Menemukan Tema, Latar, Dan Penokohan Dongeng Pendek

Menjadi apresiator yang baik memang membutuhkan bekal yang diharapkan untuk mengapresiasi. Seorang penikmat karya sastra, khususnya prosa menyerupai dongeng pendek, novel, drama, dan sebagainya, perlu mengetahui unsur-unsur pembentuk atau pembangun sebuah karya cerita. Pengetahuan yang cukup memadai wacana unsur-unsur instrinsik dongeng akan memudahkan kita menawarkan penghargaan terhadap sebuah karya. Itulah acara apresiasi  yang sesungguhnya. Pengetahuan yang cukup memadai wacana unsur-unsur instrinsik dongeng akan memudahkan kita menawarkan penghargaan terhadap sebuah karya. Itulah acara apresiasi yang sesungguhnya.

apresiasi yaitu acara mengamati, menilai, dan menghargai dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Tujuan Apresiasi Sastra merupakan pengalaman rohaniah-batiniah manusia, bukan pengalaman jasmaniah, penangkapan kognitif, konseptual, dan penyimpulan atas fenomena-fenomena karya sastra yang kita apresiasi, pengapresiasi sanggup memperoleh kesadaran wacana banyak sekali hal, keindahan, kekejaman, ketidakmanusiawian, kebermaknaan hidup, hakikat hidup manusia, hakikat hidup bersama, kebobrokan dan kelicikan permainan kekuasaan, ketidakmampuan insan berkelit dari tradisi belenggu budayanya, dan sebagainya, dan apresiasi sastra menghidangkan hiburan mentalistis yang bermain-main dalam jiwa dan batin kita.

Untuk sanggup mengapresiasi sebuah karya sastra sanggup dilakukan dengan cara mengidentifikasi unsur intrinsik karya sastra. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, menyerupai : tema, tokoh, alur, latar, dan amanat.  Berikut ini unsur-unsur intrinsik cerita.

1. Tema
Setiap dongeng niscaya mempunyai gagasan pokok yang diangkat sebagai wangsit cerita. Hal tersebut dinamakan tema cerita. Misalnya kesetiakawanan, persahabatan, usaha dan sebagainya.

2. Latar
Latar menunjuk kepada waktu dan daerah berlangsung kisah dongeng itu. Dalam cakupan yang lebih luas, latar sanggup menjelaskan sebuah kurun waktu, contohnya zaman perang kemerdekaan atau zaman pemerintahan kerajaan. Latar juga sanggup merujuk pada strata kehidupan, contohnya sebuah kisah dongeng berlangsung di kalangan konglomerat atau dongeng di kalangan masyarakat miskin, dan sebagainya. Latar sangat mendukung jalan cerita, adapun jenis-jenis latar menyerupai dibawah ini.
  • Latar waktu yaitu keterangan wacana kapan insiden dalam cerpen tersebut terjadi. Misalnya: pagi hari, siang hari, atau malam hari.
  • Latar daerah memperlihatkan keterangan daerah insiden itu terjadi. Misalnya: dirumah, dikamar, di dalam bus, di halaman, atau di Jakarta.
  • Latar suasana menggambarkan suasana insiden yang terjadi. Misalnya: suasana gembira, sedih atau romantis, dan lain-lain.

3. Penokohan atau perwatakan
Hal yang menarik dalam sebuah dongeng berupa diciptakannya konflik antarpelaku akhir ukiran perbedaan huruf atau tabiat para tokoh. Hal itu disebut dengan penokohan atau perwatakan. Pemberian huruf tokoh atau pelaku sanggup dilakukan secara pribadi dan tidak langsung.
  • Penokohan langsung, artinya dalam menuturkan ceritanya, pengarang menyebutkan secara pribadi perwatakan tokohnya. Dalam teknik penokohan jenis ini, pembaca tidak perlu menyimpulkan perwatakan pelaku. 
  • Penokohan tidak langsung, artinya dalam menuturkan ceritanya, pengarang tidak secara pribadi menyebutkan tabiat tokohnya. Pengarang melukiskannya melalui tingkah laku, sikap, lingkungan maupun citra fisik tokoh. Bahkan, melalui reaksi tokoh lain terhadap tokoh yang dimaksud. Dalam teknik penokohan jenis ini, pembaca harus menyimpulkan sendiri perwatakan tokoh.

4. Alur
Cerita dibangun atas jalinan insiden yang sambungmenyambung membentuk satu kesatuan dongeng yang disebut alur cerita. Alur terbagi atas tahapan-tahapan yang dibahas pada bab lain dalam buku ini.
  • Alur maju. Pada alur maju atau disebut juga dengan alur progresif, penulis menyajikan jalan ceritanya secara berurutan dimuali dari tahapan perkenalan ke tahapan penyelesaian secara urut dan tidak diacak.
  • Alur mundur. Alur mundur yaitu proses jalannya dongeng secara tidak urut. Biasanya pengarang memberikan ceritanya dimulai dari konflik menuju penyelesaian, kemudian menceritakan kembali latar belakang timbulnya konflik tersebut. 
  • Alur campuran. Alur jenis ini yaitu gabungan dari alur maju dan alur mundur. Penulis pada awalnya menyajikan ceritanya secara urut dan kemudian pada suatu waktu, penulis menceritakan kembali kisah masa kemudian atau flash back.

5. Sudut pandang

Sudut pandang yaitu posisi pengarang dikala menuturkan cerita. Pengarang sanggup memerankan dirinya sebagai pelaku yang seakan-akan menceritakan kisahnya sendiri atau pengarang sebagai pengamat yang menceritakan kisah orang lain.
  • Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Namun begitu, SP ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku” di dalam dongeng itu. “Aku” tokoh utama pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam dongeng yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh “Aku” inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan insiden atau tindakan. “Aku” tokoh aksesori Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan “Aku” di dalam dongeng hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh “Aku” bukanlah sentra pengisahan.
  • Sudut Pandang Orang Pertama Jamak. Bentuk SP ini bekerjsama hampir sama dengan SP orang pertama tunggal. Hanya saja memakai kata ganti orang pertama jamak, “Kami”. Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam dongeng yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. 
  • Sudut Pandang Orang Kedua. Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan apa-apa yang dilakukan oleh orang tersebut. SP ini memakai kata ganti orang kedua, “Kau”, “Kamu” atau “Anda” yang menjadi sentra pengisahan dalam cerita.
  • Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal. Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam SP ini, narator menampilkan tokoh-tokoh dongeng dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia” atau “Ia”

6. Amanat
Selain berkarya, pengarang dongeng berupaya memberikan pesan moral kepada pembaca dongeng melalui amanat cerita. Amanat harus disimpulkan sendiri oleh pembaca.

Latihan :
Bacalah cerpen-cerpen berikut! (Air dan Api)

Apabila kupandang airmuka ayah, saya merasa senang. Mukanya higienis alasannya yaitu berkali-kali dicuci apabila mengambil air sembahyang.

Dahinya mengkilap alasannya yaitu sering sujud pada tikar sembahyang. Bahkan ... Aku adakala terheran-heran mengapa ayah mengambil air sembahyang, meskipun tidak hendak sembahyang.

Pernah kutanyakan, tapi ayah hanya tersenyum.

Hingga satu kali ....


Adikku Ismail menumpahkan tinta sehingga hampir semua bukuku terkena. Bukan main marahku.

Seolah-olah hendak kubalikkan saja meja alasannya yaitu amarah.

“Ibnu, ambillah air sembahyang ....”

Aku memandang ayah tak mengerti.

“Masih usang waktu Isa, Pak ....”

“Kerjakan saja apa yang kusuruh .... Ismail, ambil lap.

Sebelum itu kumpulkan buku-buku yang kena tinta.”

Waktu itu saya menurut. Dengan hati yang mengkal saya menimba air dan berwudhu.

Air yang hirau taacuh itu sejuk menyirami tanganku, mukaku, telingaku.

Amarahku seakan-akan tersapu higienis dan dalam ketenangan saya merasa terlanjur telah marah-marah.

Aku iba hati melihat Ismail sendiri membenahi meja yang porak poranda.

Pasti tak sengaja Ismail berbuat ceroboh, menumpahkan tinta.

Ketika saya hingga di ruangan berguru lagi, ayah berkata:

“Buku-bukumu yang terkena tinta, kuganti ....”

Ayah memberiku buku-buku tulis dari persediaannya.


“Nah, tak perlu murka bukan? Marah tidak menuntaskan persoalanmu. Ismail berbuat itu tidak sengaja.

Related:


    Ia sudah minta maaf tentunya. Mengapa kamu harus murka dan bukan berusaha menyelamatkan buku-bukumu dari kemungkinan terkena tinta?”

    Aku diam.

    “Marah itu berasal dari setan, dan kamu tahu setan itu berasal dari api ... alasannya yaitu itu harus harus disiram air. Itulah mengapa kamu kusuruh mengambil air sembahyang ....”

    Aku tersenyum mengulurkan tangan kepada Ismail;

    “Lain kali hati-hati, ya Bung ....”

    Ismail tersenyum pula. Selesai.
    Sumber: kumpulan cerpen Orang-Orang Tercinta karya Sukanto S.A.

    Unsur intrinsik cerpen di atas yaitu sebagai berikut.
    1. Tema : Kesabaran
    2. Latar Waktu : Waktu Isya (Masih usang waktu Isa, Pak)


  • Penokohan atau perwatakan : Penokohan tidak langsung, diantaranya Ibnu (pemarah : Bukan main marahku), Ayah : Tegas (Kerjakan saja apa yang kusuruh .... Ismail, ambil lap), Ismail ceroboh (Adikku Ismail menumpahkan tinta sehingga hampir semua bukuku terkena)


  • Latar Tempat : Ruang berguru (Ketika saya hingga di ruangan berguru lagi), Tempat menimba air


  • Latar Suasana : Senang Apabila kupandang airmuka ayah, saya merasa senang), murka (Bukan main marahku. Seolah-olah hendak kubalikkan saja meja alasannya yaitu amarah)


  • Alur : Alur maju penulis menyajikan jalan ceritanya secara berurutan dimuali dari tahapan perkenalan ke tahapan penyelesaian secara urut dan tidak diacak)


  • Sudut Pandang : Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”.


  • Amanat : Marah tidak menuntaskan persoalah
  • Related Posts

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel