Menyunting Teks Pantun
Tuesday, August 4, 2020
Edit
Ketika menciptakan pantun, pertama kali yang harus dilakukan ialah memilih isinya, yang nantinya akan menjadi baris ketiga dan keempat dalam bait pantun. Isi merupakan maksud yang hendak kalian sampaikan. Setelah itu, sampiran yang akan kalian buat diadaptasi dengan isi tersebut. Pilihlah kata yang mempunyai suku kata berpola a-b-a-b untuk tiap barisnya, sehingga terbentuk rima dan ritme yang indah. Kaitan rima sangat penting dalam sebuah pantun. Agar pantun menjadi lebih indah dan bermakna, ada baiknya kalimat pada tiap barisnya mempunyai hubungan satu sama lainnya, sehingga terlihat keterkaitan antara sampiran dan isi.
Kata menyunting sanggup diartikan mengubah atau memperbaiki. Menyunting teks pantun yang dimaksud pada goresan pena ini ialah menciptakan pantun dari teks puisi, syair, dan gurindam. Membuat pantun sanggup dilakukan dengan cara memakai dua baris teks pada puisi, syair, dan gurindam sebagai sampiran pantun dan isi sanggup dibentuk mengikuti sampiran tersebut. Ternyata dari ketiga teks tersebut sanggup dibentuk pantun menyerupai pada referensi pantun di bawah ini.
Pantun dari Puisi Hujan di Bulan Juni
Pada puisi “Hujan Bulan Juni”, Sapardi Djoko Damono ingin memberikan pesan rindu yang tertahan dengan bahasanya yang sederhana, tetapi sarat akan makna. Pantun beriba hati sanggup kalian buat dengan wangsit puisi ini. Hal ini disebabkan dalam puisi itu terlihat sebuah kemustahilan untuk memberikan rindu yang terpendam, sama mustahilnya dengan adanya hujan di bulan Juni.
Pada puisi “Hujan Bulan Juni”, Sapardi Djoko Damono ingin memberikan pesan rindu yang tertahan dengan bahasanya yang sederhana, tetapi sarat akan makna. Pantun beriba hati sanggup kalian buat dengan wangsit puisi ini. Hal ini disebabkan dalam puisi itu terlihat sebuah kemustahilan untuk memberikan rindu yang terpendam, sama mustahilnya dengan adanya hujan di bulan Juni.
No. | Bait | Pantun Beriba Hati |
1. | Tak ada yang lebih tabah Dari hujan bulan Juni Dirahasiakan rintik rindunya Kepada pohon berbunga itu | Tak ada yang lebih tabah Dari hujan bulan Juni Kian hari hatiku gundahCari gacoan pengisi hati Dirahasiakan rintik rindunya Kepada pohon berbunga itu Sudah miskin bangkrut pula Betapa malang nasib diriku |
2. | Tak ada yang lebih bijak Dari hujan bulan Juni Dihapusnya jejak-jejak kakinya Yang ragu-ragu di jalan itu | Tak ada yang lebih bijak Dari hujan bulan Juni Alangkah iba hati awak Telah bersua menyakiti hati Dihapusnya jejak-jejak kakinya Yang ragu-ragu di jalan itu Jika dikenang sajak adinda, Hati rasa tersayat sembilu. |
3. | Tak ada yang lebih arif Dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan Diserap akar pohon bunga itu (Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, 1994:90) | Tak ada yang lebih arif Dari hujan bulan Juni Bukan hamba terlalu naif Cari sir-siran tambatan hati Dibiarkannya yang tak terucapkan Diserap akar pohon bunga itu Hati sembiluan tak dihiraukan Demi pacar yang kurindu |
Pada “Gurindam Dua Belas”, kalian sanggup menciptakan sebuah pantun agama, lantaran gurindam ini berisi wejangan atau nasihat agama yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat.
Pantun dari Gurindam Pasal XII
No. | Bait | Pantun Agama |
1. | Raja muafakat dengan menteri, menyerupai kebun berpagarkan duri. | Raja muafakat dengan menteri, menyerupai kebun berpagarkan duri. Kalau hati cinta Ilahi Tentu hati damai sekali |
2. | Betul hati kepada raja tanda jadi sebarang kerja | Betul hati kepada raja tanda jadi sebarang kerja Kita hidup takkan lama Jangan lupa siapkan derma |
3. | Hukum adil atas rakyat, tanda raja beroleh inayat. | Hukum adil atas rakyat, tanda raja beroleh inayat. Ingatlah selalu alam akhirat Hidup di dunia hanya sesaat |
4. | Kasihkan orang yang berilmu, tanda rahmat atas dirimu. | Kasihkan orang yang berilmu, tanda rahmat atas dirimu. Kalau bederma tidak berilmu Pikiran tumpat selalu ragu |
5. | Hormat akan orang yang pandai, tanda mengenal kasa dan cindai | Hormat akan orang yang pandai, tanda mengenal kasa dan cindai Hidup jangan terlalu santai Raga hingga lepas tergadai |
6. | Ingatkan dirinya mati, itulah asal berbuat bakti | Ingatkan dirinya mati, itulah asal berbuat bakti Ilmu dicari tak akan rugi Buat bekalan sesudah mati |
Pantun dari Sayir Burung Nuri
Dari “Syair Burung Nuri”, sanggup dibentuk pantun berkasih-kasihan atau pantun perpisahan, lantaran syair ini berisi dongeng kasih yang disamarkan. Akan tetapi, syair tersebut ditutup dengan /lupakan nuri dengan warnanya/. Hal ini bermakna bahwa dongeng kasih tersebut kandas di tengah jalan.
Related:
No. | Bait | Pantun Perpisahan |
1. | Unggas nuri asal cahaya, diamnya da’im di Kursi cahaya. Daripada nurnya faqir dan kaya, menjadi manusia tuan dan sahaya. | Unggas nuri asal cahaya, diamnya da’im di Kursi cahaya. Aku hamba yang berdosa Ampuni saya Sang Pencipta Daripada nurnya faqir dan kaya, menjadi manusia tuan dan sahaya. Bercerai kasih dengan adinda. Seribu tahun kembali juga. |
2. | Kuntu kanzan asal sarangnya, alam lahut nama kandangnya. Terlalu luas dengan lapannya, ituah Kanzan dengan larangannya. | Kuntu kanzan asal sarangnya, alam lahut nama kandangnya. Sebab adinda yang saya cinta, Susah murung tak kurasa. ituah Kanzan dengan larangannya Dinda seorang jadi penggoda, sampailah tubuh kurus merana. |
3. | Aql alkuli nama bulunya, qalam al a’la nama kukunya. Allah ta’ala nama gurunya, oleh itulah tiada judunya. | Aql alkuli nama bulunya, qalam al a’la nama kukunya. Jika sungguh dinda berkata. Kuserahkan tubuh dan nyawa . Allah ta’ala nama gurunya, oleh itulah tiada judunya. Dari mana datangnya cinta Dari mata menjadi kata. |
4. | Jalal dan jamal nama kakinya, nur al-awwal nama jarinya. Lawh al mahfudz nama hatinya, menjadi jawhar dengan safinya. | Jalal dan jamal nama kakinya, nur al-awwal nama jarinya. Hanya ingat adinda saja. rasa terbayang di ruang mata. Lawh al mahfudz nama hatinya, menjadi jawhar dengan safinya. Wajahmu bening menyerupai kaca, Semoga hidupmu bahagia. |
5. | Itulah Anwar awwal nabinya, dari nur Anwar dengan sucinya. Sekalian alam pancar nurinya, menjadi langit serta buminya. | Itulah Anwar awwal nabinya, dari nur Anwar dengan sucinya. Coba-coba bertanam cinta, moga-moga menjadi nirwana. Sekalian alam pancar nurinya, menjadi langit serta buminya. Siang dan malam jadi selaksa, Adinda seorang hanya tercinta. |
6. | Alam ini asal warnanya, di sama sini daim sertannya. Sidang ghafi (un) dengan karanya, lupakan nuri dengan warnanya. | Alam ini asal warnanya, di sama sini daim sertannya. Kalau hati sudah serasa. Dunia serasa milik berdua lupakan nuri dengan warnanya. Aku takut dengan cinta. Karena saya masih belia. |
7. | Setelah zahir sekalian alam Ia pun tiba serupa Adam Menjadi rasul nabi yang khatam Supaya ummatnya jangan karam | Setelah zahir sekalian alam Ia pun tiba serupa Adam Buat adinda kutitip salam. Sebagai bekal mimpi malam Menjadi rasul nabi yang khatam Supaya ummatnya jangan karam Adinda sayang juwita malam Smoga asaku tak lekas karam. |