Kritik Dalam Seni Tari
Sunday, November 22, 2020
Edit
Kritik tari secara umum sepanjang sejarahnya menjadi sebuah wacana yang kurang menyenangkan. Seyogyanya mengkritik dilakukan dengan santun, argumen yang jelas, seimbang dan adil dalam memaparkan potensi seni yang ditulisnya. Posisi seorang kritikus ialah penengah antara seniman dan audiens/ penonton, yang mempunyai tugas ibarat pendidik seni. melalui goresan pena kritikus, seorang seniman serta masyarakat umum memahami kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada sebuah karya seni serta tahu solusi untuk merevisinya.
Istilah kritik itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata krites (kata benda) yang bersumber dari kata “Kriterion” yaitu kriteria, sehingga kata itu diartikan sebagai kriteria atau dasar penilaian. Dengan demikian kita menunjukkan kritik itu harus mempunyai dasar kriteria sebagai acuan. Kritik tari dibutuhkan oleh koreografer sebagai serpihan dari sebuah penilaian untuk meningkatkan kualitas kreativitas koreografinya, lantaran kritik ialah tanda penghargaan audiens terhadap proses kreatifnya.
Tujuan utama dari kritik ialah meningkatkan pengertian dan kenikmatan yang diberikan oleh karya seni, melalui pengkajian (penelaahan) yang mendalam wacana sebab-sebab kenikmatan dirasakan oleh nikmat karya seni. Seorang kritikus tari akan menunjukkan pandangan yang rinci disertai argumen cerdas dalam mengevaluasi karya tari, menunjukkan pemahaman kepada masyarakat umum mengenai nilai-nilai estetis yang ada pada sebuah karya. Dengan demikian kritik yang baik bersifat membangun, memberi penilaian sekaligus memberi motivasi.
Pengertian kritik berdasarkan beberapa tokoh antara lain :
A. Kritik dalam Seni Tari
Kritik tari sebuah disiplin kritik mempunyai pengertian tidak jauh berbada dengan pengertian kritik pada umumnya. Beberapa andal telah mendeskripsikan pengertian kritik sebagai berikut :
Wujud Kritik Tari
Kritik sanggup diperhatikan beradarkan dari wujud pengungkapannya, yaitu setidaknya ada dua antara lain sebagai berikut.
Nilai Estetis Tari
Estetis atau estetika ialah nilai keindahan yang terdapat dalam karya seni. Seni tari sebagai serpihan dari seni umumnya, sudah tentu mempunyai nilai estetis untuk kriteria menilai keindahan gerak. Umumnya untuk menilai karya tari, dilakukan dengan memperhatikan konsep estetis ibarat denah di bawah ini.
Nilai estetik dalam sebuah karya tari harus mempunyai tingkat kebaikan dan kegunaan. Nilai estetik tari merupakan ekspresi pengaturan rasa, pengalaman jiwa, dan perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebuah karya tari yang di dalamnya mengandung nilai estetis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tari Bali
Sikap tangan dan lengan dengan ruang yang terbuka lebar. Posisi tubuh cenderung condong, dan disertai ekspresi matayang lincah Hiasan kepala merupakan ciri khas Kebyar. Sikap tangan dan lengan dengan ruang yang terbuka lebar dan posisi sikut yang senantiasa sejajar dengan dada. Posisi tubuh cenderung condong, dan disertai ekspresi mata yang lincah. Antara tubuh dan kepala membentuk garis diagonal. Ciri khas genre Legong terdapat pada hiasan kepala dan busana.
Di dalam tari Bali, penilaian wiraga, wirama, wirasa mempunyai identitas khusus yang tertuang dalam istilah :
Estetika wiraga tari Bali dibangun dari kekokohan agem dengan posisi tubuh diagonal dalam tiga serpihan yaitu kepala, tubuh dan kaki; tandang dan tangkep yang ditampilkan dengan baik dan benar berdasarkan kaidah tradisi Bali. Kesan estetis yang ditumbuhkan dari penampilan tari Bali ialah dinamis, ekspresif, dan energik.
