Menyanyikan Lagu Daerah

Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia mempunyai lagu yang berbahasa ibu yaitu memakai bahasa daerah. Menyanyikan lagu tempat biasanya diiringi dengan alat musik tradisional. Indonesia mempunyai lagu dan alat musik tradisional yang mendapat efek dari banyak sekali negara menyerupai India, China, Portugis, serta negara-negara lainnya. Contoh lagu tempat Indonesia antara lain Bungong Jeumpa dari Aceh, Tokecang dari Jawa Barat, Cing Cangkeling dari Jawa Barat, Rambadia dari Tapanuli, Soleram dari Riau, Kaparak Tingga dari Minang, Marencong-rencong dari Bugis, dan Apuse dari Papua.

Ciri-ciri Lagu Daerah
Setiap tempat mempunyai lagu-lagu yang dinyanyikan pada ketika tertentu dengan bahasa daerah. Lagu-lagu ini merupakan kekayaan budaya bangsa yang sanggup dijadikan sebagai salah satu sarana membentuk abjad dan pendidikan perilaku pada anak dan remaja. Nasehat yang disampaikan melalui lagu tentu lebih bermakna dan sanggup diterima. Lagu tempat biasanya merujuk kepada sebuah lagu yang mempunyai irama khusus bagi sebuah daerah. Beberapa ciri khas lagu daerah, antara lain sebagai berikut:
  • Teks lagu tempat memakai bahasa dan dialek setempat. Misalkan lagu tempat Jawa Timur memakai bahasa Jawa dengan dialek Suroboyo-an.
  • Lagu tempat diwariskan secara bebuyutan dengan tradisi lisan. Walaupun ada lagu tempat yang tertulis, hal itu berfungsi hanya untuk kepentingan dokumentasi saja.
  • Lagu tempat pada umumnya tidak diketahui penulis atau penciptanya (anonim). Karena sifat lagu tempat ialah tidak menonjolkan ekspresi eksklusif atau perorangan, tetapi pesan yang disampaikan ialah bersifat umum.
  • Lagu tempat pada umumnya mempunyai susunan melodi dan syair yang sederhana. Beberapa lagu tempat hanya mempunyai 2, 4 atau 8 bait saja. Ada juga lagu tempat yang memakai syair berbeda pada setiap perulangannya. Lagu tempat yang sederhana biasanya sanggup dinyanyikan dengan baik oleh masyarakat dari etnis lagu tempat tersebut berasal.
  • Terkadang terdapat beberapa versi dari sebuah lagu di tempat berbeda dalam suatu etnis. Hal ini terjadi alasannya ialah cara penyebaran lagu tempat dilakukan dari verbal ke mulut. Dalam membawakan lagu daerah, masyarakat biasanya menyanyikan dengan diiringi oleh musik tempat setempat. Misalkan lagu tempat Praon dari Jawa Tengah dinyanyikan dengan diiringi musik gamelan.

Tujuan menyanyikan lagu tempat ialah untuk lebih mengenal lagu-lagu tempat di indonesia dan mengakibatkan rasa cinta pada lagu tempat indonesia juga indonesia sanggup di kenal atas budayanya termasuk seni musiknya .

Lagu-lagu tempat merupakan kekayaan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Pelestarian dan pengembangan warisan budaya ini sanggup dilakukan dengan tetap menyanyikan sesuai dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi dimana lagu tersebut harus dinyanyikan.
Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia mempunyai lagu yang berbahasa ibu yaitu menggunaka Menyanyikan Lagu Daerah
Menyanyi pada masyarakat sering dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Ada lagu-lagu yang dinyanyikan pada ketika upacara tertentu menyerupai pernikahan, kelahiran, ajal atau permainan. Ada juga lagu-lagu yang berisi nasehat atau sanjungan terhadap mahkluk sesama. Ibu-ibu di tempat masih sering menyanyikan lagu nasehat ketika menidurkan anaknya. Beberapa referensi lagu tempat dan kegunaannya ialah sebagai berikut.
  • Gending Kebo Giro ialah gending yang dipakai pada program temu panggih dalam prosesi ijab kabul akhlak Jawa.
  • Nyanyian Katoneng-Katoneng dalam Upacara Kematian akhlak Karo. Nyanyian yang mengandung doa dan nasehat yang disampaikan oleh keluarga yang ditinggalkan maupun sebuah kekerabatan. 
  • Dodoy merupakan salah satu penggalan dalam pengasuhan anak pada masyarakat Melayu Siak. Dodoy termasuk jenis nyanyian rakyat alasannya ialah dilantunkan secara lisan dan penyebarannyapun diwariskan secara lisan.

Demikian juga belum dewasa dan berilmu balig cukup akal masih sering menyanyi sambil melaksanakan permainan. Ada juga lagu-lagu tempat yang bersifat dolanan. Lagu-lagu ini dinyanyikan oleh belum dewasa dan remaja. Mereka bernyanyi sambil melaksanakan permainan tradisional.

Di tempat Jawa Tengah dikenal dengan nama tembang dolanan, tembang dolanan anak berbahasa Jawa mempunyai nilai-nilai luhur budaya nasional. Beberapa referensi tembang dolanan dan nilai yang terkandung di dalamnya antara lain sebagai berikut.

Nilai Religius atau Keagamaan
  • Sluku-sluku bathok, dalam syair lagu tersebut bermakna insan hendaklah membersihkan batinnya dan senantiasa berzikir mengingat Allah dengan (ela-elo) menggelengkan kapala mengucapkan lafal laa illa ha illallah disaat susah maupun senang.
  • Ilir-ilir, maksud yang terkandung dalam tembang tersebut ialah kita sebagai umat insan diminta bangkit dari keterpurukan untuk lebih mempertebal dogma dan berjuang untuk mendapat kebahagiaan menyerupai bahagianya pengantin baru.
  • Padhang Wulan, maksud dari tembang dolanan tersebut ialah kita hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa untuk menikmati keindahan alam.

Nilai Budi Pekerti
  • Jaranan, makna kecerdikan pekerti yang tersirat dalam tembang tersebut, antara lain: kebersamaan, dan menghormati yang lebih tinggi kedudukannya.
  • Menthok-menthok, mengandung makna instropeksi diri, sebagai umat insan dihentikan menyombongkan diri, alasannya ialah bahwasanya semua yang ada di dunia ini diciptakan Allah dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
  • Gundul-gundul Pacul , mengajarkan kepada kita bahwa kita bukanlah orang yang paling benar, paling bisa, dan paling pintar, sehingga beliau bersikap gembelelengan, sombong, dan tak tahu diri.
  • Dondhong Opo Salak, Ibarat buah kedondong yang penggalan luarnya halus tetapi penggalan dalamnya bernafsu dan tajam, dan sebaliknya buah salak yang penggalan luarnya bernafsu ternyata penggalan dalamnya halus. Lebih baik kita berbuat yang baik secara lahir maupun batin menyerupai buah salak, daripada kita berbuat yang dari luar kelihatan anggun tetapi di dalamnya bernafsu dan tajam menyerupai buah kedondong.

Teknik dan Gaya Menyanyi Lagu Daerah
Lagu-lagu tempat biasanya diiringi dengan seperangkat alat musik tempat yang sering disebut dengan karawitan. Istilah karawitan untuk menunjuk pada seperangkat alat musik tradisional secara lengkap secara orkestra.

Kebanyakan karya-karya seni musik (karawitan) yang dimainkan dengan banyak sekali ansambel gamelan ataupun repertoar lain biasanya bersifat tradisional dan anonimus. Karenanya, usia sebuah komposisi karawitan sangat sulit untuk ditentukan. Seringkali seorang pemain/seniman jago Karawitan menambah atau mengurangi komposisi karawitan yang dimainkan, begitu juga beberapa gaya. Pada musik karawitan Betawi gaya dalam gambang kromong disebut liaw yang tersendiri sangat lazim pada periode tertentu dan wilayah yang tertentu.

Komposisi karawitan sanggup membuatkan perbedaan-perbedaan dari sebuah wilayah dengan wilayah lainnya sepanjang waktu. Inilah yang mengakibatkan munculnya gaya yang berbeda- beda. Gaya musikal ialah ciri khas atau karakteristik musikal yang dihasilkan dari beberapa kondisi:
  • Gaya lokal, yakni sifat-sifat lokal suatu tempat yang diakui mempunyai sifat-sifat estetis dan ekspresif berbeda dengan tempat lainnya. Inilah yang belakangan ini, sehubungan dengan info globalisasi, kemudian kita sebut sebagai entitas lokal genius.
  • Gaya individual, ialah tipologi karakteristik seorang tokoh pencipta Lagu-lagu yang membedakannya dengan pencipta lagu lainnya.
  • Gaya periodikal, ialah tipologi karakteristik zaman tertentu yang menghasilkan gaya musikal tertentu, misalnya. Gaya dalam bentuk musikal, ialah tipologi karakteristik yang sanggup dibedakan dari banyak sekali bentuk karya musikal yang ada, misalnya, pada musik Betawi dalam gambang kromong lagu sayur, dengan lagu phobin, atau dalam kroncong tugu antara kroncong asli, langgam dan stambul. Dalam karawitan Betawi Gaya atau musical style dikenal dengan istilah Liaw.

Pada repertoar (perbendaharaan bahasa (dialek, ragam) yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat) lagu-lagu tempat sering dibawakan oleh seorang penyanyi. Di Jawa disebut dengan Sinden, demikian juga di Sunda dan juga Bali. Di tempat Sumatera Utara sering disebut dengan Perkolong-kolong. Di Kalimantan ada yang disebut dengan Madihin yaitu menyanyikan pantun-pantun dengan diiringi tabuhan gendang. Setiap tempat mempunyai nama tersendiri bagi seorang penyanyi yang diiringi dengan orkestrasi musik tradisional.

Menyanyi Secara Unisono
Menyanyikan lagu-lagu tempat ada yang dilakukan secara seorang diri tetapi ada juga yang dilakukan secara berkelompok. Madihin contohnya yang menyanyikan pantun seorang diri sekaligus sebagai pemusiknya. Sinden sanggup dilakukan secara berkelompok tetapi sanggup juga dilakukan seorang diri. Mereka menyanyi dalam satu bunyi atau sering disebut dengan menyanyi secara unisono. Menyanyi secara unisono membutuhkan kerjasama antara anggota kelompok alasannya ialah kalau berbeda sendiri suaranya akan terlihat tidak bagus.

Menyanyi pada masyarakat sering dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Ada lagu-lagu yang dinyanyikan pada ketika upacara tertentu menyerupai pernikahan, kelahiran, ajal atau permainan. Ada juga lagu-lagu yang berisi nasehat atau sanjungan terhadap mahkluk sesama. Ibu-ibu di tempat masih sering menyanyikan lagu nasehat ketika menidurkan anaknya. Demikian juga belum dewasa dan berilmu balig cukup akal masih sering menyanyi sambil melaksanakan permainan. Hal ini pertanda bahwa menyanyi secara unisono maupun perseorang sering dilakukan oleh masyarakat.

Setiap tempat tentu mempunyai lagu-lagu yang dinyanyikan pada ketika tertentu dengan bahasa daerah. Lagu-lagu ini merupakan kekayaan yang sanggup dijadikan sebagai salah satu sarana membentuk abjad dan pendidikan perilaku pada anak dan remaja. Nasehat yang disampaikan melalui lagu tentu lebih bermakna dan sanggup diterima.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel