Perumusan Uud 1945
Sunday, August 30, 2020
Edit
Konstitusi atau Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi sanggup berupa aturan dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan sanggup pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur perihal pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan banyak sekali forum negara serta hak-hak rakyat.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Konstitusionalisme ialah suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintah. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan UUD. Undang-Undang Dasar merupakan sumber aturan tertinggi yang menjadi anutan dan norma aturan yang dijadikan sumber aturan bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari sesudah Proklamasi. Keputusan sidang PPKI ialah sebagai berikut.
- Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, ada penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil telah mendapatkan usulan-usulan tentang Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yaitu:
- Usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya,
- Usulan mengenai dasar negara,
- Usulan perihal unifikasi atau federasi,
- Usulan perihal bentuk negara dan kepala negara,
- Usulan perihal warga negara, proposal perihal daerah,
- Usulan perihal agama dan negara,
- Usulan perihal pembelaan negara, dan
- Usulan perihal keuangan.
Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk memilih bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius. Suasana religius tampak pada setiap kegiatan yang diawali dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Permufakatan tampak pada banyaknya proposal yang ditampung dan disepakati. Toleransi tampak pada setiap tokoh yang saling menghargai masing-masing pendapat. Tanggungjawab tampak pada perilaku mereka terhadap hasil keputusan yang dihasilkan.
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat kasatmata dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 dikala membahas persoalan wilayah negara. Semangat nasionalisme antara lain tampak pada “Indonesia” dibuat oleh orang yang memiliki faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi kawasan Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam kawasan Indonesia.
Semangat patriotisme tampak dalam memilih batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak.
Dalam membahas persoalan wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang memberikan usulnya, menyerupai Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka ialah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, sesudah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
- Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
- Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
- Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang antara lain menghasilkan kesepakatan:
- Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
- Bentuk “Unitarisme”.
- Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.
- Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan perihal Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan aktivitas “Pembicaraan perihal pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memperlihatkan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan mendapatkan jawaban dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memperlihatkan klarifikasi terhadap naskah Undang-Undang Dasar.
Naskah Undang-Undang Dasar hasilnya diterima dengan bunyi bundar pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.