2. Tari Jawa
Karakter putra alus dari tokoh Arjuna diperlihatkan pada perilaku kaki dan tangan dengan ruang yang sedang. Hiasan kepala menggunakan mahkota wayang untuk ksatria alus. Koreografi yang simetris menunjukkan kesan hening mengalun Karakter putra gagah dari tokoh Gatot Kaca diperlihatkan pada perilaku kaki dan tangan dengan ruang yang luas. Hiasan kepala menggunakan mahkota wayang untuk ksatria gagah.
Penampilan tari atau wiraga dalam tari Jawa harus sesuai dengan abjad tokoh tari yang ditampilkan. Ruang, dan tenaga menjadi tuntutan dalam memerankan tokoh yang mempunyai karakter. Ruang gerak sempit untuk abjad halus. Ruang gerak luas untuk memerankan tokoh sesuai dengan abjad gagah. Koreografi disusun dengan simetris, menunjukkan kesan seimbang, hening dan mengalun.
3. Tari Sumatera
Geraknya ringan melayang, dinamis, pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. gendang. Geraknya ringan melayang, dinamis, pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. gendang
Karakteristik gerak tari Melayu ialah penari yang bergerak melayang ringan bagaikan berselancar meniti anutan air, kadang kala meloncat ringan bagaikan riak gelombang yang memecah membentur karang-karang kecil. Komposisi berkembang dari tempo yang perlahan, merambat cepat, dan mencapai titik puncak kecepatan di serpihan akhir.
Nilai Etis pada Tari
Kegunaan tari di Indonesia tentunya beragam, sesuai dengan etnis, agama dan suku yang dianutnya. Nilai-nilai etika setiap tempat tercermin dalam tari. Tari sebagai produk masyarakat berlandaskan pada nilai-nilai yang dianut masyarakat penyangga budayanya. Nilai estetis tergambar dalam penampilannya, sedangkan nilai etis sanggup digali dari filosofi tarian tersebut. Nilai etis antar etnis di Indonesia itu berbeda
1. Nilai Etis pada Tari Bali
Barong dan Rangda ialah perwujudan simbolis dari kekuatan baik dan kekuatan jahat dalam mitologi Bali. Rwa Bhineda atau dua yang berbeda ialah dua kekuatan yang senantiasa bersaing di dunia, dan insan berada di tengah dua kekuatan besar tersebut. Oleh lantaran itu insan senantiasa dituntut dinamis dalam menghadapi dan mengantisipasi dua kekuatan yang berbeda dan bertentangan. Konsep budaya rwa bhineda tercermin dalam konsep estetis tari Bali yang senantiasa dinamis, energik dalam gerak yang cenderung asimetris. Nilai etis pada tari Bali terungkap dalam tabir konsep budayanya.
2. Nilai Etis pada Tari Jawa
Konsep estetis tari Jawa yang hening mengalun, mempunyai korelasi positif dengan konsep etis Jawa yang senantiasa mengutamakan ketenangan, keseimbangan keselarasan dan serasi dengan alam.
3. Nilai Etika Tari Sumatera
Selaras dengan konsep budaya Melayu yang terekam dalam folklore Minang. ‘alam takambang jadi guru, watak basandi sara, sara basandi kitabullah‘ artinya alam yang menjelma guru, watak yang bersedi pada hukum, aturan yang bersendi pada kitab ALLAH. Tidak mengherankan, apabila budaya Melayu itu identik dengan Islami.yang tampak pada busana para penari yang selalu menutup tubuh.
B. Cara Menulis Kritik
Format menciptakan Kritik Tari :
Sumber : Buku Seni Budaya Kelas XI, Kemendikbud
Istilah kritik itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata krites (kata benda) yang bersumber dari kata “Kriterion” yaitu kriteria, sehingga kata itu diartikan sebagai kriteria atau dasar penilaian. Dengan demikian kita menunjukkan kritik itu harus mempunyai dasar kriteria sebagai acuan. Kritik tari dibutuhkan oleh koreografer sebagai serpihan dari sebuah penilaian untuk meningkatkan kualitas kreativitas koreografinya, lantaran kritik ialah tanda penghargaan audiens terhadap proses kreatifnya.
Tujuan utama dari kritik ialah meningkatkan pengertian dan kenikmatan yang diberikan oleh karya seni, melalui pengkajian (penelaahan) yang mendalam wacana sebab-sebab kenikmatan dirasakan oleh nikmat karya seni. Seorang kritikus tari akan menunjukkan pandangan yang rinci disertai argumen cerdas dalam mengevaluasi karya tari, menunjukkan pemahaman kepada masyarakat umum mengenai nilai-nilai estetis yang ada pada sebuah karya. Dengan demikian kritik yang baik bersifat membangun, memberi penilaian sekaligus memberi motivasi.
Pengertian kritik berdasarkan beberapa tokoh antara lain :
- R. C. Kwant dalam bukunya “Mens en Kritiek” (Manusia dan Kritik) mengartikan, Kritik ialah penilaian atas kenyataan yang dihadapi dalm sorotan norma atau kritik ialah penilaian atas nilai yang intesubjektif (Sudarminto, 1884).
- William Henry Hudson dalam bukunya An Introduction to The Study of Literature menyebutkan “Kritik dalam arti yang tajam ialah penghakiman”
A. Kritik dalam Seni Tari
Kritik tari sebuah disiplin kritik mempunyai pengertian tidak jauh berbada dengan pengertian kritik pada umumnya. Beberapa andal telah mendeskripsikan pengertian kritik sebagai berikut :
- Edi Sedyawati, bahwa kritik menjadi serpihan yang tumbuh secara beriringan untuk meningkatkan proses kreatif. Artinya kritik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas karya tari (koreogafi). Edy Sedyawati memahami kritik tari sebagai sebuah upaya yang mengarahkan disiplin kritik untuk menunjukkan motivasi, rangsangan, dan sekaligus sebagai sarana meningkatkan mutu koreogrfi.
- Bagong Kussudiardjo, sebagai berikut Kritik tari ialah menunjukkan jalan untuk lebih lancer memajukan serta meningkatkan nilai seninya, juga mengingatkan kesalahan yang dibentuk oleh seorang penari, pencipta tari, dan ahlil tari.
- Pendapat yang lain sanggup disimak dari pendangan Edmund Burke Feldman dalam bukunya: Art as image and Ide. Tujuan utama dari kritik ialah meningkatkan pengertian dan kenikmatan yang diberikan oleh karya seni, melalui pengkajian (penelaahan) yang mendalam wacana sebab-sebab kenikmatan dirasakan oleh nikmat karya seni.
- Pengalaman estetik Stolnitz (1966) yang dikutip oleh HB Sutopo sebagai berikut kritik seharusnnya berupa acara penilaian yang memandang seni sebagai objek untuk pengalaman estetik. Pengalaman tersebut dihasilkan lewat kajian teliti atas kerya seni.
- Pandangan Flaccus (1981) yang merumuskan kritik sebagai sebuah studi rinci dan apresiatif wacana kerya seni. Dari pendangan ini, di satu sisi kritik merupakan keyakinan dan semangat yuang lebih besar dari kebijaksanaan seorang pencinta seni yang berusaha mendukung karya, sedang di sisi lain ia meruapakan analisis cendikia dan teliti atas kerya seni disertai banyak sekali tafsir dengan alasan-alasannya
- S.D. Humardani memahami kritik sebagai sebuah penelitian mengenai bermacam-macam tanda-tanda dari banyak sekali sudut terhadap kerya atau kekaryaan seni dalam kehidupan seni. Usaha sebuah kritik ialah membuka jalan untuk memahami dan menentukan, atau mendudukan mana yang seharusnya terjadi dalam penyajian sebuah kerya seni secara bertanggung jawab.
Wujud Kritik Tari
Kritik sanggup diperhatikan beradarkan dari wujud pengungkapannya, yaitu setidaknya ada dua antara lain sebagai berikut.
- Krtitik pra-predikatif, artinya kritik yang belum menemukan predikat yang kongkrit. Kritik pra-predikatif tidak sanggup dikenali secara jelas, tetapi sanggup dirasakan kehadirannya melalui perilaku seseorang atau sekelompok orang. Kritik pra-predikatif merupakan sebuah perilaku antara sadar dan tidak sadar mereaksi sesuatu dengan tindakan tertentu, ibarat berdecak, atau menggaruk-garuk kepala tanda tidak baiklah dengan pernyataan seseorang, dan banyak sekali bentuk lain. Pada intinya, kritik pra-predikatif dilontarkan dalam bentuk tindakan untuk mereaksi sesuatu, tidak terkecuali anggukan kepala tanda seseorang yang mengagumi penampilan seseorang.
- Kritik predikatif, yaitu kritik yang telah terwujud dalam media ungkap tertentu, sanggup dalam bentuk wujud ekspresi (kritik verbal) dan kritik non-vebal, yaitu disampaikan melalui media tulis atau visual lainnya dalam setruktur tertentu.
Nilai Estetis Tari
Estetis atau estetika ialah nilai keindahan yang terdapat dalam karya seni. Seni tari sebagai serpihan dari seni umumnya, sudah tentu mempunyai nilai estetis untuk kriteria menilai keindahan gerak. Umumnya untuk menilai karya tari, dilakukan dengan memperhatikan konsep estetis ibarat denah di bawah ini.
- Wiraga dipakai untuk menilai : Kompetensi menari, mencakup keterampilan menari, hafal terhadap gerakan, ketuntasan, kebersihan dan keindahan gerak.
- Wirama untuk menilai : Kesesuaian dan keserasian gerak dengan irama (iringan), kesesuaian dan keserasian gerak dengan tempo.
- Wirasa ialah tolok ukur harmonisasi antara wiraga (sebagai unsur kriteria kemahiran menari) dan wirama (sebagai unsur kesesuaiannya dengan iringan tari), kesesuaian dengan busana dan ekspresi dalam menarikannya.
Nilai estetik dalam sebuah karya tari harus mempunyai tingkat kebaikan dan kegunaan. Nilai estetik tari merupakan ekspresi pengaturan rasa, pengalaman jiwa, dan perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebuah karya tari yang di dalamnya mengandung nilai estetis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
- Karya tari tersebut sanggup mengungkapkan keharmonisan antara bentuk tari dan isi.
- Karya tari tersebut menarik atau menggugah.
- Karya tari tersebut sanggup membawa penonton masuk ke dalam dunia khayal yang ideal.
- Karya tari tersebut sanggup membebaskan penonton dari suasana ketegangan.
- Karya tari tersebut menyajikan suatu kebulatan organik.
- Karya tari tersebut sanggup mendorong kebijaksanaan penonton menuju perpaduan mental dan spiritual.
1. Tari Bali
Sikap tangan dan lengan dengan ruang yang terbuka lebar. Posisi tubuh cenderung condong, dan disertai ekspresi matayang lincah Hiasan kepala merupakan ciri khas Kebyar. Sikap tangan dan lengan dengan ruang yang terbuka lebar dan posisi sikut yang senantiasa sejajar dengan dada. Posisi tubuh cenderung condong, dan disertai ekspresi mata yang lincah. Antara tubuh dan kepala membentuk garis diagonal. Ciri khas genre Legong terdapat pada hiasan kepala dan busana.
Di dalam tari Bali, penilaian wiraga, wirama, wirasa mempunyai identitas khusus yang tertuang dalam istilah :
- Agem, Sikap badan, tangan dan kaki yang harus dipertahankan
- Tandang. Cara berpindah tempat
- Tangkep. Eskpresi mimik wajah yang menunjukkan penguatan pada penjiwaan tari
Estetika wiraga tari Bali dibangun dari kekokohan agem dengan posisi tubuh diagonal dalam tiga serpihan yaitu kepala, tubuh dan kaki; tandang dan tangkep yang ditampilkan dengan baik dan benar berdasarkan kaidah tradisi Bali. Kesan estetis yang ditumbuhkan dari penampilan tari Bali ialah dinamis, ekspresif, dan energik.
2. Tari Jawa
Tari Gatot Kaca-Jawa Tengah |
Penampilan tari atau wiraga dalam tari Jawa harus sesuai dengan abjad tokoh tari yang ditampilkan. Ruang, dan tenaga menjadi tuntutan dalam memerankan tokoh yang mempunyai karakter. Ruang gerak sempit untuk abjad halus. Ruang gerak luas untuk memerankan tokoh sesuai dengan abjad gagah. Koreografi disusun dengan simetris, menunjukkan kesan seimbang, hening dan mengalun.
3. Tari Sumatera
Geraknya ringan melayang, dinamis, pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. gendang. Geraknya ringan melayang, dinamis, pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. gendang
Karakteristik gerak tari Melayu ialah penari yang bergerak melayang ringan bagaikan berselancar meniti anutan air, kadang kala meloncat ringan bagaikan riak gelombang yang memecah membentur karang-karang kecil. Komposisi berkembang dari tempo yang perlahan, merambat cepat, dan mencapai titik puncak kecepatan di serpihan akhir.
Nilai Etis pada Tari
Kegunaan tari di Indonesia tentunya beragam, sesuai dengan etnis, agama dan suku yang dianutnya. Nilai-nilai etika setiap tempat tercermin dalam tari. Tari sebagai produk masyarakat berlandaskan pada nilai-nilai yang dianut masyarakat penyangga budayanya. Nilai estetis tergambar dalam penampilannya, sedangkan nilai etis sanggup digali dari filosofi tarian tersebut. Nilai etis antar etnis di Indonesia itu berbeda
1. Nilai Etis pada Tari Bali
Barong dan Rangda ialah perwujudan simbolis dari kekuatan baik dan kekuatan jahat dalam mitologi Bali. Rwa Bhineda atau dua yang berbeda ialah dua kekuatan yang senantiasa bersaing di dunia, dan insan berada di tengah dua kekuatan besar tersebut. Oleh lantaran itu insan senantiasa dituntut dinamis dalam menghadapi dan mengantisipasi dua kekuatan yang berbeda dan bertentangan. Konsep budaya rwa bhineda tercermin dalam konsep estetis tari Bali yang senantiasa dinamis, energik dalam gerak yang cenderung asimetris. Nilai etis pada tari Bali terungkap dalam tabir konsep budayanya.
2. Nilai Etis pada Tari Jawa
Konsep estetis tari Jawa yang hening mengalun, mempunyai korelasi positif dengan konsep etis Jawa yang senantiasa mengutamakan ketenangan, keseimbangan keselarasan dan serasi dengan alam.
3. Nilai Etika Tari Sumatera
Selaras dengan konsep budaya Melayu yang terekam dalam folklore Minang. ‘alam takambang jadi guru, watak basandi sara, sara basandi kitabullah‘ artinya alam yang menjelma guru, watak yang bersedi pada hukum, aturan yang bersendi pada kitab ALLAH. Tidak mengherankan, apabila budaya Melayu itu identik dengan Islami.yang tampak pada busana para penari yang selalu menutup tubuh.
B. Cara Menulis Kritik
- Tahap pertama ialah menuliskan/mendeskripsikan serpihan dari tari yang paling mengesankan. Bagaimana keistimewaan gerak tersebut dan bagaimana pula sahabat kalian melakukannya.
- Tahap kedua ialah menganalisis gerakannya dengan menunjukkan argumen yang jernih mengenai keunggulan maupun kelemahan tari atas dasar konsep estetis (wiraga, wirama, wirasa) serta konsep etis dari budaya penyangga tarinya.
- Tahap ketiga, ialah mengevaluasi tarinya, berarti mengemukakan perilaku kalian pada tari tersebut. Apabila berdasarkan versi kalian ada yang perlu diperbaiki tunjukkan saranmu kepada temanmu serpihan gerak yang mana yang perlu diperbaiki.
Format menciptakan Kritik Tari :
No. | Unsur Tari | Kritik |
---|---|---|
1. | Wiraga | |
Keterampilan menari | ............................................................ | |
Hafal gerakan | ........................................................... | |
Ketuntasan | ........................................................... | |
Kebersihan | ........................................................... | |
Keindahan gerak | ........................................................... | |
2. | Wirama | |
Kesesuaian dan keserasian gerak dengan irama (iringan) | ........................................................... | |
Kesesuian dan keserasian gerak dengan tempo | ........................................................... | |
2. | Wirasa | |
Harmonisasi antara wiraga dan wirama | ........................................................... | |
Kesesuaian dengan busana | ........................................................... | |
Kesesuaian dengan ekspresi | ........................................................... |