Fungsi Dan Jenis Kritik Teater
Wednesday, October 14, 2020
Edit
Kritik sanggup diartikan dengan ulasan, tulisan, tanggapan, penilaian, penghargaan, terhadap objek yang dikritik, yakni; karya seni, karya Teater. Karya Teater sebagai Objek, sumber, materi kritik, sanggup dilakukan melalui kegiatan apresiasi eksklusif dan tidak langsung. Apresiasi langsung, artinya menonton, menyaksikan pergelaran Teater di gedung pertunjukan. Adapun, apresiasi karya teater bersifat tidak langsung, sanggup dilakukan dengan cara menonton, menyaksikan melalui pemutaran, siaran ulang karya Teater dalam bentuk rekaman video dan jejaring sosial media (internet).
Kritik sanggup dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menanggapi sesuatu, yakni menilai, menghargai, karya Teater. Kritik terhadap karya Teater merupakan proses dan produk kreatif dari seseorang melalui kepekaan; seni dan intelektualnya. Kepekaan inilah, menjadi prasyarat untuk seseorang menjadi Kritikus. Kritikus yaitu orang yang melaksanakan kritik, ulasan dalam bentuk goresan pena dengan objektif, tidak memihak, bijaksana, dan bertanggujawab pada karya kritiknya.
Menurut pendapat H.B. Jassin, “untuk menjadi kritikus harus ada talenta seniman sedikit banyaknya, alasannya yaitu jiwa seniman hanya bisa dimengerti oleh orang yang juga mempunyai talenta seni. Syarat kedua ialah jiwa besar. Kritikus yang besar ialah kritikus berjiwa besar dan sudah bisa melepaskan diri dari nafsu dengki, iri hati, benci, dan ria dalam korelasi terhadap seseorang. Syarat ketiga ialah pengalaman. seorang kritikus harus bicara atas pengalaman, supaya pendapatnya tidak dogmatis, tetap, dilarang diubah lagi, tapi menyerupai kehidupan penuh dengan serba kemungkinan dan tidak pula segera menyalahkan , membenarkan tanpa lebih dahulu melihat soal dari segala sudut.”
Seorang kritikus Teater dalam melaksanakan kritiknya, tugasnya, ia bekerja dengan menggunakan kepekaannya untuk mengetahui, menemukan, memaparkan, menjelaskan dan memahami karya Teater dalam bentuk simbol dan makna, nilai yang ditawarkan Sang Kreator terhadap penonton.
Dalam melaksanakan kritik terhadap karya teater ada beberapa persyaratan sebagai unsur penting dalam membangun komunikasi kritik. Persyaratan yang di maksud dalam kritik seni, khususnya karya Teater meliputi: kreator Teater– karya Teater– Pembaca Kritik.
Jenis Kritik
Kritik dalam karya Teater tidak sanggup lepas dari sifat subjektif seorang penulis kritik, sehingga tidak tidak mungkin kritik yang terjadi akan berkembang perilaku mendapatkan atau menolak. Kritik dalam karya seni sanggup dibedakan:
Saini KM. menyampaikan kritik teater sanggup dibagi dalam dua jenis ”kritik akademis dan kritik jurnalistik”.
Fungsi Kritik
Kritik hadir dan diterima di tengah-tengah masyarakat, lantaran kritik memperlihatkan manfaat dan mempunyai fungsi bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, antara lain; kreator seni, karya seni dan pembaca. Fungsi kritik dalam karya Teater sanggup dikemukakan sebagai berikut.
Simbol Kritik Teater
Simbol di dalam seni, termasuk seni teater sanggup dipahami sebagai benda, bentuk, unsur seni yang mengandung nilai. Nilai dalam karya seni berupa nilai bentuk dan nilai isi. Unsur-unsur yang terkandung di dalam seni teater, baik tradisional maupun non tradisional dengan unsur penting meliputi; naskah, pemeran, tata pentas, tempat dan penonton terkandung simbol. Simbol sanggup dimaknai sebagai sarana yang dipilih, bersifat khusus untuk memberikan gagasan kreator seni dan kemudian diwujudkan dalam bentuk seni melalui beberapa unsur yang terkandung di dalamnya.
Unsur penting sebagai ciri atau tanda dari ke khasan Teater, antara meliputi; unsur dongeng atau naskah, unsur pelaku seni, unsur pentas (artistik perupaan), unsur tempat dan unsur penonton. Melalui kekhasan dan keunikan simbol dengan pemaknaan yang ada pada pertunjukan teater, teater sanggup dibagi kedalam jenis teater tradisional dan non tradisional dengan kekhasan; bentuk pertunjukan, struktur pertunjukan dan unsur-unsur penting pembentuknya. Melalui ciri-ciri khusus sebagai identitas teaternya, sanggup dikenali simbol-simbol yang terkandung di dalamnya, antara lain sebagai berikut.
Berdasarkan tabel ia atas, melalui ciri-ciri pokok seni dan korelasi seni yang mendasari pertunjukannya sanggup disimpulkan bahwa teater tradisional dan non tradisional eksistensi seninya tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pendukungnya sanggup di simpulkan sebagai berikut.
Simbol-simbol pada seni tradisi dan non tradisi sanggup pula dikenali melalui penggunaan warna pada busana para pemeran. Kehadiran warna: apakah warna hitam, putih atau kuning, motif baju dan kain samping menggunakan payet atau manik-manik oleh para pemainnya. Cara memahami simbol seni, khususnya simbol warna pada pertunjukan teater yaitu warna yang dengan warna natural bersifat alami, bukan hasil adonan warna (hitam, putih, kuning dan merah) menandatakan atau menyimbolkan bahwa kesenian tersebut masih bersifat tradisional, unik dan khas.
Nilai Estestik
Pengertian nilai dalam korelasi dengan seni, karya Teater sanggup dipahami sebagai mutu (kualitas) yang terkandung dalam bentuk seni, wujud seni dengan beberapa unsur penting seni melalui simbol. Nilai bentuk yang dihadirkan karya seni, karya Teater sebagai nilai keindahan bersifat bebas nilai, subjektif, tergantung dari sudut mana penikmat, penonton seni, dalam menikmati tontonannya.
Pada prinsipnya bahwa seni apapun, termasuk teater dengan penjenisannya mempunyai nilai keindahan, nilai bentuk dan nilai isi, makna dibalik simbol yang dihadirkan. Nilai estetis dalam karya seni, karya teater bersifat bebas nilai dan nilai secara ini bersifat universal. Yakni mengangkat sisi-sisi nilai wacana kemanusiaan pada umumnya.
Melalui unsur-unsur yang terkandung di dalam seni, seni teater non tradisional dengan unsur penting meliputi; naskah, pemeran, tata pentas, tempat dan penonton merupakan sarana ekspresi estetik seorang kreator seni melalui simbol-simbol yang dihadirkan. Dengan kebebasan nilai estetis pada teater non tradisional memperlihatkan peluang seluas-luasnya untuk berkreativitas seni dengan catatan tidak mengesampingkan nilai-nilai moral, kesantunan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sekitar kita, di negara kita tercinta.
Menulis Kritik
Menulis kritik merupakan bab dari proses kreatif dalam menciptakan tulisan, ulasan terkait objek yang dikritisi. Menulis kritik, kritik Teater merupakan hal terkait dengan kegiatan apresiasi. Apresiasi, sanggup dipahami sebagai proses menikmati, menghargai, menilai suatu tontonan karya seni. Apresiasi lebih dalam sanggup diartikan dengan melaksanakan kritik terhadap karya seni, karya Teater yang disajikan.
Kritik terhadap karya teater sanggup dilakukan melalui pendekatan pengamatan, penilaian kritis terhadap beberapa aspek dan fungsi pertunjukan yang dihadirkan di atas pentas.dan unsur utama dalam seni pertunjukan dilengkapi dengan analisis sumber bacaan naskah dan rujukan yang akan dijadikan sumber rujukan dalam menulis kritik.
Kegiatan menilai, mengkritik, mengulas, membahas, sangat erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menelaah, menafsir, mengurai, menjelaskan dan menyimpulkan kelebihan dan kelemahan yang nampak dari unsur penting di dalam karyanya. Menilai karya seni, seni Teater secara ideal, harus mempunyai pengetahun, pemahaman dan kepekaan seni yang tinggi. Hasil penilaian yang dilakukan harus objektif, tidak memihak, tidak arogansi (gegabah), tidak menyinggung orang lain. Tetapi penilaian sebagai bab dari kritik, harus dibangun rasa tanggungjawab untuk memekarkan seni, mendorong peningkatan kualitas seni dan bisa memperkaya pemahaman seni bagi kreator seni dan pembaca seni.(Sumber : Seni Budaya / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.)
Kritik sanggup dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menanggapi sesuatu, yakni menilai, menghargai, karya Teater. Kritik terhadap karya Teater merupakan proses dan produk kreatif dari seseorang melalui kepekaan; seni dan intelektualnya. Kepekaan inilah, menjadi prasyarat untuk seseorang menjadi Kritikus. Kritikus yaitu orang yang melaksanakan kritik, ulasan dalam bentuk goresan pena dengan objektif, tidak memihak, bijaksana, dan bertanggujawab pada karya kritiknya.
Menurut pendapat H.B. Jassin, “untuk menjadi kritikus harus ada talenta seniman sedikit banyaknya, alasannya yaitu jiwa seniman hanya bisa dimengerti oleh orang yang juga mempunyai talenta seni. Syarat kedua ialah jiwa besar. Kritikus yang besar ialah kritikus berjiwa besar dan sudah bisa melepaskan diri dari nafsu dengki, iri hati, benci, dan ria dalam korelasi terhadap seseorang. Syarat ketiga ialah pengalaman. seorang kritikus harus bicara atas pengalaman, supaya pendapatnya tidak dogmatis, tetap, dilarang diubah lagi, tapi menyerupai kehidupan penuh dengan serba kemungkinan dan tidak pula segera menyalahkan , membenarkan tanpa lebih dahulu melihat soal dari segala sudut.”
Seorang kritikus Teater dalam melaksanakan kritiknya, tugasnya, ia bekerja dengan menggunakan kepekaannya untuk mengetahui, menemukan, memaparkan, menjelaskan dan memahami karya Teater dalam bentuk simbol dan makna, nilai yang ditawarkan Sang Kreator terhadap penonton.
Dalam melaksanakan kritik terhadap karya teater ada beberapa persyaratan sebagai unsur penting dalam membangun komunikasi kritik. Persyaratan yang di maksud dalam kritik seni, khususnya karya Teater meliputi: kreator Teater– karya Teater– Pembaca Kritik.
- Kreator Teater, seniman, pembuat, pencipta teater disebut dengan Sutradara (art director).
- Karya seni, yaitu wujud,benda, bentuk karya seni yang mengandung nilai–nilai keindahan dan nilai pesan, makna diciptakan kreator seni melalui medium diungkapkan dalam bentuk simbol.
- Pembaca, apresiator, penikmat seni merupakan peryaratan yang dilarang dilupakan dalam kegiatan kritik. Kritik tanpa melibatkan unsur penonton yaitu sia-sia. Karena seni hadir untuk dinikmati, dihayati dan dihargai oleh masyarakatnya bukan untuk diri sendiri.
Jenis Kritik
Kritik dalam karya Teater tidak sanggup lepas dari sifat subjektif seorang penulis kritik, sehingga tidak tidak mungkin kritik yang terjadi akan berkembang perilaku mendapatkan atau menolak. Kritik dalam karya seni sanggup dibedakan:
- Kritik konstruktif, artinya kritik dilakukan oleh kritikus teater berisi ulasan dan balasan wacana karya Teater dengan kecenderung bersifat optimis dan positif tidak menjatuhkan seniman dan membingungkan pembacanya.
- Kritik destruktif, artinya kritik dilakukan oleh kritikus teater berisi ulasan dan balasan tajam wacana karya Teater dengan kecenderung bersifat pesimis dan negative, kadangkala melemahkan semangat kreator seni.
Saini KM. menyampaikan kritik teater sanggup dibagi dalam dua jenis ”kritik akademis dan kritik jurnalistik”.
- Kritik akademis biasanya dilakukan oleh orang-orang akademisi perguruan tinggi bersifat ilmiah akademik berupa hasil-hasil penelitian; skripsi, tesis, disertasi, dst.
- Kritik jurnalistik yakni kritik mass media dilakukan oleh kritikus seni dan para jurnalis, sebagaimana kita sanggup temukan pada beberapa terbitan surat kabar, majalah, buletin dst.
Fungsi Kritik
Kritik hadir dan diterima di tengah-tengah masyarakat, lantaran kritik memperlihatkan manfaat dan mempunyai fungsi bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, antara lain; kreator seni, karya seni dan pembaca. Fungsi kritik dalam karya Teater sanggup dikemukakan sebagai berikut.
- Fungsi sosial, artinya kritik yang ada dan dilakukan kritikus memperlihatkan pengaruh pencitraan terhadap kritikus sendiri, terbina, terpeliharanya budaya menulis dan sekaligus mendorong munculnya kritikus-kritikus Teater.
- Fungsi apresiatif, artinya kritik dalam bentuk ulasan yang berbobot dan komunikatif menjadi media pembelajaran masyarakat dalam mendorong peningkatan apresiasi Karya seni sebagai objek apresiasi sekaligus subjek bagi pelakunya.
- Fungsi edukasi, artinya mengandung unsur pendidikan dan pembelajaran (dari tidak tahu menjadi tahu) bagi pembaca, penonton maupun bagi para pelakunya teater dalam memaknai dan mewarnai kehidupan ini semoga hidup lebih optimis dan berangasan serta menempatkan insan sebagai subjek di dalam mengejar suatu martabat insan dengan lingkungannya.
- Fungsi prestasi, artinya sebagai ajang aktualisasi diri, eksistensi diri, penghargaaan diri melalui aktifitas dan kreativitas seni yang dikomunikasikan kepada penontonnya. Dengan kata lain bahwa fungsi prestasi dalam seni, yakni suatu penghargaan yang diberikan kepada seniman, kreator seni, pelaku seni, siswa atas kemampuannya berkreasi seni sebagai aktualisasi diri, pribadi siswa termasuk di dalamnya prestasi forum dan sekolah.
Simbol Kritik Teater
Simbol di dalam seni, termasuk seni teater sanggup dipahami sebagai benda, bentuk, unsur seni yang mengandung nilai. Nilai dalam karya seni berupa nilai bentuk dan nilai isi. Unsur-unsur yang terkandung di dalam seni teater, baik tradisional maupun non tradisional dengan unsur penting meliputi; naskah, pemeran, tata pentas, tempat dan penonton terkandung simbol. Simbol sanggup dimaknai sebagai sarana yang dipilih, bersifat khusus untuk memberikan gagasan kreator seni dan kemudian diwujudkan dalam bentuk seni melalui beberapa unsur yang terkandung di dalamnya.
Unsur penting sebagai ciri atau tanda dari ke khasan Teater, antara meliputi; unsur dongeng atau naskah, unsur pelaku seni, unsur pentas (artistik perupaan), unsur tempat dan unsur penonton. Melalui kekhasan dan keunikan simbol dengan pemaknaan yang ada pada pertunjukan teater, teater sanggup dibagi kedalam jenis teater tradisional dan non tradisional dengan kekhasan; bentuk pertunjukan, struktur pertunjukan dan unsur-unsur penting pembentuknya. Melalui ciri-ciri khusus sebagai identitas teaternya, sanggup dikenali simbol-simbol yang terkandung di dalamnya, antara lain sebagai berikut.
Teater Tradisional – Teater Rakyat | Teater Non Tradisional | ||
No. | Simbol | No. | Simbol |
1. | Tidak ada naskah baku atau naskah tertulis, mengandung makna keserhanaan, bersahajaan bahwa dongeng bersifat leluri, dari mulutkemulut bersumber kisah, cerita; kehidupan keluarga, tokoh usaha setempat, dst. | 1. | Ada naskah baku atau naskah tertulis. |
2. | Pertunjukan bersifat spontan (langsung) tanpa latihan, mengandung makna kebersahajaan, apa adanya dari para pemainnya. | 2. | Pertunjukan direncanakan dengan matang dan dilakukan melalui proses latihan. |
3. | Pertunjukan lebih mengutamakan isi seni dari pada bentuk seni. Maknanya seni tradisional bukan semata-mata tontotan biasa, tetapi mengandung nilainilai persembahan bagi para leluhurnya. | 3. | Bentuk Pertunjukan lebih beragaman tergantung stile senimannya; apakah mengutamakan isi seni, atau mengutamakan bentuk seni atau menghadirkan keduanya. |
4. | Tempat pertunjukan berbentuk lingkaran, arena terbuka, dan bersifat terbuka bermakna menjunjung nilai-nilai persuadaraan, keakraban dan keterbukaan. | 4. | Tempat pertunjukan bersifat khusus yakni di panggung, gedung dst. dengan keragaman bentuk stage. |
5. | Peralatan pentasnya; rias, busana, asesoris, alat musik, alat penerangan lebih sederhana menyimbolkan kesederhanaan, dan kemasyarakatan. | 5. | Peralatan pentasnya lebih modern dan lengkap dengan beberapa unsur artistik penunjangnya. |
6. | Waktu pertunjukan dilakukan semalam suntuk, mengandung makna bahwa pertunjukan sama halnya dengan siklus kehidupan yang terikat dengan putaran waktu, awal – tengah dan akhir, | 6. | Waktu pertunjukan lebih pendek dan terbatas 2 hingga 3 jam. |
7. | Peristiwa pertunjukan dibangun tanpa jarak dengan penontonnya, maknanya yaitu keakraban antara pemain dan penonton. | 7. | Peristiwa pertunjukan sanggup dilakukan dengan kecenderungan adanya jarak estetis dan atau lebur menjadi satu(tanpa jarak) dengan penontonnya. |
8. | Penonton bersifat bebas tanpa harus membayar, maknanya bahwa kesenian milik masyarakat bukan milik perorang atau kelompok. | 8. | Penonton bersifat khusus dan membayar. |
9. | Menggunakan bahasa kawasan setempat, maknanya sebagai alat komunikasi pemersatu rasa kedaerahan dan menjunjung rasa banggaan atas kepemilikan bahasa yang diturunkan secara turun temurun. | 9. | Menggunakan unsur bahasa lebih bebas; bahasa daerah, bahasa Indonesia, bahasa gila dan campuran |
10. | Fungsi pertunjukannya terkait upacara pada kegiatan masyarakat secara adat, bermakna kebersamaan dalam kemasyarakatan dan memelihara budaya adat. | 10. | Fungsi pertunjukannya mengarah pada seni tontonan hiburan. |
Berdasarkan tabel ia atas, melalui ciri-ciri pokok seni dan korelasi seni yang mendasari pertunjukannya sanggup disimpulkan bahwa teater tradisional dan non tradisional eksistensi seninya tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pendukungnya sanggup di simpulkan sebagai berikut.
- Teater tradisional, Teater Rakyat (teater daerah) kehadiran seninya sanggup dimaknai sebagai simbol susila atau budaya masyarakat dengan Sang Pencipta, selaku pemilik dan pemberi kehidupan.
- Teater tradisional, Teater Rakyat dalam penyimbolan seninya lebih mengedepankan nilai isi, makna, pesan moral. Simbol seninya bermakna kesederhanaaan, keakraban, bersahaja, dan menjunjung nilai-nilai kebersamaan.
- Teater tradisional, Teater Keraton (teaterKlasik) kehadiran seninya merupakan hasil para empu (ahli) sanggup dimaknai sebagai simbol kebesaran raja-raja, keraton.
- Teater non tradisional sanggup dimaknai melalui simbol yang dihadirkan melalui unsur-unsurnya lebih mementingkan nilai bentuk, nilai keindahan bersifat estetis.
Simbol-simbol pada seni tradisi dan non tradisi sanggup pula dikenali melalui penggunaan warna pada busana para pemeran. Kehadiran warna: apakah warna hitam, putih atau kuning, motif baju dan kain samping menggunakan payet atau manik-manik oleh para pemainnya. Cara memahami simbol seni, khususnya simbol warna pada pertunjukan teater yaitu warna yang dengan warna natural bersifat alami, bukan hasil adonan warna (hitam, putih, kuning dan merah) menandatakan atau menyimbolkan bahwa kesenian tersebut masih bersifat tradisional, unik dan khas.
Nilai Estestik
Pengertian nilai dalam korelasi dengan seni, karya Teater sanggup dipahami sebagai mutu (kualitas) yang terkandung dalam bentuk seni, wujud seni dengan beberapa unsur penting seni melalui simbol. Nilai bentuk yang dihadirkan karya seni, karya Teater sebagai nilai keindahan bersifat bebas nilai, subjektif, tergantung dari sudut mana penikmat, penonton seni, dalam menikmati tontonannya.
Pada prinsipnya bahwa seni apapun, termasuk teater dengan penjenisannya mempunyai nilai keindahan, nilai bentuk dan nilai isi, makna dibalik simbol yang dihadirkan. Nilai estetis dalam karya seni, karya teater bersifat bebas nilai dan nilai secara ini bersifat universal. Yakni mengangkat sisi-sisi nilai wacana kemanusiaan pada umumnya.
Melalui unsur-unsur yang terkandung di dalam seni, seni teater non tradisional dengan unsur penting meliputi; naskah, pemeran, tata pentas, tempat dan penonton merupakan sarana ekspresi estetik seorang kreator seni melalui simbol-simbol yang dihadirkan. Dengan kebebasan nilai estetis pada teater non tradisional memperlihatkan peluang seluas-luasnya untuk berkreativitas seni dengan catatan tidak mengesampingkan nilai-nilai moral, kesantunan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sekitar kita, di negara kita tercinta.
Menulis Kritik
Menulis kritik merupakan bab dari proses kreatif dalam menciptakan tulisan, ulasan terkait objek yang dikritisi. Menulis kritik, kritik Teater merupakan hal terkait dengan kegiatan apresiasi. Apresiasi, sanggup dipahami sebagai proses menikmati, menghargai, menilai suatu tontonan karya seni. Apresiasi lebih dalam sanggup diartikan dengan melaksanakan kritik terhadap karya seni, karya Teater yang disajikan.
Kritik terhadap karya teater sanggup dilakukan melalui pendekatan pengamatan, penilaian kritis terhadap beberapa aspek dan fungsi pertunjukan yang dihadirkan di atas pentas.dan unsur utama dalam seni pertunjukan dilengkapi dengan analisis sumber bacaan naskah dan rujukan yang akan dijadikan sumber rujukan dalam menulis kritik.
Kegiatan menilai, mengkritik, mengulas, membahas, sangat erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menelaah, menafsir, mengurai, menjelaskan dan menyimpulkan kelebihan dan kelemahan yang nampak dari unsur penting di dalam karyanya. Menilai karya seni, seni Teater secara ideal, harus mempunyai pengetahun, pemahaman dan kepekaan seni yang tinggi. Hasil penilaian yang dilakukan harus objektif, tidak memihak, tidak arogansi (gegabah), tidak menyinggung orang lain. Tetapi penilaian sebagai bab dari kritik, harus dibangun rasa tanggungjawab untuk memekarkan seni, mendorong peningkatan kualitas seni dan bisa memperkaya pemahaman seni bagi kreator seni dan pembaca seni.(Sumber : Seni Budaya / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.)