Mencari Dongeng Rakyat Secara Mandiri

Cerita rakyat ialah dongeng yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang mempunyai kultur budaya yang beraneka ragam meliputi kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, dongeng rakyat mengisahkan wacana suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam dongeng rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia, maupun dewa.

Setiap kawasan mempunyai dongeng rakyat yang berafiliasi dengan asal-usul nama daerah. Salah satunya ialah dongeng rakyat masyarakat Banyumas wacana asal-usul nama Baturaden. Saat ini Baturaden merupakan objek wisata yang berada di kaki gunung Slamet. Saat ini makam Mbah Atas Angin masih tetap terawat dengan baik di objek wisata Baturaden tersebut. Ada banyak versi wacana asal-usul nama Baturaden. Salah satu versi ialah versi Sultan Maulana Maghribi. Baturraden berasal dari dua kata yaitu ‘Batur’ yang dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit dan ‘Raden’ yang dalam bahasa juga berarti Bangsawan. Dilihat dari susunan kata-katanya, maka nama Baturraden terdiri dari kata : Batur – Adi, yang artinya tanah yang indah

Secara umum dongeng rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut.
  • Disampaikan turun-temurun.
  • Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya
  • Kaya nilai-nilai luhur
  • Bersifat tradisional
  • Memiliki banyak versi dan variasi
  • Mempunyai bentuk – bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapkannya.
  • Bersifat anonim, artinya nama pengarang tidak ada.
  • Berkembang dari lisan ke mulut.
  • Cerita rakyat disampaikan secara lisan.

Asal-usul Nama Baturaden
Konon di Negara Rum, bertahta seorang Pangeran berjulukan Syekh Maulana Maghribi berasal dari Turki. Pada waktu fajar menyingsing, dia melihat cahaya bersinar disebelah timur menjulang di angkasa. Timbullah niat di dalam sanubarinya dan mencari tempat asal cahaya tersebut. Bersama sahabatnya Haji Datuk, para hulubalang dan balatentaranya dia berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut.

Sampailah mereka di ujung timur sebuah pulau yang berjulukan dengan Pulau Jawa. Tempat dimana mereka membuang sauh dikala ini dikenal dengan nama Pantai Gresik. Pada suatu waktu terlihat kembali cahaya terperinci yang sedang dicarinya itu disebelah barat. Mereka kembali kearah barat dengan menempuh jalan di bahari Jawa hingga di pantai Pemalang Jawa Tangah. Ditempat ini Syekh Maulana Maghribi meminta para armadanya untuk pulang ke negerinya, sedangkan Syekh Maulana Maghribi ditemani oleh Haji Datuk dan untuk sementara bermukim ditempat itu.

Mereka berdua melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah selatan. Karena tekadnya yang kuat, perjalanan tersebut karenanya sampailah mereka di tempat yang dituju. Beliau bertemu dengan seorang satria sakti berjulukan Jambu Karang. Berkat kesaktian Syeh Maulana Magribi Jambu Karang berhasil dikalahkan dan karenanya memeluk agama Islam, namanya diubah menjadi ‘Syekh Jambu Karang’. 
 Cerita rakyat ialah dongeng yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat  Mencari Cerita Rakyat secara Mandiri
Syekh Jambu Karang mempunyai seorang putri berjulukan ‘Rubiah Bhakti’ yang lalu dipersunting oleh Syekh Maulana Maghribi. Setelah memperistrikan putri Syekh Jambu Karang, Syekh Maulana Maghribi berganti nama menjadi ‘Atas Angin’. 

Di tempat tersebut Mbah Atas Angin menderita penyakit gatal-gatal yang susah disembuhkan. Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung ‘Gora’ dimana ia akan mendapat obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitnya itu. 

Pagi-pagi waktu Shubuh Mbah Atas Angin bersama Haji Datuk pergi kearah barat dan pada siang hari sampailah mereka dilereng Gunung Gora. Sesudah hingga di lereng Gunung Gora dia meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya dan beristirahat sambil menunggu di tempat yang datar, lantaran Mbah Atas Angin akan meneruskan perjalanannya kearah suatu tempat yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas dan Syekh Maulana Maghribi menyebutnya ‘Pancuran Pitu’ yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. 

Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya. Sesudahnya dia memanjatkan do’a syukur kehadirat Illahi serta mengucap syukur sesungguhnya ia telah dikaruniai sembuh dari sakitnya yang telah sangat usang dideritanya. Setelah ia kembali ketempat dimana Haji Datuk menunggu, ia berkata : Saksikanlah, saya kini telah sembuh dari sakitku dan telah terhindar dari penderitaan.

Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi ‘Gunung Slamet’. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Selama Syekh Maulana Maghribi berobat di Pancuran Pitu, Haji Datuk tetap dan taat menunggu ditempat yang ditunjuk semula dan kepadanya diberi julukan ‘Haji Datuk Rusuladi’. Rusuladi artinya ‘Batur Yang Baik’ (Adi). Dan konon kabarnya tempat tersebut oleh penduduk sekitarnya hingga kini disebut dengan ‘Baturaden’ yang berasal dari kata batur dan adi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel