Upacara Ngaben Di Bali

Kebudayaan masyarakat Bali sangat menarik untuk dipelajari, termasuk di dalam upacara sopan santun yang berkaitan dengan janjkematian seseorang. Orang Bali percaya bahwa orang yang sudah meninggal akan reinkarnasi atau menitis kembali. Untuk mempercepat penyempurnaan jasad si mayat, mayat tersebut harus dibakar. Upacara membakar mayat di Bali dinamakan Ngaben. Ngaben memiliki pengertian bekal atau bubuk yang semua tujuannya mengarah perihal adanya pelepasan terakhir kehidupan manusia.

Upacara Ngaben diselenggarakan oleh keluarga atau sanak saudara orang yang telah meninggal dunia sebagai perwujudan rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Upacara Ngaben dilaksanakan dengan meriah tanpa isak tangis dari anggota keluarga yang ditinggalkan. Oleh lantaran mereka percaya bahwa orang yang meninggal akan terhambat perjalanannya menuju daerah karenanya kalau ditangisi.

Upacara Ngaben ini dianggap sangat penting bagi umat Hindu di Bali, lantaran upacara Ngaben merupakan perwujudan dari rasa hormat dan sayang dari orang yang ditinggalkan, juga menyangkut status sosial dari keluarga dan orang yang meninggal. Dengan Ngaben, keluarga yang ditinggalkan sanggup membebaskan roh/arwah dari perbuatan perbuatan yang pernah dilakukan dunia dan menghantarkannya menuju nirwana awet dan kembali bereinkarnasi lagi dalam wujud yang berbeda.

Upacara Ngaben memerlukan biaya yang tidak sedikit bahkan hingga puluhan juta. Bagi masyarakat Bali yang kurang bisa harus menunggu hingga ada keluarga atau pihak yang menyelenggarakan upacara Ngaben. Selama menunggu tersebut mayat si mati akan dikuburkan dahulu kemudian dibongkar atau diletakkan di daerah khusus yang disebut Bale Bandung (ruang mayat). Biasanya upacara Ngaben diselenggarakan secara berdikari bagi keluarga yang bisa maupun disertakan dalam pembakaran mayat orang lain yang mampu.

Pada masa kini ini masyarakat Hindu di Bali sering melaksanakan Ngaben secara massal / bersama, untuk meghemat biaya yang ada, dimana Jasad orang yang meninggal untuk sementara dikebumikan terlebih dahulu hingga biaya mencukupi gres di laksanakan, namun bagi orang dan keluarga yang bisa upacara ngaben sanggup dilakukan secepatnya, untuk sementara waktu jasad disemayamkan di rumah, sambil menunggu waktu yang baik.

Upacara Ngaben tidak diselenggarakan setiap hari, melainkan harus menentukan hari yang baik dan bulan yang baik. Hari pelaksanaan tersebut ditentukan oleh Pedanda. Sebelum Ngaben dilaksanakan, keluarga harus menyiapkan bade dan lembu yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan materi lainnya. Bade dan lembu merupakan daerah mayat (tulang) yang akan dibakar atau dikremasi.

Berdasarkan jenis mayat yang akan dikremasi, Ngaben sanggup dibedakan sebagai berikut :
  • Ngaben Sawa Wedana. Sawa Wedana ialah upacara ngaben dengan melibatkan mayat yang masih utuh (tanpa dikubur terlebih dahulu). Biasanya upacara ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3-7 hari terhitung dari hari meninggalnya orang tersebut, Selama menunggu mayat masih ditaruh di balai adat, pihak keluarga masih memperlakukan jenazahnya menyerupai selayaknya masih hidup, menyerupai membawakan kopi, memberi makan disamping jenazah, membawakan handuk dan pakaian, dan lain-lain lantaran sebelum diadakan upacara yang disebut Papegatan maka yang bersangkutan dianggap hanya tidur dan masih berada dilingkungan keluarganya.
  • Ngaben Asti Wedana. Asti Wedana ialah upacara ngaben yang melibatkan kerangka mayat yang telah pernah dikubur. Upacara ini disertai dengan upacara ngagah, yaitu upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa.
  • Swasta. Swasta ialah upacara ngaben tanpa memperlibatkan mayat maupun kerangka mayat, hal ini biasanya dilakukan lantaran beberapa hal, menyerupai : meninggal di luar negeri atau daerah jauh, mayat tidak ditemukan, dan lain-lain. Pada upacara ini mayat biasanya disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang dilukis dan diisi abjad magis sebagai tubuh agresif dari atma orang yang bersangkutan.

Sebelum program Ngaben dilaksanakan, jasad yang telah menjadi tulang dibersihkan atau disebut dengan nyiramin oleh keluarga maupun masyarakat. Ritual nyiramin dipimpin oleh orang yang paling renta di dalam masyarakat. Jika mayat tersebut masih utuh (bukan tulang) dikenakan pakaian sopan santun Bali layaknya masih hidup. Mereka memperlakukan tulang orang yang telah mati dengan hati-hati dan disusun menyerupai kerangka insan utuh.


Keluarga menawarkan penghormatan terakhir dan doa semoga arwah yang diupacarai menerima daerah yang baik. Setelah perlengkapan Ngaben
Kebudayaan masyarakat Bali sangat menarik untuk dipelajari Upacara Ngaben di Bali
tersedia, upacara segera dilaksanakan. Mayat atau tulang orang yang dikremasi dimasukan ke dalam bade. Bade tersebut dihias dengan pajangan yang indah, kemudian diarak menuju sema atau daerah dilaksanakannya upacara Ngaben. Arak-arakan diiringi dengan gamelan, dan diikuti oleh seluruh keluarga dan masyarakat. Di depan bade terdapat kain puti panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan bagi arwah si mayat menuju daerah asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan yang dilalui rombongan ini, bade diputar tiga kali.

Sesampainya di sema, mayat diletakkan si lembu dan dibakar. Ritual dipimpin oleh seorang pedanda. Pedanda tersebut membacakan doa-doa untuk si mayat. Lembu tersebut akan dibakar dari bawah dan dengan sendirinya akan menjalar ke bab atas hingga menjadi bubuk semua. Keluarga secara bahu-membahu akan mengumpulkan bubuk sisa pembakaran tersebut. Abu tersebut sanggup dibedakan antara bubuk si mayat dan bubuk lembu dari tingkat kehalusan serbuk serta warnanya. Abu tersebut akan ditampung dalam wadah tertentu dan dibuang atau dihanyutkan ke bahari atau sungai yang dianggap suci. Setelah program tersebut keluarga si mati akan mendoakan leluhur mereka dari daerah suci atau pura masing-masing.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel