dan lain-lain.
Upacara penanaman tembuni merupakan upacara yang bekerjasama dengan kelahiran anak di suku Banjar. Sama halnya dengan di jawa tembuni (jawa = ari-ari, plasenta) dipercaya merupakan saudara kembar dari sang bayi. Ketika mengadakan upacara tabiat kelahiran bayi dibutuhkan beberapa perlengkapan sebagai berikut :
- Upiah pinang (pelepah pinang, jawa = upih) untuk membungkus tembuni atau ari-ari.
- Kapit (wadah tembikar yang berbentuk ibarat pot kecil) untuk menyimpan tembuni.
- Sembilu yang dipakai untuk memotong tali sentra (ari-ari).
- Sarung kain batik yang dipakai untuk membersihkan badan bayi saat tali pusarnya telah dipotong.
- Tepung tawar yang dipakai untukmenaburi badan bayi supaya terlepas dari gangguan roh-roh jahat.
- Madu, kurma, dan garam dipakai untuk mengolesi bibir bayi.
- Kukuih yaitu bubur yang terbuat dari beras ketan.
- Seliter beras, sebiji gula merah, sebutir kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan sebagai sasarah diberikan kepada dukun bayi untuk ungkapan terima kasih.
Bayi yang gres lahir pusarnya akan dipotong memakai sembilu yang tajam. Tembuni yang telah dipotong akan dibungkus memakai upiah pinang dan diberi sedikit garam kemudian dimasukkan kedalam kapit. Kapit ditutup memakai daun pisang yang telah diasapi. Kapit tersebut selanjutnya akan ditanam di tanah atau dihanyutkan di sungai.
Dalam masyarakat Banjar terdapat kepercayaan bahwa tembuni yang ditanam di bawah pohon besar, kelak bayi yang bersangkutan akan menjadi orang besar, jikalau ditanam di bawah flora bunga-bungaan diharapkan namanya akan harum ibarat bunga tersebut. Tembuni yang dihanyutkan di sungai , diharapkan kelak anak tersebut akan menjadi seorang pelaut. Tembuni yang diikatkan pada sebatang pohon mempunyai maksud supaya sesudah remaja bayi tersebut tidak akan merantau ke luar tempat melaikan akan tetap berada di kampung halamannya.
Penanaman tembuni bergantung dari cita-cita orangtua terhadap anaknya di kemudian hari. Tidak ada hukum yang mengharuskan tembuni ditanamkan atau dibuang di suatu tempat ibarat halnya di tempat Jawa. Bahkan, sebagian ada sebagian warga yang menyisakan sedikit tembuni dan menyimpannya dalam suatu wadah yang sama, hal ini dimaksudkan supaya kelak sesudah remaja anak-anaknya sanggup hidup rukun dan damai.
Setelah tembuni selesai dipotong, bayi dibersihkan dengan beberapa lapis kain sarung atau kain batik. Bayi diletakkan di atas talam yang telah dilapisi kain sarung atau kain batik. Kemudian sang ayah memperdengarkan azan dan iqamat di bersahabat indera pendengaran sang bayi. Hal ini dimaksudkan supaya bunyi yang pertama didengan oleh yang bayi yakni kalimat Allah sehingga anak tersebut menjadi bertqwa. Selain itu bibir bayi diolesi dengan gula, kurma, dan garam. Hal ini diharapkan sang bayi kelak saat remaja akan bertutur bagus dan semua perkataannya diperhatikan dan diikuti oleh orang lain.
Setelah upacara tersebut selesai, program dilanjutkan dengan program berparas bidan yang dipimpin oleh seorang dukun beranak atau bidan. Dukun beranak tersebut membacakan doa-doa untuk sang bayi dan badan bayi ditaburi dengan tepung tawar. Hal ini mempunyai maksud supaya sang bayi selalu didampingi oleh saudaranya (tembuni) dan terhindar dari gangguan roh-roh jahat. Upacara berparas bidan diakhiri dengan program makan bersama, sebagai ucapan terima kasih dukun beranak diberi sesarah ibarat yang telah disebutkan.
Rangkaian upacara selanjutnya yakni dukungan nama sang bayi atau sering disebut dengan istilah tasmiah. Upacara ini dilaksanakan sesudah bayi berumur seminggu, susunan program dalam tasmiah antara lain : pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an (Surat Ali Imron), dukungan nama oleh Mu'alim atau penghulu, dan barzanji. Setelah program tersebut selesai, warga yang menhadiri upacara ini diminta memperlihatkan tepung tawar pada badan sang bayi dengan baburih-likat termasuk mu'alim dan penghulu. Selesai program tasmiah mengambarkan selesainya upacara kelahiran di masyarakat banjar.