Upacara Etika Puputan Di Jawa

Upacara puputan atau dhautan merupakan upacara yang dilakukan dalam rangkaian kelahiran seorang anak. Upacara ini dilakanakan sesudah tali pusar si bayi telah putus atau lepas (puput atau dhaut artinya lepas). Waktu untuk penyelenggaraan upacara ini tidak ada ketentuan yang pasti, hal ini bergantung pada usang dan tidaknya tali pusar si bayi lepas dengan semdirinya. Tali pusar bayi sanggup lepas sebelum seminggu bahkan bisa lebih dari seminggu. Sehingga keluarga si bayi harus siap mengadakan upacara puputan jikalau sewaktu-waktu tali pusar tersebut lepas.

Upacara ini diselenggarakan dengan mengadakan kenduri atau selamatan yang dihadiri oleh kerabat dan tetangga terdekat. Sesajian (makanan) yang disediakan dalam upacara puputan antara lain nasi gudangan yang terdiri dari nasi dengan lauk pauk, sayur-mayur dan parutan kelapa, bubur merah, bubur putih dan jajan pasar.

Upacara puputan biasanya ditandai dengan dipasangnya sawuran (bawang merah, dlingo bengle yang dimasukkan ke dalam kupat), dan berbagai duri kemarung di sudut-sudut kamar bayi.

Selain sawuran dipasang juga daun nanas yang diberi warna hitam putih bergaris-garis, daun apa-apa, awar-awar, girang, dan duri kemarung. Di halaman rumah dipasang tumbak sewu, yaitu sapu lidi yang didirikan dengan tegak. Di tempat tidur si bayi diletakkan benda-benda tajam mirip pisau dan gunting.

Dalam upacara puputan atau dhautan terdapat makna atau lambang yang tersirat, antara lain sebagai berikut :
  1. Nasi gudangan mengandung makna kesejukan jasmani dan rohani sang bayi.
  2. Jajan pasar melambangkan kekayaan untuk si bayi.
  3. Duri dan daun-daunan berduri (duri kemarung dipasang di penjuru rumah mengandung maksud semoga sanggup menolak gangguan peristiwa mistik dari makhluk halus jahat.
  4. Coreng-coreng hitam dan putih pada ambang pintu untuk menolak imbas jahat yang akan masuk melalui pintu.
  5. Daun nanas yang diolesi hitam dan putih mirip ular welang mengandung makna magis yang bisa menakut-nakuti makhluk halus jahat yang hendak memasuki kamar bayi.
  6. Dedaunan apa-apa, awar-awar, dan girang mempunyai makna semoga kelahiran tidak mengalami suatu gangguan (apa-apa), semua kekuatan jahat menjadi tawar (awar-awar), dan seluruh keluarga akan bergembira (girang).
  7. Pisang raja melambangkan semoga si bayi kelak berbudi luhur atau mempunyai derajat mulia.
  8. Tumbak sewu (sapu lidi yang diberi bawang dan cabai) mempunyai makna untuk menolak makhluk mistik jahat supaya tidak mengganggu keselamatan sang bayi.

Rangkaian upacara puputan dimulai dengan upacara sepasar. Sepasar merupakan satu rangkaian hari dalam kalender Jawa yang berumur 5 hari, yaitu pon, wage, kliwon, legi, dan pahing. Upacara sepasaran merupakan upacara yang mengambarkan bayi telah berumur sepasar (5 hari). Sebagian masyarakat mengadakan upacara sepasaran dengan sederhana, yaitu mengadakan kenduri atau selamatan dan dihadiri oleh keluarga dan tetangga terdekat. Setelah program kenduri, tetangga yang menghadiri program selamatan akan membawa pulang kuliner yang disediakan oleh tuan rumah.

Namun di beberapa kawasan di Jawa upacara sepasaran dianggap merupakan upacara yang paling meriah dalam rangkaian upacara kelahiran anak. Upacara sepasaran tersebut diadakan secara besar-besaran sesuai kemampuan keluarga masing-masing dan biasanya disertai dengan pinjaman nama sang bayi. Meskipun terdapat perbedaan pandangan dalam pelaksanaannya. Upacara sepasaran tidak mempunyai hukum mengikat, yang utama yaitu diadakan sesudah bayi berumur lima hari.

Ada sebagian masyarakat yang tidak merayakan upacara sepasaran secara meriah. Namun, biasanya upacara selapanan diselenggarakan dengan meriah. Selapanan mengambarkan bahwa sang bayi telah berumur 35 hari. Upacara selapanan biasanya bekerjasama dengan weton san bayi. Weton anda merupakan adonan dari tujuh hari dalam seminggu (Senin, Selasa, dan seterusnya) dengan lima hari pasaran Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Jika dalam upacara sepasar dulu bayi belum diberi nama, dikala upacara selapanan ini si bayi diberi nama oleh kedua orangtuanya.
Upacara puputan atau dhautan merupakan upacara yang dilakukan dalam rangkaian kelahiran se Upacara Adat Puputan Di Jawa
Parasan
Sebelum upacara selapanan dilakukan didahului dengan upacara parasan, yaitu mencukur rambut sang bayi. Parasan pertama kali dilakukan oleh ayah si bayi kemudian diikuti oleh sesepuh keluarga. Bayi digendong oleh ibunya dan ayah mencukur rambut si bayi. Atau ayah yang menggendong si bayi dan sesepuh keluarga yang mencukur rambut si bayi. Setelah rambut simpulan tercukur bersih, dilakukan pengguntingan kuku.

Selama proses pencukuran rambut dan pengguntingan kuku, dukun membacakan mantra-mantra (doa-doa) penolak bala dan aben kemenyan. Cukuran rambut dan guntingan kuku dimasukan ke dalam kendhil gres kemudian dibungkus dengan kain mori, kemudian dikubur di tempat penguburan atau penanaman ari-ari. Setelah prosesi parasan selesai, diucapkan ujub disusul dengan doa keselamatan bagi sang bayi dan keluarga. Sebagian sesajian selamatan dibawa pulang oleh kerabat dan tetangga yang hadir. Setelah upacara sopan santun selapanan, rangkaian upacara sopan santun yang berkaitan dengan kelahiran anak simpulan dilaksanakan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel